Chapter 22

3.3K 300 11
                                    

Wilfred melirik ke gadis yang duduk di sebelahnya. Jeana malam itu terlihat sangat cantik, tetapi wajahnya tidak bersemangat. Biasanya Jeana selalu ceria dan tersenyum, tetapi tidak malam ini. Walaupun tubuhnya berada di samping Wilfred, tapi tampaknya tidak demikian dengan pikirannya.

Kata Mika, biasanya calon pengantin akan excited saat pergi ke pernikahan orang lain untuk mencari inspirasi. Namun, sepertinya Mika salah. Jeana malah tampak tidak tertarik.

Malam ini, atas permintaan Wilfred, Jeana menemani tunangannya itu di pesta pernikahan salah satu teman Wilfred sewaktu kuliah. Pesta yang diadakan cukup privat, dengan jumlah undangan tidak mencapai lima ratus orang. Ballroom pesta dipenuhi dengan dekorasi dan bunga-bunga bernuansa putih dan merah muda.

Para tamu duduk melingkar di meja-meja yang telah ditentukan, tidak terkecuali Jeana dan Wilfred. Sejak mereka duduk bersebelahan lebih dari lima menit lalu, Wilfred menyadari bahwa Jeana hanya diam saja dan menatap ke arah pasangan pengantin dengan pandangan menerawang.

Merasa tidak bisa tinggal diam, Wilfred akhirnya berdeham dan memberanikan diri untuk mendekatkan tubuhnya ke arah Jeana dan berbisik di telinganya.

"You okay?" tanya Wilfred sambil menyentuh tangan Jeana di atas meja.

Jeana terkesiap dan menoleh ke arah Wilfred, "Ah... Iya... I'm okay... "

Entah ini hanya perasaan Wilfred saja atau bukan, tetapi tampaknya setelah itu Jeana sengaja perlahan menarik tangannya. Ia lalu menaruh kedua tangannya di bawah meja, jauh dari jangkauan Wilfred.

"Ada yang kamu pikirkan?" tanya Wilfred lagi.

"Ah... Beberapa hal..." jawab Jeana singkat.

Tentu Jeana tidak mungkin memberitahu Wilfred bahwa ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan hubungannya dengan Reinhan kepada Wilfred. Gadis itu sudah berjanji kepada Reinhan untuk mencari waktu, tetapi ia merasa tidak pernah mendapatkan waktu yang tepat. Seperti biasa, Wilfred selalu sibuk. Jangankan menemukan waktu untuk bercerita, bertemu pria itu saja sudah sangat susah.

Giliran pria itu punya waktu, ada saja sesuatu yang menghalangi rencana Jeana. Ketika pertama kali ingin bercerita saat mereka duduk berdua di halaman belakang rumah Jeana, tiba-tiba saja kedua orang tua gadis itu bergabung, ingin ikut dalam pembicaraan. Kali kedua, ketika mereka sedang makan malam bersama di sebuah restoran, tiba-tiba mereka bertemu dengan Jun yang baru saja selesai bertemu dengan klien lalu ikut makan bersama mereka. Kali ketiga, kalimat Jeana tiba-tiba terpotong oleh telepon masuk yang mengganggu.

"Kalau kamu? Ada yang sedang dipikirkan?" gantian Jeana yang bertanya.

"Hmmm... Kalau aku... Melihat pesta ini dan temanku menjadi pengantin, aku jadi membayangkan bagaimana dengan pernikahan kita nantinya," Wilfred tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mungkin cukup telat bagiku untuk menyadari bahwa menikah adalah titik balik dalam hidup yang amat besar. Memutuskan untuk menjalani sisa hidup bersama seseorang, bersama-sama bertanggung jawab terhadap anak-anak, mendampingi di saat susah dan senang... Terdengar overwhelming tapi exciting at the same time," tambah Wilfred sambil tersenyum kepada Jeana.

Melihat tunangannya tersenyum polos, Jeana hanya bisa mematung di tempat. Ia bahkan tidak bisa menyunggingkan senyum walaupun hanya untuk sekadar basa-basi.

"Aku tahu hubungan kita dimulai dengan perjodohan, tapi sekarang aku pikir it won't be bad," lanjut Wilfred.

"Won't be bad? Apanya?"

"Kamu dan aku. Kita. Aku rasa, kalau denganmu, aku bisa menjalani semua ini," jawab Wilfred yang tidak menyadari pipinya sudah mulai menampilkan semburat kemerahan di sana yang lama-lama menjalar ke telinganya.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang