Chapter 18

3.5K 340 4
                                    

"Hachiii!"

Wilfred di seberang sana tidak bisa menahan refleks ingin bersinnya. Jujur, kuping Jeana merasa agak pengang mendengar suara itu dalam volume yang cukup keras.

"Maaf, tadi kamu nanya apa?" gumam Wilfred dengan suara yang serak sebelum akhirnya ia kembali bersin.

"Tadi aku nanya, kamu ada di kantor nggak hari ini? Ada titipan dari Mama untukmu," Jeana mengulangi pertanyaannya sambil menjepit ponselnya di antara kepala dan bahunya. Ia lalu menuangkan teh ke dalam cangkirnya dan menyesapnya sambil lalu menyalakan televisi.

Ibunya baru saja kembali dari Tokyo kemarin malam dan langsung memberikan titah untuk mengantarkan oleh-oleh kepada calon menantunya itu. Jeana sempat melongok isi dua buah kantung besar itu. Ada camilan, suplemen, dan barang-barang lainnya.

Jeana sempat mencebik karena mamanya malah memberikan lebih banyak oleh-oleh untuk Wilfred, tetapi ia merasa maklum karena pria itu memang sering memberikan hadiah untuk kedua orang tuanya. Bahkan, Wilfred sempat hendak membelikan satu botol besar tonik ginseng yang katanya usianya sudah lumayan tua. Ketika melihat harganya, Jeana buru-buru menolak ide itu.

"Aku hari ini nggak ngantor. Di apartemen saja..."

"Tumben? Kenapa? Kamu sakit?"

Jeana langsung meletakkan cangkir tehnya dan memusatkan perhatiannya, berusaha mendengar suara tunangannya lebih jelas. Hari ini memang hari Sabtu, tetapi Wilfred punya kebiasaan untuk datang ke kantor setiap Sabtu pagi. Menurut cerita pria itu, ia akan menghabiskan waktu sampai sebelum makan siang untuk membereskan pekerjaan atau sekadar membaca buku dan dokumen.

Wilfred adalah orang yang senang memiliki keteraturan dalam hidupnya. Jeana tahu bahwa jika ia sampai membatalkan kegiatan rutinnya itu, berarti pria itu memiliki kegiatan yang jauh lebih mendesak atau memang tidak bisa melakukannya. Dalam hal ini, sepertinya Wilfred dalam kondisi yang kedua.

"Just a common cold. I should be okay," jawabnya lemah.

"Pasti gara-gara kemarin jasnya kamu pakaikan ke aku, kan? Kamu jadinya basah kuyup."

"Lebih baik daripada kamu yang basah kuyup. Kalau kamu sampai sakit karena kehujanan, aku bakal ngerasa gagal jadi tunangan kamu."

Rasanya dada Jeana menjadi lebih sesak karenanya. Andai saja pria itu tahu bahwa Jeana lah yang lebih pantas disebut sebagai tunangan yang gagal karena malah merasa cemburu terhadap pria lain yang bukan tunangannya.

"Kamu udah makan? Udah minum obat?"

"Nanti aku minta tolong supir aku aja buat beliin..."

"Aku ke sana ya."

"Nggak usah repot-repot."

"Aku maksa! See you later, Sir! Awas ya kalau nggak dibukakan pintu," ucap Jeana sambil buru-buru mematikan sambungan teleponnya.

Jeana langsung bangkit dari sofa dan berlari kecil ke dapur. Ia mulai mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak bubur dan lauk yang bisa ia siapkan dengan cepat. Ia juga mengeluarkan buah-buahan serta beberapa suplemen yang ia simpan. Untung saja kemarin Jeana sudah meminta asisten rumah tangganya untuk mengisi kulkas yang mulai kosong.

Ketika mulai mengeluarkan panci, tangan Jeana terhenti sesaat. Pikirannya melayang kepada seorang pria.

Ya, pria yang kemarin juga basah kuyup karena meminjamkan jasnya untuk seorang wanita yang bukan dirinya.

Apakah pria itu juga mengalami hal yang sama?


***

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang