Akhyar menghela lega ketika sudah berada di dalam mobil pribadinya menuju kediaman adiknya, Uzma. Dia lega, karena semua yang berkaitan dengan data Sabine sudah dia selesaikan dengan baik. Kini yang harus dia hadapi adalah sikap keluarga besarnya. Akhyar pasrah. Terbayang olehnya wajah-wajah sinis yang akan melihat kehadirannya, juga kehadiran putrinya.
______
Sementara itu di mobil lain.
Niko dan Sabine saling menguatkan. Terutama Niko, dia tidak jenuh memberi Sabine semangat dan kekuatan. Entah berapa kali mulutnya berucap sayang dan cinta. Dia menyadari bahwa yang akan menjadi sorotan di perkumpulan keluarga besar Akhyar nantinya adalah istrinya.
"Kamu harus kuat." Niko menggenggam erat tangan Sabine.
"Pasti, Om," balas Sabine dengan mata binarnya.
______
Malam larut itu sungguh sunyi. Tidak banyak lagi lalu lalang kendaraan di jalanan. Seakan memberi ruang dan kelancaran bagi mobil-mobil yang mengantar Akhyar, Niko, dan Sabine menuju rumah Uzma. Raut pasrah terpancar dari wajah-wajah ketiganya. Pasrah dihujat, dibenci, dan dipandang sinis oleh orang-orang yang sudah berkumpul di sana. Yang akan mereka temui nantinya. Keluarga besar Sirojuddin Amir, sebuah keluarga besar yang dikenal sangat religius, juga kekompakannya.
______
Dan tibalah mobil-mobil yang mengantar rombongan Akhyar di dalam pekarangan depan rumah Uzma.
Ternyata sudah ada beberapa kendaraan mewah lainnya berjejer rapi di sana. Juga orang-orang sibuk lalu lalang. Hampir semuanya berpakaian sama, gamis putih dipadu dengan peci putih. Ada juga yang menambahkan dengan sorban terlilit di leher. Maklum, keluarga besar Akhyar merupakan campuran Arab dan Jawa.
Namun ketika tiga mobil sedan hitam berhenti tepat di depan pintu utama rumah Uzma, semua pun menghentikan kegiatannya. Mereka semua terperangah saat Akhyar ke luar dari salah satu mobil. Juga anak dan menantunya.
"Masya Allah..., Akhyar," ucap orang tua yang duduk di atas kursi roda.
"Ammiiii...," pekik Akhyar.
Akhyar sudah tidak kuat lagi menahan perasaan gelisahnya. Diburunya orang tua itu. Lalu bersimpuh di dua kaki orang tua itu. Akhyar meraung-raung memohon ampun.
Raungan Akhyar cukup jelas terdengar di malam larut nan sunyi. Raungan penuh penyesalan dan ampunan. Semua ikut terenyuh melihat Akhyar yang cukup lama bersimpuh. Ada yang berusaha menarik tubuh besarnya, namun Akhyar menolak. Dia tetap ingin menumpahkan penyesalannya di hadapan orang tua itu.
Tentu saja semua terenyuh melihat sikap Akhyar. Bahkan ada yang juga ikut menangis menyaksikannya. Beberapa tamu perempuan yang mengintip dari ruang terpisah tak kuasa menahan haru. Mereka juga turut larut dalam perasaan sedih yang dalam. Melihat orang yang selama ini terlihat angkuh dan enggan berkumpul bersilaturrahmi dengan keluarga besar, namun sekarang orang itu tampak benar-benar terpuruk dan tunduk.
"Allahu Akbar. Barakallah...," ucap orang tua itu sambil mengusap-ngusap punggung besar Akhyar yang tertunduk di hadapannya. Lalu mulutnya berkomat kamit penuh harapan dan doa.
"Maaf, Ammiii...," ucap Akhyar di tengah raungnya.
Setelah cukup lama bersimpuh, Akhyar bangkit. Diburunya orang-orang yang berdiri rapi di sisi orang tua tadi. Lalu memeluk mereka satu per satu. Akhyar masih terus menangis, meraung sejadi-jadinya. Wajah putih bersihnya memerah karena tangis. Pun basah penuh air mata.
"Maaf, Ammi Haidar,"
"Maaf, Ammi Muaz,"
"Maaf, Ammi Ahmad,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabine (The Unforgettable Girl)
RomanceKisah Sabine yang akhirnya bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Meski harus melewati masa-masa sulit. Selamat membaca kisah ini. Terima kasih... 18+ #1 in agegap (26 January 2021) #1 in sabine(26 January 2021) #5 in apartemen (26 January 2021) #...