Chapter 3

7.5K 587 11
                                    

"Perkenalkan, nama saya Wilfred Wiraatmadja," pria tampan dengan wajah tanpa ekspresi yang duduk di hadapan Jeana memperkenalkan dirinya kepada Tandiono sekeluarga.

Seminggu setelah pengumuman dari Papa, keluarga Tandiono dan keluarga Wiraatmadja akhirnya bertemu untuk makan malam bersama di sebuah restoran ternama di sebuah hotel berbintang di daerah pusat. Akhirnya hari ini Jeana bertemu langsung dengan calon tunangannya.

Setelah saling memperkenalkan diri tadi, Jeana dan Wilfred yang duduk berseberangan di meja makan bundar hanya bisa saling bertatapan. Tidak seperti Wilfred yang terang-terangan menatapnya dengan matanya yang dingin dan tajam itu, Jeana hanya bisa diam-diam mencuri pandang ketika pria itu tidak melihatnya.

Harus Jeana akui, Wilfred adalah pria yang tampan walaupun terkesan dingin. Pembawaannya elegan, tutur katanya singkat dan padat, bahkan cenderung hemat. Sejak memperkenalkan diri tadi rasanya ia belum membuka mulutnya lagi. Ia hanya duduk diam menyantap makanannya seperti seorang anak yang diajak paksa ke acara ultah teman orang tuanya.

"Jadi Joshua sedang sibuk menggarap project Serpong Nara Village?" tanya Anton Wiraatmadja dengan mata berbinar kepada Joshua.

Yang ditanya lalu mengangguk pelan dan tersenyum, "Hanya bantu-bantu Papa saja, Om."

"Bantu-bantu apanya, Om dengar kamu project leader-nya dan belum apa-apa semua unitnya sudah sold out!"

Papa yang tanpa sadar dadanya semakin maju karena rasa bangga lalu tertawa puas dan menoleh kepada Wilfred.

"Belum apa-apa dibandingkan Wilfred. Dengar-dengar sekarang Wilfred sudah take over kerjaan kamu? Enak dong sekarang sudah bebas ke mana-mana."

"Yahhh lumayan lah," Om Anton tersenyum lebar. Mata sipitnya semakin menghilang, tertekan oleh pipi yang bergerak-gerak karena tawanya. "Tapi kasihan dia sekarang, pulang malam terus saking sibuknya. Aduh, nanti Jeana tidak bisa sering-sering ketemu Wilfred."

Sebuah senyum tipis terpulas di wajah Jeana yang tidak tahu harus memberikan respon seperti apa.

"Justru bagus, nanti Jeana bisa belajar sama Wilfred bagaimana mengelola bisnis dengan baik. Kosmetik dan FMCG kan tidak jauh berbeda," lanjut Papa semangat, disambut tawa dan anggukan penuh semangat dari Om Anton beserta yang lainnya.

Diam-diam, Jeana mendengus kesal sambil menyesap tehnya.

Lihat ini, bukankah Papa bilang kalau mereka memikirkan Jeana ketika memutuskan perjodohan ini? Hah! Jelas-jelas Papa berbohong. Sekarang Jeana hanya bisa mengusir rasa bosannya sambil pelan-pelan menghabiskan steak di piringnya.

Sama seperti Jeana, Wilfred sepertinya juga tampak tidak tertarik dengan pembicaraan orang tua mereka. Jeana bahkan sesekali menangkapnya mencuri-curi kesempatan untuk menguap.

Walaupun tujuan dari makan malam ini adalah untuk memperkenalkan Jeana dan Wilfred yang akan dijodohkan, nyatanya mereka berdua bahkan belum mengobrol sama sekali. Orang tua mereka terlalu sibuk berbincang soal bisnis masing-masing dan peluang ke depannya jika kedua keluarga menjalin kerjasama.

"Astaga! Kita terlalu banyak mengobrol sendiri. Padahal hari ini seharusnya hari yang spesial untuk Jeana dan Wilfred," akhirnya Tante Sonia tersadar setelah menangkap rasa jenuh dari wajah Jeana yang terus menerus menyesap minumannya hingga tak bersisa.

"Kau benar! Bagaimana kalau kita pisah ruangan saja, biarkan mereka mengobrol berdua," ucap Mama memberikan ide.

"Wilfred, kau ajak lah Jeana ke ruangan sebelah. Kalian bisa mengobrol dulu di sana sambil menghabiskan dessert," lanjut Om Anton, membuat Wilfred bangkit dari kursinya.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang