Sepulang kerja, baik Wilfred maupun Jeana langsung berangkat ke kafe yang sudah mereka sepakati, jaraknya kira-kira tidak terlalu jauh dari kantor masing-masing. Kini mereka duduk berhadapan dalam diam, menunggu satu sama lain untuk membuka percakapan. Sudah hampir lima menit keduanya hanya mengaduk minuman masing-masing. Wilfred dengan americano-nya dan Jeana dengan strawberry milkshake-nya.
Melihat tidak ada tanda-tanda Wilfred membuka pembicaraan, Jeana mengepalkan tangannya dan tiba-tiba menundukkan kepalanya, "Aku minta maaf!"
Wilfred terbelalak, tidak menyangka akan melihat tunangannya menundukkan kepala di hadapannya. Belum sempat bertanya, Jeana sudah mengangkat kepalanya dan melanjutkan kata-katanya, "Will, aku minta maaf karena sudah berbohong. Tempo hari ketika kamu menelepon, aku tidak sedang bersama teman-temanku."
Jeana berhenti sejenak untuk menenangkan dirinya sebelum melanjutkan, "Aku.... pergi bersama laki-laki lain." Suaranya lebih terdengar seperti sedang berbisik. Setelah dijalani, ternyata mengakui hal ini kepada Wilfred cukup mengerikan. Jantungnya tidak bisa berhenti berdebar kencang.
Namun, di luar dugaan, Wilfred hanya menatap Jeana dan menjawab dengan tenang, "Aku tahu..."
"...Ya?" Jeana melongo.
"Aku melihatmu bersama laki-laki yang kita temui di pesta pembukaan restoran temanku waktu itu..." lanjut Wilfred sambil mengaduk Americano-nya yang seharusnya tidak perlu diaduk. "Dia... pacarmu?"
Jeana menatap Wilfred dengan ekspresi yang tak terbaca lalu menggeleng. "Bukan. Dia bukan pacarku," jeda sejenak sebelum Jeana melanjutkan, "tapi aku menyukainya..."
Deg.
Sial! Wilfred merasa sesuatu mendidih di dadanya. Ia baru saja menyaksikan tunangannya mengatakan bahwa ia menyukai pria lain. Mendengar itu, Wilfred baru menyadari, kata 'suka' bahkan belum pernah tercetus di antara mereka berdua.
Sama sekali.
"Awalnya, aku memintanya menjadi teman kencanku. Aku yang tidak punya pengalaman dengan laki-laki memintanya membantuku, memberikan aku pengalaman, agar aku bisa bersikap lebih nyaman terhadap kamu..."
Wilfred mengepalkan tangannya, menahan perasaan asing yang menggeliat di dadanya. Wilfred tidak kenal perasaan ini. Namun, ia tahu rasanya lebih menyesakkan daripada saat ia gagal mencapai kesepakatan dengan klien atau mengalami kerugian dengan nilai ratusan juta.
"Tapi aku tidak menyangka. Pelan-pelan perasaanku berubah dengan sendirinya. Aku menyukainya," ucap Jeana mantap sambil beralih menatap mata Wilfred.
Jeana sudah memikirkan hal ini semalaman dan sekarang bukanlah waktu baginya untuk mundur.
"Soal hubungan kita, aku—"
"Bolehkah kamu mendengarkan pendapatku lebih dulu sebelum memutuskan apapun?" ucap Wilfred memotong kalimat Jeana. Mendengar nada tegas pria itu, Jeana hanya bisa mengangguk.
"Setelah melihatmu bersama laki-laki itu, aku sempat berpikir. Haruskah aku menutup mata tentang ini dan membiarkan rencana pernikahan kita berjalan seperti semula?"
"Tapi aku sadar. Aku tidak mau itu terjadi. Kalau akan menikah, aku ingin pernikahan kita didasari rasa cinta satu sama lain," jawab Wilfred sambil menatap mata Jeana dalam-dalam, membuat gadis itu semakin merasa bersalah.
"Aku nggak akan memintamu untuk tinggalin laki-laki itu. Aku juga nggak akan memaksa kamu memilih aku," Wilfred menarik napas lalu mengenggam tangan Jeana di atas meja.
"Jeana, aku cuma minta satu hal darimu. Kasih aku kesempatan."
"Kesempatan?"
"Aku ingin kamu memberiku kesempatan untuk memenangkan hatimu. Bukan sebagai pewaris keluarga Wiraatmadja yang dijodohkan dengan putri keluarga Tandiono, tetapi sebagai laki-laki yang menyukaimu sebagai seorang perempuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...