9. 🥐 Cakrabirawa

5.9K 670 7
                                    

Meski Evi tidak dapat ikut hadir di acara wisudanya, Niko tetap merasa senang karena ada Sabine, mamanya, dan Erni yang mendampinginya di acara wisuda. Niko sempat kecewa dengan jawaban Evi yang mendadak tidak bisa hadir. Evi dipinta atasannya menggantikan tugasnya untuk mengikuti sebuah konferensi di hotel berbintang lima. Evi tentu tidak kuasa menolak, karena ini menyangkut dengan pekerjaan utamanya di kantor.

Dan Sabine tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk tampil cantik di hadapan Niko.Dia meminta Erni menghiasi wajahnya di awal pagi. Dia ingin terlihat sempurna di mata Niko di hari spesial itu.

"Aku cantik nggak, Mbak?," tanya Sabine saat Erni merapikan gaun indah ke tubuh Sabine pagi sebelum berangkat.

"Kamu itu nggak make up an aja udah cantik, Sabine. Pake karung goni aja kamu tetap cantik ...,"

"Ish, Mbak Erni. Tetap aja kan harus make up kayak Mama. Biar rapi, cantik, wangi...,"

Erni senyum-senyum melihat Sabine.

Tiba-tiba pintu kamar Sabine dibuka Niko.

"Eh, Mas Niko," decak Erni kikuk.

Mata Niko langsung tertuju ke Sabine.

"Wow..., you look so gorgeous, Sweetheart," puji Niko dengan wajah penuh senyum puas.

"Thank you,"

Wajah Sabine memerah dipuji Niko. Dia bahagia dipuji laki-laki yang dia cinta.

Sadar Sabine salah tingkah, Niko cepat-cepat menutup pintu kamar Sabine perlahan. Dia tidak ingin gadis itu terlalu larut dengan perasaan cinta yang mendalam terhadap dirinya.

______

"Apa rencana kamu selanjutnya, Niko?,"

"Ya. Melamar kerja, Bu Carmen. Dan melamar kekasih saya, Evi,"

"Wow..., kamu pasti senang sekali ya?,"

Niko tak sanggup menahan senyum lebarnya.

"Hm... Sabine. Mudah-mudahan dia bisa menerima kenyataan kalau kamu harus pergi,"

Niko tertunduk.

"Sabine sudah saya latih untuk mandiri. Dia sudah mampu menguasai diri, Bu. Menurut saya, dia tidak perlu pengasuh lagi. Sabine juga sudah pandai berteman,"

Bu Carmen menghela napas.

"Mungkin bukan Sabine saja yang berat kamu pergi nanti. Saya juga..., Erni juga berat. Katanya sudah terbiasa melihat kamu bercanda dengan Sabine tiap pagi," ucapnya haru.

Niko tersenyum.

"Yah..., it's natural, ada yang datang, ada yang pergi,"

Bu Carmen memandang Niko penuh rasa haru.

"Ok, Niko. Good Luck on you," ucap Bu Carmen akhirnya.

_______

Sementara itu di kamar yang penuh dengan warna pink...,

Malam setelah acara wisuda Niko, Sabine tidak bosan-bosan memandang foto-foto dirinya bersama Niko yang ada di ponselnya. Cukup banyak foto yang dia punya. Dia pandang foto-foto itu hingga tertidur.

***

Seminggu setelah wisuda, Niko kembali mendapat kabar bahagia. Lamarannya diterima di sebuah perusahaan keuangan di daerah BSD. Bira, sahabatnyalah yang membantu meyakinkan atasannya untuk menerima lamaran Niko. Karena Bira yakin, Niko adalah sosok pekerja keras. Lagipula posisi yang diinginkan di perusahaan sangat cocok dengan qualifikasi yang dimiliki Niko.

"Jadi lo langsung lamar Evi nih? Kerja aja baru mulai bulan depan. Ini Evi yang minta dilamar cepat atau lo yang nggak sabaran?," tanya Bira yang menyodorkan rokoknya yang belum menyala ke wajah Niko.

"Gue sih," jawab Niko sambil menyalakan rokok Bira lewat ujung rokoknya.

"Semoga lo betah di kantor gue, Nik. Soalnya dulu gue pernah bawa Sapto kerja di kantor gue. Dia cuma betah dua bulan,"

"Kenapa?,"

"Hah..., alasannya cuma nggak tahan liat Akhyar tiap hari gonta ganti sugar baby, coy,"

Niko tertawa.

"La bos lo yang make, kenapa dia yang sensi?,"

"Dia nggak tahan, Nik. Soalnya bayi-bayi tuh gadun cantik-cantik. Sapto kan udah kawin, bisa berabe. Lo tau kan si Sapto bucin banget ama Yoan, bininya. Ya..., sebelas dua belas kayak lo ama Evi,"

Niko menghisap rokoknya dalam-dalam. Ada bayangan wajah Evi melintas di benaknya. Mana bisa dia ke lain hati, dia sangat mencintai Evi.

"Trus Sapto pindah kerja?,"

"Iya..., jadi tata usaha di sekolah internasional di Parung. Eh, Minggu lalu ngeluh ke gue. Nyesel berhenti. Mending di kantor Akhyar, gaji gede, mata bersih, hati senang. La di sekolah tempat dia kerja, gaji kecil, mata sepet ngadepin emak-emak cerewet tiap pagi, hati nggak karu-karuan. Hahhaha,"

Tawa Bira dan Niko tiba-tiba membahana.

"Asal lo tau, hampir tiap hari dia curhat ma gue. Makanya, Nik. Lo musti yakinin diri lo, apa siap menikah cepat? Lo musti siap juga dengan suasana kerja di kantor. Tahan-tahan iman. Kadang si Akhyar nih, iseng nawarin bayinya ke staffnya,"

"Lo emang pernah ditawarin?,"

Bira memainkan alis matanya sambil tersenyum nakal.

"Sinting!,"

"Haha..., enak coy. Baby baby I love yaaaa,"

Niko menggeleng-geleng mendengar kisah Bira.

"Berapa lo punya? Gonta ganti kayak Akhyar?,"

"Tertarik nyoba?,"

"Shit!,"

Niko menyeruput kopi pahitnya.

"Mending kayak gue bebas. Nggak ada yang dikhawatirkan dan mengkhawatirkan gue,"

"Sampe kapan?,"

Bira menghela napas. "Sampe puas," ucapnya.

Niko hanya tergelak mendengar kisah Bira, sahabatnya sedari SMP. Padahal dulu Bira sangatlah alim. Entah kenapa dia berubah sejak terjun di lingkungannya bekerja. Niko awalnya tidak menyangka juga dengan perubahan jalan hidup sahabatnya satu ini. Dan Niko bertekad tidak akan mengikuti jejaknya.

Bunyi alarm dari ponsel Niko terdengar cukup nyaring.

"Jemput yayang mungil?," decak Bira bertanya.

Jumat sore itu Niko memang sedang menunggu Sabine les piano.

"Yoi..., sampai nanti, Bro. Kita kontak-kontak ya?,"

Bira mengangguk sambil mengangkat tangannya yang masih mengepit rokok.

***

Sabine (The Unforgettable Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang