Jika harus memilih satu buah benda yang dapat menggambarkan para host di Serenity, maka Jeana akan memilih bawang bombay. Tidak, bukan karena mereka dapat dengan mudah membuatmu menangis—seperti yang Han lakukan kepada Jeana—tetapi karena mereka seperti memiliki berlapis-lapis misteri.
Para host di Serenity akan muncul di hadapanmu seolah mereka adalah pria paling sempurna di muka bumi. Tampan, gagah, menyenangkan, membuatmu merasa aman, hingga membuatmu lupa bahwa mereka juga adalah pria biasa.
Ketika menyadari kenyataan itu, tanpa disadari, kita akan semakin penasaran. Ingin rasanya mengupas satu per satu lapisan misteri itu dan melihat seperti apa sosok manusia biasa di balik topeng kesempurnaan mereka.
Hari ini Jeana mendapatkan kesempatan langka itu. Summer duduk di hadapannya dengan rambut tergerai alami menutupi dahinya, tanpa olesan pomade dan tatanan rambut klimis tersisir ke belakang. Ia juga tidak mengenakan jas rapi yang menunjukkan otoritasnya sebagai manajer Serenity, melainkan kaos berwarna putih dengan cardigan abu-abu. Secara keseluruhan, pria itu tampak beberapa tahun lebih muda dari biasanya.
"Chamomile tea will make you feel better," ucap Summer sambil menuangkan teh ke cangkir keramik dengan gestur yang tampak sangat elegan. Ia lalu menyodorkannya ke depan Jeana yang lalu tersenyum menerimanya.
Jeana masih tidak menyangka ia akan duduk di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan bersama Summer. Sama seperti Han yang seringkali membawanya ke kafe dan restoran yang lokasinya cukup tersembunyi, kafe pilihan Summer ini terletak di daerah yang agak terpencil. Namun, tempatnya nyaman. Ada banyak pilihan teh dari bunga dan kulit buah yang dikeringkan serta cake yang menggoda selera. Pilihan Summer jatuh pada teh chamomile dan mille crepe tiramisu yang katanya menjadi menu andalan tempat ini.
"Thanks, I need something to calm me down, really," Jeana menyesap tehnya.
"Kamu pasti udah tahu maksud aku ngajak kamu ke sini, Je," Summer akhirnya membuka pembicaraan, lalu menundukkan kepala. "Aku sebagai atasan sekaligus sahabatnya Han mau minta maaf mewakili dia."
Jeana buru-buru mengibaskan tangannya, "Kamu tidak perlu minta maaf! Ini bukan salahmu!"
Setelah Summer mengangkat kepalanya, Jeana hanya tersenyum tipis. Apakah dia sudah tampak semenyedihkan itu sampai-sampai Summer harus meminta maaf atas perlakuan Han kepadanya?
"Han nggak bermaksud untuk sekejam itu sama kamu, Je. Dia belakangan ini benar-benar memikirkan tentang kalian. Trust me, it's been very hard for him."
"I know," jawab Jeana.
Tanpa harus mendengar penjelasan siapa pun, Jeana paham bahwa dibandingkan dirinya, Han memikul lebih banyak beban. Ketika bertemu pria itu beberapa hari yang lalu dan melihat lingkaran hitam di bawah matanya, Jeana tahu bahwa Han pasti kehilangan tidurnya karena memikirkan masalah mereka.
"Han itu kelihatannya easy going dan nggak banyak mikir, tapi sebenarnya dia cuma pintar nyembunyiin aja. Kali ini, dia terlalu banyak berpikir sampai frustrasi. He thought it's his fault that he's not good enough for you, sampai dia menyalahkan diri sendiri," lanjut Summer, membuktikan kecurigaan Jeana benar adanya.
Setelah terdiam sejenak seperti menimbang-nimbang sesuatu di kepalanya, Jeana akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Summer, "Aku... boleh tanya sesuatu?"
"Shoot."
"Boleh aku tahu lebih detail tentang latar belakang keluarga Han?" tanya Jeana.
Ia lalu buru-buru menambahkan setelah melihat kedua alis tebal Summer bertaut, mengernyit penuh kekhawatiran, "Maksudku, kemarin dia sampai bilang kalau keluarganya punya catatan kriminal... Aku nggak pernah dengar tentang itu sebelumnya. Aku... hanya khawatir."
Seolah memahami maksud Jeana, Summer lalu bersandar di kursinya sambil melipat tangan di dada. Matanya terpejam dan dahinya berkerut. Ia tampak berpikir keras, berusaha memutuskan apakah kisah sahabatnya layak untuk dibagikan.
"Sebenarnya aku nggak tahu apakah aku boleh cerita ini atau nggak. Well... I think it's okay since you already get the big picture."
Summer lalu menyesap tehnya, membasahi kerongkongan sebelum mulai bercerita panjang lebar.
"Han itu lahir dari keluarga yang nggak mampu. Ayahnya sudah meninggal sejak dia masih SD, jadi dari kecil dia sudah terbiasa cari uang untuk bantu keluarganya."
Jeana tersenyum getir. Satu hal lagi yang tidak ia ketahui tentang Han. Pantas saja Han sering mengoloknya, rupanya Han benar. Bagaimana mungkin Jeana bisa mengatakan ia mencintai Han tanpa mengetahui banyak rahasia pria itu?
"Han punya satu kakak perempuan. Sialnya, kakaknya hamil di luar nikah dan pacarnya kabur begitu saja, meninggalkan dua anak kembar dan lepas tangung jawab. Kehadiran dua anak kembar jelas-jelas makan banyak biaya. Karena merasa nggak punya pilihan lain, kakak Han nyolong dari tempat dia kerja. Singkat cerita, dia ketahuan dan akhirnya dipenjara."
Kepala Jeana mendadak terasa pusing, tidak siap dengan informasi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Pantas saja waktu itu Han mencegahnya ketika ingin melihat foto dua anak perempuan yang terpajang di lemari ruang tengahnya! Jeana masih ingat bagaimana Han langsung mengalihkan pembicaraan saat itu.
"That's when he started working as a host. Sebagai tulang punggung keluarga, dia butuh banyak uang untuk biayain ibunya dan si kembar. Sisanya, ya... Kamu tahu sendiri apa yang terjadi. Been there, done that."
Summer menjelaskannya sesingkat dan seringan mungkin, tetapi Jeana tahu bahwa beban yang Han pikul dan pengorbanan pria itu untuk keluarganya jauh lebih berat dari yang ia bayangkan.
Dada Jeana terasa disayat ketika membayangkan Han melemparkan senyuman dan kata-kata manis kepada entah berapa banyak perempuan yang memilihnya di Serenity, menekan egonya dalam-dalam ketika mendampingi para klien yang mendambakan kasih sayangnya sesaat, atau bahkan merasa harga dirinya terinjak ketika terbangun di kamar hotel, di sebelah wanita kaya yang sanggup menukar satu malamnya dengan nominal uang yang ia persyaratkan.
Sesak.
Memuakkan.
Tanpa terasa, kedua tangan Jeana sudah terkepal, membuat buku-buku jarinya memutih. Dunia memang tidak adil. Ketika ia bisa hidup nyaman dengan kedua orang tua yang selalu mencukupi kebutuhannya, bahkan selalu siap menghalau semua hal yang dapat menyakitinya, Han tidak pernah merasakan kemewahan itu.
Lalu apa yang ia lakukan tempo hari? Bersikeras memahami Reinhan, bahkan ketika ia tidak tahu apa yang pria itu lalui bertahun-tahun belakangan ini. Sungguh lucu.
"Aku nggak tahu apakah aku berhak melakukan ini atau nggak, tapi aku minta tolong, Je. Tolong ngertiin ketakutan Han dan maafin dia. I know he's been too harsh on you, but he has his reasons. Dunia kalian terlalu berbeda," suara Summer menyadarkan Jeana yang sempat termenung.
"No... He's been too harsh on himself, not on me..." jawab gadis itu sambil menggeleng. "Han benar, Summer. Mungkin selama ini aku yang terlalu egois, cuma mementingkan perasaan sendiri tanpa memikirkan perasaan Han tentang ini semua."
Summer mengembuskan napas pelan. Melihat perempuan menangis adalah salah satu hal yang ia benci. Namun, ia merasa tetap harus mengatakan pendapatnya walaupun air di pelupuk mata Jeana sudah hampir tumpah.
"Kalau aku harus kasih pendapat secara objektif, bukan sebagai seorang teman, aku setuju sama Han. Kalau kamu pilih Han, akan ada banyak orang yang tersakiti, Je. Keluarga kalian, tunangan kamu, bahkan mungkin Han sendiri," ucap Summer sehalus mungkin.
"Kalau semua hal yang dia khawatirkan benar-benar terjadi di masa depan, bukankah Han akan jadi orang yang paling merasa bersalah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...