Chapter 15

4K 368 11
                                    

Wilfred menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut.

Kemarin malam, Jeana bersikeras ingin meneleponnya untuk bercerita. Ketika diminta untuk bercerita via chat saja, gadis itu bilang akan menunggu sampai Wilfred punya waktu lowong. Ketika malamnya Wilfred menelepon, Jeana tidak mengangkat panggilannya, bahkan sampai berkali-kali. Lalu, pagi ini, ia malah mengatakan bahwa ia tidak jadi bercerita. Lengkap dengan emoticon tersenyum.

Kenapa wanita begitu membingungkan? Mood mereka bisa berubah begitu cepat, batin Wilfred dalam hati.

"Handphone ditaruh dulu kali," tegur Mika sesaat sebelum menyantap fettucine di piringnya.

Wilfred mengalihkan pandangannya ke Mika yang duduk di seberangnya lalu memasukkan ponsel ke dalam saku jasnya.

Siang ini, tidak seperti biasanya, Wilfred menghabiskan waktu istirahat siangnya untuk makan bersama Mika. Tepatnya, ia dipaksa Mika.

Playboy bertubuh tinggi besar itu tiba-tiba muncul di kantornya, menimbulkan bisik-bisik kagum dari para pegawainya, lalu menyeretnya makan siang bersama. Alasan Mika, ia baru saja selesai meeting di daerah dekat kantor Wilfred dan tidak punya teman makan siang.

"Lagian, kapan lagi kita makan bareng? Lo kan harus dipaksa dulu baru mau luangin waktu buat hal selain pekerjaan!" protes Mika tadi, membuat Wilfred mau tidak mau menurutinya.

Sekarang di sini lah Wilfred, memotong braciole di piringnya. Mika membawanya ke restoran Italia yang Wilfred bahkan tidak tahu letaknya hanya berjarak dua gedung dari kantornya. Biasanya, asisten Wilfred yang menyiapkan makanan untuknya, sehingga ia tidak perlu pusing mencari tempat makan di jam istirahat. Lebih hemat waktu, menurut Wilfred.

"Mikirin apa, sih? Kusut banget muka lo," ucap Mika sambil menyesap air mineralnya.

Jun dulu pernah meledeknya 'Percuma ganteng, banyak duit, minumnya alkohol melulu. Cepet mati lo!' Sejak saat itu, Mika selalu memesan air mineral setiap kali makan di luar.

"Mik, gue mau tanya," Wilfred akhirnya tidak tahan untuk tidak bercerita. Ia meletakkan pisau dan garpunya di atas meja lalu melipat tangan di atas meja.

"Shoot."

"Kemarin Jeana bilang mau cerita sama gue dan mau telepon, tapi gue sibuk. Gue minta dia tunggu sebentar, tapi gue lupa kalau gue ada dinner. Jadi, gue bilang ke dia, kalau urgent, cerita di chat aja. Eh, abis itu gue telepon malah nggak bisa. Tadi pagi dia bilang nggak jadi cerita, katanya nggak apa-apa," cerocos Wilfred.

"Itu kira-kira kenapa, ya, Mik?"

Mika lalu menggeleng pelan sambil menyilangkan tangan di dada. Pria itu lalu memangku dagunya dengan tangan kiri di meja, sementara tangan kanannya memberi gestur kepada Wilfred untuk bergerak mendekat.

Penasaran, Wilfred lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekatkan telinganya ke arah Mika. Wilfred sudah bersiap mendengar kata-kata Mika dengan serius. Namun, Mika malah mengumpat di telinganya, "Itu namanya lo telat, bego!"

"Telat apanya?" Wilfred mengusap telinganya yang terasa pengang mendengar umpatan Mika.

"Dia udah keburu males mau cerita sama lo."

"Kenapa?" tanya Wilfred sambil mengerjapkan matanya, seolah tidak berdosa.

"Ya lo kelamaan! Lagian, susah amat sih luangin waktu buat tunangan sendiri?"

"Ya kalau urusannya penting, dia kan pasti ngomong?"

"Emangnya kalau mau cerita sama tunangan sendiri harus soal urusan penting doang?" nada Mika semakin meninggi.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang