Chapter 13

3.5K 361 12
                                    

"So, how do I look?"

Jeana bergerak ke kanan dan kiri, berusaha memberikan tampilan yang lebih jelas kepada Han yang tersambung via video call.

Tidak terasa dua minggu sudah berlalu dan akhirnya tibalah hari pertunangannya dengan Wilfred. Jeana baru saja selesai berdandan. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dengan kepangan kecil di kedua sisinya, tidak lupa dihiasi dengan ornamen berbentuk bunga-bunga kecil yang terbuat dari kristal.

Tubuh ramping Jeana dibalut gaun berwarna pink pastel yang memamerkan bahunya. Han memang memiliki fashion sense yang lumayan bagus, terbukti dari gaun pilihannya ini.

Wilfred? Jangankan memilih, pria itu hanya berkomentar bahwa semua gaunnya terlihat bagus, membuat Jeana mendengus frustrasi ketika mendengarnya. Tampaknya ia tetap akan terlihat biasa saja di mata pria itu sekeras apa pun ia berusaha berdandan.

"Wow..." Han menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak percaya Jeana bisa berubah sedrastis itu. Dengan gaun yang harganya mencapai puluhan juta serta pulasan make up artist ternama, Jeana tampak seperti putri kerajaan yang keluar dari buku dongeng. "Wilfred wouldn't let you go home today."

Jeana langsung merasa wajahnya memanas, ia hanya mampu tertawa kecil, "Thanks for the compliment."

"Nervous?"

"Kelihatan, ya?"

"Don't be. You'll do great."

Jeana mengulum senyumnya, tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari mulut Han, bukannya pria yang ia harapkan ada di sisinya saat ini.

"Ngomong-ngomong, kamu nggak apa-apa telepon aku?"

Han mengecilkan suaranya, takut jika berbicara terlalu keras dan memancing masalah. Apa jadinya jika putri keluarga Tandiono ketahuan sedang menelepon seorang host dari sebuah club di hari sepenting ini? Mungkin besok Han bisa langsung kehilangan mata pencahariannya seketika.

"Nggak masalah. Aku sedang sendirian di sini," jawab Jeana sambil mengedarkan ponselnya ke sekeliling ruangan. Tidak tampak satu orang pun di sana selain dirinya. Para make up artists dan event organizer sudah meninggalkan ruangan, memberikan Jeana privasi yang ia butuhkan untuk menenangkan diri.

"Wilfred?"

"Sibuk dengan laptop dan online meeting-nya di ruangan sebelah."

Ya, sudah hampir satu jam pria itu mengasingkan dirinya di ruangan terpisah dengan laptop dan dan ponselnya.

Delapan puluh persen perhatian Wilfred di hari bersejarah ini tersedot oleh mesin-mesin keramat itu. Walaupun ayah dan ibu Wilfred sudah menegurnya dengan keras, pria itu tetap bersikukuh bahwa ada pekerjaannya yang harus segera diselesaikan dan tiba bisa ditangani oleh karyawannya. Sepertinya tuan muda keluarga Wiraatmadja akan sekarat kalau tidak bekerja barang sehari saja.

"Dia membiarkan calon tunangannya yang secantik ini sendirian? Nggak khawatir akan ada laki-laki jahat yang menculikmu?"

"Siapa? Tidak akan ada yang mau menculikku," jawab Jeana sambil tertawa renyah, menampilkan lesung pipinya yang manis.

Han terkekeh kecil, "Han dari Serenity, misalnya?"

Jeana lagi-lagi tertawa. Han memang sering melemparkan celetukan dan gombalan kecil. Jeana suka itu. Han tidak pernah terdengar murahan atau berlebihan, malahan ia malah membantu suasana di antara mereka menjadi lebih cair.

"Jeana..."

Suara seorang pria beserta ketukan kecil di pintu membuat Jeana terkesiap, begitu pula dengan Han yang bisa mendengarnya di seberang sana.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang