Chapter 8

4.4K 345 6
                                    

"Lo udah gila, ya?!" jerit Yemima histeris dari seberang sana, sampai-sampai membuat Jeana menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Yemima sayang, Jeana nggak gila! Kok lo jadi lebay gitu, sih? Kayaknya di circle kita semua orang yang dijodohin pasti pernah main sama yang lain. Bahkan nggak jarang yang masih lanjut sampai setelah nikah," Viona langsung menjawab panjang lebar, membela Jeana.

Jeana baru saja menceritakan kepada kedua sahabatnya via group call bagaimana ia meminta Han untuk menjadi teman kencannya. Lihat apa yang terjadi, kedua temannya memberikan reaksi yang sungguh bertolak belakang, membuat Jeana semakin bingung.

Jadi, tindakan yang ia lakukan tepat atau tidak?

"Iya, gue tau kalau itu normal, tapi gue syok karena ini Jeana! Seorang Jeana melakukan hal kayak gini. Ini pasti pengaruh otak lo, Na!" kali ini Yemima menyalahkan Viona.

Well, Yemima tidak sepenuhnya salah. Viona memang memiliki cukup andil dalam memperkenalkan Jeana dan Han.

"Ja-jadi gue salah banget, ya?" Jeana mencicit sambil meringkuk di kasurnya.

Ia merasa seperti orang bodoh yang menjebloskan dirinya sendiri ke dalam lubang secara sukarela walaupun di samping lubang itu sudah tersedia papan peringatan.

"Gue sebenarnya bingung, Je. Di satu sisi, gue kepengen lo bisa happy dan have fun. Di sisi lain, gue takut lo akan terlibat masalah ke depannya," suara Yemima melembut.

"Gimana kalau suatu hari lo ketahuan? Gimana nanti reaksi keluarga lo? Gimana kalau keluarga besarnya Wilfred ngamuk?" sambung Yemima.

"Gimana kalau Wilfred juga ternyata ada main?"

"Viona! Bukan itu masalahnya sekarang!" protes Yemima.

Menghadapi diskusi yang semakin keruh, Viona akhirnya menghela napas panjang, "Ya udah. Begini aja. Jalanin dulu aja sama Han, sembunyikan dari siapa pun, jangan sampai ada yang tahu hubungan kalian."

Jeana memeluk gulingnya, bibirnya melengkung ke atas mendengar kata-kata Viona. Ini berarti dia aman selama bisa menyembunyikannya rapat-rapat, kan?

"Tapi, lo harus ingat batasan sama Han. Karena gimana pun juga, lo nggak bisa menghindari takdir lo buat jadi Nyonya Wiraatmadja suatu hari nanti."

Senyum di wajah Jeana langsung memudar.

'Nyonya Wiraatmadja', gelar yang suatu hari nanti akan disematkan kepadanya begitu ia mengucapkan janji sehidup semati dengan manusia es itu. Kenapa napasnya langsung terasa tercekat mendengarnya?

"Ketika lo merasa things could go wrong, just end your relationship with Han. Cleanly! Tanpa bekas, tanpa sisa!" Viona menutup wejangannya.

Jeana dan Yemima hanya bisa menggumam tanda setuju. Tampaknya untuk saat ini mungkin hanya itulah solusi yang terbaik untuk Jeana.

"Ngomong-ngomong, Je," Yemima membuka suara lagi, "Emangnya Han udah terima tawaran lo?"

"Belom, sih. Hehe..." jawab Jeana sambil tertawa kecil tanpa dosa.

"OALAH SI KAMPRET!"

"SIALAN, UDAH BIKIN HEBOH TAUNYA BELOM SETUJU ORANGNYA!"

Bersamaan dengan umpatan-umpatan itu, sebuah notifikasi muncul di ponsel Jeana. Merasa kupingnya panas mendengar omelan kedua sahabatnya, gadis itu memutuskan untuk menjauhkan ponselnya dari telinga dan membaca pesan yang masuk.

"GUYS! GUYSSSS!" pekik Jeana heboh.

"Apa, sih?! Kita tuh lagi ngomel, lo perhatiin ngga?!"

"GUYS, ORANGNYA PANJANG UMUR!"

"Hah?"

"Han ngajak gue ketemu untuk diskusi soal penawaran gue!"


***


Paradise.

