Sambil berlari kecil menuju pintu rumahnya, Jeana berusaha menenangkan dirinya. Menggenggam gagang pintu rumah, gadis itu menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.
Hari ini adalah hari yang ia nantikan sekaligus ia takuti. Ya, hari ini ia akan makan malam dengan Wilfred, berdua saja. Di balik pintu, Wilfred sudah menunggu untuk menjemputnya. Jeana berkali-kali mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, seperti kencannya dengan Han.
Setelah memastikan debaran jantungnya sudah mereda, Jeana lalu menarik gagang pintu dalam genggamannya. Pintu tebal dari kayu jati itu akhirnya terbuka, menampilkan punggung lebar seorang pria yang sedang berdiri sambil bersedekap.
"Will, sudah datang?"
Oke... Kalimat barusan memang terdengar sangat basi. Jelas-jelas Wilfred sudah datang dan berdiri di hadapan Jeana sekarang. Namun, apa boleh buat, Jeana tidak tahu harus mengucapkan apa lagi.
Mendengar suara Jeana, perlahan Wilfred berbalik. Malam itu, Wilfred yang berdiri di hadapan Jeana terlihat lebih segar, ia tidak lagi mengenakan jas formal seperti pada pertemuan pertama mereka. Dada bidang dan bahu lebar Wilfred tercetak jelas walaupun tubuh pria itu dibalut jas kasual berwarna hitam.
Wilfred mengangguk sopan lalu melongok ke dalam rumah, "Orang tua dan kakakmu ada di rumah? Saya harus minta izin dulu ke mereka."
"Oh, kedua orang tuaku sedang ada acara di luar kota. Kak Joshua sedang pergi dengan temannya. Kita bisa langsung berangkat," jawab Jeana santai.
Wilfred mengangguk, pantas saja gadis itu sudah membawa tas tangannya, rupanya mereka tinggal berangkat saja.
"Kalau begitu saya titip ini. Hadiah untuk mereka," ucap Wilfred sambil menyerahkan sebuah paper bag dengan motif ukiran tradisional dengan warna merah dan emas.
"Tidak usah repot-repot. Ngomong-ngomong, ini apa?" tanya Jeana sambil berusaha menerka isi kantong yang bobotnya cukup berat itu.
"Tonik ginseng..."
***
Sejak menyerahkan tonik ginseng hingga kini setelah duduk di dalam mobil, Wilfred belum berbicara sepatah kata pun. Jangankan bertanya tentang kabar Jeana, ia bahkan tidak mengomentari penampilan Jeana malam itu, padahal Jeana sudah mengeluarkan usaha jauh lebih besar daripada saat dinner-nya dengan Han beberapa hari lalu.
Ia mengecek penampilannya di cermin dua kali, berulang kali menanyakan penampilannya kepada para asisten rumah tangganya, bahkan sampai menelepon Viona dan Yemima.
Apakah bajunya tampak tidak cocok? Ataukah rambutnya terlihat aneh? Apa jangan-jangan make up-nya terlalu tebal?
Han bilang biasanya walau hanya basa basi, seorang pria pasti akan memuji penampilan pasangannya dalam momen seperti ini, tapi sepertinya Wilfred adalah sebuah pengecualian. Pria itu hanya terus menyetir dalam diam, seolah akan dikenakan denda jika berbicara.
"Will..." panggil Jeana dengan hati-hati.
"Hmm?"
"Bagaimana penampilanku hari ini?" tanya Jeana penasaran. Ia tidak berharap Wilfred akan memujinya, tetapi setidaknya ia ingin mendengar komentar pria itu.
Wilfred melirik sekilas dan menjawab, "Bagus."
Jeana menatap Wilfred dengan mata membulat penuh harap, masih menunggu kelanjutan dari pujian satu kata itu. Namun, Wilfred tetap tidak mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depan. Sepertinya ia tidak berniat melanjutkan komentarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...