©Claeria
Jeana meletakkan pisau dan garpunya di atas meja dan menatap Reinhan yang duduk di seberangnya. Hari ini pria itu bertingkah sangat aneh.
Setelah seminggu lebih tidak bertemu, mereka akhirnya memutuskan untuk makan malam di sebuah hotel bintang lima di daerah pusat kota. Namun, bukannya bercerita tentang harinya dengan Jeana seperti biasanya, pria itu sedari tadi diam saja dan menghindari tatapan Jeana.
"Han... "
"Hmm?" gumam Han tanpa melepaskan tatapannya dari steak salmon di piringnya.
"Aku dengar dari Wilfred dia sudah ketemu sama kamu," tanya Jeana sambil melirik ke arah Han, tidak sabar ingin mendengar apa yang terjadi karena Wilfred tidak mau memberitahunya sedikit pun. Rahasia laki-laki, katanya.
"Oh? Iya..."
"Wilfred... bilang apa?"
"Dia bilang ingin bersaing denganku secara sportif. Lucu, bukan?" Han tersenyum dingin.
"Seorang Wilfred Wiraatmadja, taipan papan atas yang perusahaannya ada di mana-mana. Bersaing denganku?" lanjut Han tanpa mengalihkan perhatiannya dari piringnya.
"Han—"
"Kamu juga nggak kalah lucu," Han memotong sebelum Jeana sempat berkomentar.
"Maksudmu?"
Han meletakkan pisau dan garpunya. Ia akhirnya menoleh ke arah Jeana dan menatap gadis itu. Jeana tidak bisa memahami ekspresi Han. Mengapa rasa frustrasi, kesal dan sedih seolah bercampur menjadi satu di sana?
"Kamu tau kan pekerjaan aku apa?" Han melipat tangannya di atas meja. "Pernah nggak sih kamu mikir kalau sejak awal hubungan ini memang nggak mungkin?"
Deg.
Dalam sekejap, jantung Jeana rasanya turun ke lambung. Rasanya persis seperti ketika saat ia menaiki wahana di Dufan, ketika ia dihempaskan dari ketinggian dalam kecepatan tinggi.
Kata-kata Han barusan terasa tidak nyata bagi Jeana. Pertama, ia belum pernah mendengar nada bicara Han sedingin itu. Kedua, ia tidak pernah membayangkan sebelumnya kata-kata itu akan keluar dari mulut Reinhan. Bukankah Han setuju untuk memperjuangkan hubungan ini?
"Jea, aku rasa sebaiknya kita—"
"Stop! Aku nggak mau dengar!" potong Jeana sambil buru-buru menutup kedua telinganya. Ia menggigit bibirnya, berusaha mengatur napasnya dan menahan agar air matanya tidak tumpah.
"Jeana, demi apapun, aku cuma seorang host! Aku bahkan kadang menjual tubuhku sendiri, tidak ada bedanya dengan seorang gigolo!" desis Han setengah berbisik, khawatir tamu lainnya bisa mendengar mereka walaupun jarak antar meja cukup berjauhan.
"Aku siap dengan segala risikonya kalau harus menjalani hubungan dengan seorang host!"
Han mendengus, sebelah ujung bibirnya terangkat, "Apa? Siap? Jeana, kamu nggak tau apa-apa."
"Aku tau kamu, Han. Aku kenal kamu. Aku tau kamu seorang host. Terus kenapa? I'll do whatever it takes for this relationship."
Hening.
Jeana dan Han saling bertatapan, tidak ada yang mau melepas tatapan mereka lebih dahulu, seolah itu adalah sebuah kompetisi. Wajah keduanya memerah, tidak mampu mengendalikan emosi masing-masing. Mereka kini tidak peduli dengan tatapan para tamu lainnya yang dipenuhi rasa ingin tahu.
Tidak lama, Han tersenyum dan memecah keheningan, "Do whatever it takes? Then I'll show you how you actually know nothing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...