Itu adalah nama kafe mungil tempat Jeana dan Han bertemu saat ini. Nama tempat yang cocok untuk pria blasteran surga, komentar Jeana tadi dalam hatinya.

Kafe ini terletak jauh dari keramaian dan cukup sulit ditemukan karena berada di tengah daerah perumahan. Meskipun begitu, Paradise menawarkan nuansa yang tenang dengan interior yang didominasi warna putih dan lagu-lagu klasik yang mengalun lembut, membuat pengunjungnya betah berlama-lama di sana.

Jeana jadi bertanya-tanya sendiri, apakah Han banyak mengetahui hidden gem sejenis ini untuk berkencan tanpa disaksikan banyak pasang mata?

Diam-diam, Jeana memerhatikan Han yang duduk di hadapannya sambil menyesap tehnya. Pria itu tampak lebih muda mengenakan jeans dan kemeja dengan lengan digulung seperti ini jika dibandingkan dengan penampilan formalnya di Serenity.

"Aku to the point saja," ucap Han sambil memangku tangan, mengalihkan perhatian Jeana yang sedari tadi mengagumi keindahan dirinya.

"Aku bersedia menerima penawaranmu, tapi dengan beberapa batasan yang harus kita patuhi."

Jeana mengangguk dan memasang telinganya baik-baik untuk menyimak. Sebelumnya, ia juga sudah memberitahu Han bahwa mereka perlu membuat peraturan terkait hubungan ini.

"Yang pertama, semua hal yang terjadi dalam hubungan ini harus dirahasiakan."

Jeana mengangguk setuju. Tentu saja. Jeana bisa dicoret dari kartu keluarga kalau sampai keluarganya atau Wilfred mengetahui hal ini.

"Kedua, semua yang kita lakukan harus berdasarkan consent kedua belah pihak."

Wow, Jeana suka ini! Consent is sexy. Mutual respect sangat penting dalam hubungan apa pun, entah itu antara rekan kerja, teman, kekasih, bahkan keluarga.

"Ketiga, tidak boleh ada hubungan seksual di antara kita."

"UHUK!" ketika mendengar itu, teh yang diminum Jeana sepertinya langsung berbelok ke saluran yang salah, membuatnya terbatuk hebat.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Han panik sambil menyodorkan selembar tisu yang langsung digunakan Jeana untuk mengelap bibirnya yang basah.

Jeana mengangguk sambil memukul-mukul dadanya, sementara Han berusaha membantu dengan menepuk-nepuk punggungnya.

"Han, no, seriously, aku nggak punya maksud untuk melakukan hal-hal kayak gitu sama kamu!" Jeana buru-buru memberi penjelasan setelah batuknya mereda. Wajahnya terasa panas.

Oke, dia tahu bahwa untuk seorang Han, hal itu pasti sudah lumrah dilakukan. Namun, tidak untuknya. Bibirnya saja masih perawan!

"Maaf, aku hanya berjaga-jaga, siapa tahu ini dibutuhkan," Han lalu berdeham, merasa pipinya juga ikut panas.

Jeana akhirnya manggut-manggut, tanda bahwa ia setuju saja dengan peraturan itu.

"Yang terakhir," Han lalu menatap teduh mata Jeana sambil tersenyum tipis, "Kamu dan aku. Jangan pernah jatuh cinta."

Ada gelenyar aneh dalam diri Jeana saat mendengar kalimat yang dilontarkan Han barusan. Pria itu mengucapkannya dengan santai, tetapi matanya berkata lain. Mata teduh itu seolah memberi peringatan bahwa Han adalah pria yang lebih dari mampu untuk menyeret Jeana dalam bahaya.

Jeana berusaha memasang senyum profesionalnya dan membalas, "Aku setuju. Kita tidak boleh jatuh cinta."

"Kalau begitu, Nona Jeana Tandiono," Han meraih tangan kanan Jeana di atas meja lalu membawanya mendekat ke bibir merahnya.

"Aku akan memastikan untuk membantumu beradaptasi dengan laki-laki. Aku tidak bisa memberikan cinta, tetapi aku bisa menjamin kenangan indah bersamaku."

Satu kecupan mendarat di punggung tangan Jeana.

Satu kecupan yang membuatnya merasa sekumpulan kupu-kupu memenuhi perutnya.

Satu kecupan yang membuat gadis itu harus mengulangi poin terakhir perjanjian mereka berkali-kali di kepalanya.

Jangan jatuh cinta.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang