©Claeria
Bandung.
Entah sudah berapa lama Jeana tidak menginjakkan kakinya di kota kembang. Kedatangannya ke Bandung bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan tujuannya datang ke sana adalah untuk menemani Viona dan Yemima untuk short getaway atau mengunjungi rekan bisnisnya. Namun, siapa sangka kali ini ia datang untuk mengantarkan undangan pernikahan?
Minggu lalu, setelah Jeana memberikan persetujuannya, Wilfred akhirnya menghubungi Han, meminta pria itu untuk menemui Jeana.
Maka, di sini lah Jeana, duduk di salah satu bangku kafe bernuansa retro yang terletak di daerah Dago. Jam masih menunjukkan pukul empat sore, sehingga para remaja dan kalangan muda belum keluar untuk menikmati malam minggu.
Strawberry milkshake yang Jeana pesan sudah hampir habis setengahnya. Jeana bahkan tidak menyadari ia berulangkali menyesap minumannya untuk menenangkan jantungnya sendiri. Kalau ada Wilfred, mungkin ia bisa merasa lebih tenang, tetapi pria itu memutuskan untuk menunggu saja di dalam mobil agar mereka berdua bisa lebih leluasa berbicara.
Kling!
Bel kecil yang tergantung di pintu kafe berdenting, menandakan adanya tamu yang masuk. Kepala Jeana langsung terangkat, matanya mencari sosok yang baru saja masuk.
Benar saja, pria itu berdiri di sana.
Jeana merasakan jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Han berjalan menghampirinya. Pria yang berusaha ia lupakan tetapi masih menempati ruangan khusus di sudut hatinya. Pria yang entah berapa kali hadir di dalam mimpinya dan membuatnya terbangun dengan pipi basah karena air mata.
Han yang kini duduk di depan Jeana masih tampak sama tampannya seperti beberapa bulan yang lalu. Namun, kali ini, ia mengenakan kemeja yang lebih kasual, bukan setelan formal yang biasa ia kenakan ketika bekerja di Serenity dulu.
Han juga tampak lebih segar dan berisi dibandingkan saat mereka terakhir bertemu. Apakah ini berarti dia sudah dalam kondisi yang lebih baik sekarang karena berada di dekat keluarganya?
Apakah Han... bahagia?
"Hai, lama tidak bertemu," sapa Han membuka pembicaraan sekaligus membuyarkan lamunan Jeana.
Jeana tersenyum lalu menjawab dengan lirih, "...Apa kabar?"
"I've been... good," jawab Reinhan sambil memaksakan sebuah senyuman di wajahnya, sama seperti bagaimana ia memaksakan jawaban barusan.
Han tidak baik-baik saja, tetapi tidak mungkin kan ia mengatakan itu kepada mantan kekasihnya yang akan segera menikah?
Tidak mungkin ia menceritakan bahwa gadis itu masih sering datang ke dalam mimpinya, bahwa ia masih menyimpan foto mereka berdua dan sesekali melihatnya, bahwa ia masih merasa semesta cukup kejam untuk mempermainkan mereka.
"Tidak lama setelah waktu itu, kamu resign?"
Han mengangguk.
"Setelah resign, aku kembali ke sini. Sekarang aku bisa tinggal lebih dekat dengan keluargaku dan membuka kafe sendiri. Aku tidak perlu lagi, kau tahu, melakukan pekerjaan sampingan yang membuatku merasa kotor dan membenci diri sendiri," lanjut Han dengan enteng dan ringan, seolah baru saja bercerita kepada kawan lama.
Jeana tersenyum simpul, berusaha melawan sensasi aneh di dalam dadanya.
Salah satu impian Han untuk membuka kafe sendiri telah terwujud rupanya. Ternyata semesta mendengarkan keinginan Han. Sayang sekali, semesta lupa bahwa Han waktu itu juga meminta agar Jeana berada di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...