35. 🥐 Lagiii

10K 730 5
                                    

Pagi semakin beranjak tinggi. Niko dan Sabine masih tertidur lelap. Peristiwa semalam benar-benar membuat pasutri itu lelah hingga tak mampu beranjak dari ranjang. Posisi tidur mereka berpelukan. Berhadap-hadapan pula.

Tiba-tiba ponsel Niko yang tergeletak di atas meja kecil di samping tempat tidur berbunyi cukup keras. Niko pun terbangun dibuatnya. Diraihnya benda itu. Ternyata Evi yang menghubunginya. Niko menekan tombol sisi kanan ponsel. Dia tidak ingin suara ponsel mengganggu tidur Sabine yang masih terlelap.

Dan pertanyaan 'kenapa' seketika hinggap di pikirannya. Karena sejak perceraiannya dengan Evi, mereka tidak saling kontak. Hanya sesekali Evi masih mengirimnya pesan-pesan dan Niko membalasnya dengan sekenanya. Kadang Niko bahkan tidak membalasnya.

Diletakkannya kembali gawai itu ke atas meja.

Niko yang tidak ingin pikirannya terganggu, menatap wajah Sabine yang masih terlelap. Dia tersenyum. Masih terngiang-ngiang di benaknya teriakan Sabine, Udah, Om. Udah..., sakiiit. Udaaah. Aku udah puas. Teriakan yang membuatnya bergairah malam tadi. Dia tidak menyangka sama sekali. Sempat dia berpikir, apa Sabine hanya berakting agar dia percaya diri. Namun, saat melihat Sabine semakin meringis dan wajahya memerah menahan sakit, serta merasakan otot selangkangannya yang menegang, Niko yakin Sabine tidak berpura-pura. Apalagi, mereka melakukannya beberapa kali. Niko tidak pernah sedahsyat itu di ranjang.

Niko menyingkapkan selimut, karena hendak beranjak ke kamar mandi. Namun pandangannya tersita ke noda merah pekat di atas seprai. Niko tersenyum. Sabine ternyata masih perawan. Lalu apa saja yang Sabine lakukan bersama Akhyar sebelumnya? Apalagi Bella, sempat mengatakan bahwa hubungan keduanya bukan sebatas sugdad dan sugbab, tapi lebih daripada itu. Apa sebaiknya aku tanyakan?, batin Niko.

Niko yang masih telanjang, melangkah menuju kamar mandi. Membersihkan diri.

***

"Kok bisa?,"

Sabine yang sedang menikmati teh panas buatan Niko tertawa keras melihat ekspresi Niko. Sambil mengoyang-goyangkan dua kakinya yang tertekuk di atas kursi santai, Sabine menyeruput tehnya.

Sabine melemparkan pandangannya ke kolam renang yang terhampar cantik di teras belakang rumah Niko. Pikirannya kini tertuju ke peristiwa semalam. Dia masih merasakan perih di seputar area sensitifnya saat buang air pagi tadi. Diliriknya suaminya yang cukup beringas semalam.

"Aku harus bilang apa?," Sabine balik tanya.

Niko mengangkat bahu.

"Menurut aku , Om hanya nggak pede aja,"

Sabine menggerak-gerakkan jari telunjuknya di tepi gelas tehnya dengan gerakan memutar.

"Oh ya? Kayaknya kamu memang berpengalaman," pancing Niko.

Sabine memperbaiki letak duduknya.

"Om mau tau sesuatu?,"

"Ya..., tentu. Pertanyaan kamu bikin Om penasaran,"

Kali ini Sabine menghangatkan telapak tangannya di atas gelas teh yang masih panas.

"Sebenarnya aku tau Om bisa. Aku sempat melirik milik Om yang bereaksi," Sabine tergelak sejenak.

"Waktu Om antar aku pulang dari mall PI. Di mobil. Aku sengaja mancing. Kayaknya Om nggak sadar. Aku langsung berpikir Kalo Om terlalu lelah bekerja. Pikiran Om cuma kerja aja. Entahlah...,"

Niko menghela napasnya. Dia akui memang pikirannya selalu kerja kerja dan kerja. Apalagi sejak menikah dengan Evi. Sikap Evi yang cenderung mendikte, sikap Evi yang merasa dirinya lebih tinggi darinya, membuat Niko semakin rajin bekerja. Hingga berhasil duduk di posisi tinggi di kantornya. Niko hanya ingin membuat Evi bertekuk di hadapannya. Ingin Evi menyadari bahwa dia juga bisa menjabat seperti dirinya, bahkan kedudukan Niko lebih tinggi.

Sabine (The Unforgettable Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang