52. 🥐 The True Sabine

5.6K 569 14
                                    

"Dan..., aku bertemu Sabine...," Akhyar mulai terisak.

"Anak itu sedang menangis di pojok luar lift hotel. Dia mengaku habis bertemu dengan seorang gadun yang tidak lain adalah salah satu staffku, Bira. Dia mengaku belum disentuh, karena belum sanggup menjalani perannya...,"

Akhyar menelan ludah kelu.

"Lalu aku ajak dia ke kamar hotel. Aku dengar keluh kesahnya. Kisah hidupnya. Dia terlahir terhormat, sebagai anak seorang diplomat,"

Akhyar menutup wajahnya.

"Dia berkisah, hidupnya selalu sendiri..., selalu tidak diacuhkan, bahkan Mama kandungnya tidak pernah memandikannya. Selalu orang lain..., keluarganya bahkan tidak ada yang mau menyentuh tubuhnya saat mandi. Hingga dia bercerita, dia sempat memohon kepada Mama tirinya untuk memandikannya..., dia bahagia sekali saat mama tirinya bersedia memandikannya. Tapi ternyata, itu adalah sentuhan terakhir Mama tirinya, karena seminggu kemudian, mama tirinya meninggal di dalam pesawat yang mengalami kecelakaan dari Singapore. Papanya juga turut serta,"

Akhyar mendongak.

Niko tidak sanggup mendengar kisah selanjutnya. Dia bangkit dari duduknya, melangkah gontai menuju dalam rumah. Duduk sendiri di pojok ruangan. Berusaha menenangkan diri.

Niko bingung. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa dia sanggup menjalani hari-hari dengan Sabine? Perempuan yang jati dirinya belum jelas? Dan tentu Sabine akan sedih terus memikirkan nasibnya...

Sedikit membenarkan kata-kata mamanya, bahwa akan sulit hidup dengan seseorang yang keturunan, serta jati diri yang tidak jelas asal usulnya. Apa kata orang nanti, anak Darius Otte Loudin, menikah dengan perempuan hasil perzinahan?

Sementara Patty masih terus menenangkan Akhyar.

"Dia merasa tidak diharapkan. Mamanya meninggalkannya sendiri di Jakarta saat musibah itu terjadi. Dia lalu tinggal bersama bibinya yang serba kekurangan. Setelah itu, dia berusaha mencari uang, berniat membiayai pengobatan untuk pamannya yang sakit-sakitan..., menjadi sugar baby adalah pilihannya..., hingga malah aku yang menemukannya...,"

Akhyar terisak kembali. Lalu setengah berbisik Akhyar berkata ke Patty,

"Tidak masalah dia anakku, Patty. Yang menjadi masalah dan dosa yang kutanggung selanjutnya adalah...,"

Patty menahan napas saat melihat wajah Akhyar yang penuh dengan air mata. Memandangnya dengan kesedihan yang amat dalam.

"Aku menjamahnya, mencumbunya, mencintainya..., hingga berencana menikahinya. Sebelum dia bertemu dengan pria itu."

Akhyar meraung. Terisak sangat hebat. Dia kutuk dirinya malam itu.

Patty ternganga. Dia tidak lagi bernapsu merokok. Dibuangnya rokoknya yang masih menyala.

"Patty..., aku sungguh runtuh malam ini,"

Akhyar lalu mencoba menenangkan diri.

"Aku tidak menyangka..., begitu kuat jiwaku untuk membahagiakan dia hingga ke sini. Entah apa yang menggiringku. Sejak bertemu dengannya, entah apa yang merasuki aku. Aku begitu tenang. Tidak ada lagi yang membuatku tenang selain mengingat-ingat dirinya. Dan ini yang membuatku tidak lagi menginginkan gadis-gadis untuk aku manjakan..., saat dia pergi,"

Patty menggenggam tangan Akhyar. Mencoba memberi kekuatan.

"Aku sempat merasakan kecewa yang amat dalam ketika tau dia sudah menikah. Aku cemburu..., hingga aku gila. Aku cari jalan agar aku bisa berdekatan dengannya, yaitu dengan mengangkatnya sebagai anakku. Mewariskan segala yang aku miliki. Karena dia adalah kebahagiaanku. Aku tidak menduga..., dia anakku, Patty. Darah dagingku,"

Sabine (The Unforgettable Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang