Jeana menekan password pintu masuk unit apartemen milik Wilfred. Pria itu sendiri yang dengan mudahnya memberitahunya lewat pesan yang ia kirim. Hal itu membuat Jeana merasa... spesial?
Rasanya ia sudah menjadi seseorang yang sungguh pria itu percaya. Akrab. Dekat. Walaupun mungkin nyatanya masih butuh usaha keras bagi mereka untuk sampai ke tahapan dekat yang seharusnya untuk dua orang yang sudah bertunangan.
"Will..." Jeana masuk lalu mengedarkan pandangannya, tidak menemukan siapapun di ruang tengah.
Gadis itu lalu memeriksa dapur dan kamar mandi, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Alam bawah sadar Jeana mulai terasa panik. Apakah terjadi sesuatu pada pria itu?
"Will? Kamu di mana?" desak Jeana, kali ini dengan suara lebih keras.
"Jea? Aku di kamar..."
Sayup, terdengar suara Wilfred yang menjawab dengan sisa tenaganya. Jeana berjalan menuju sumber suara tersebut dan mendapati pria itu terbaring tak berdaya di kasurnya. Wajahnya merah dan terlihat lemah, hilang sudah citra manusia es miliknya.
"Astaga! Will, panas banget!" pekik Jeana setelah menempelkan tangannya di dahi Wilfred. "Ini berapa derajat?"
Will mengangkat bahunya, "Nggak tahu. Aku nggak punya termometer."
"Sudah makan? Sudah minum obat?"
Tidak sanggup menjawab pertanyaan Jeana, Wilfred hanya menggeleng lemah. Melihat itu, Jeana langsung beranjak ke dapur. Tidak berapa lama, gadis itu kembali dengan nampan berisi semangkuk bubur, segelas air, dan obat penurun panas.
Wilfred berhasil memaksa dirinya untuk duduk bersandarkan bantal. Menyadari pria itu begitu kesulitan, Jeana lalu mengambil sendok di atas nampan dan mulai menyodorkan bubur buatannya ke mulut Wilfred.
"Biar aku sendiri aja," protes Wilfred.
"Kamu lagi lemes banget, Will. Let me help you," ucap Jeana sambil menjauhkan sendok dari tangan Wilfred.
"No, I could—"
"Tuan Muda yang terhormat, aku tahu kamu terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, tapi di saat seperti ini tidak ada salahnya bergantung pada bantuan orang lain," oceh Jeana sambil menatap mata sayu Wilfred, "Lagipula, aku bahkan bukan orang lain. Aku tunanganmu."
Sejujurnya, ada sedikit rasa takut dalam diri Jeana kalau-kalau pria itu ngotot menolaknya. Namun, di luar dugaan, Wilfred hanya terdiam. Pria itu lalu membuka mulutnya, menyambut sendok yang diulurkan Jeana, membuat Jeana bernapas lega. Pelan-pelan, ia menghabiskan makanannya sambil disuapi.
Sesudah selesai menyantap makanannya dan minum obat, Wilfred kembali memejamkan matanya. Jeana memerhatikan pria itu sambil duduk di kursi meja kerja Wilfred tepat di sisi ranjangnya. Butiran keringat mulai bercucuran di wajah dan juga tubuh Wilfred, membuat bercak basah pada piyamanya.
"Lengket... Panas..." gumam Wilfred yang lalu membuka matanya kembali.
"Kenapa? Will, kamu butuh apa?"
"Jea, bajuku... tolong..." ucap Wilfred lemah sambil menunjuk lemari bajunya.
Mengerti maksud Wilfred, Jeana langsung mengambilkan kaus bersih dan handuk kecil dari lemari pria itu. Namun, ketika menyodorkannya ke Wilfred, pipi gadis itu memanas.
Ia menyadari Wilfred begitu lemah sampai kesulitan membuka bajunya sendiri. Jemari pria itu berulangkali gagal melepaskan kancing piyamanya sendiri.
Dengan sorot mata yang sayu dan setengah memohon, Wilfred menatapnya, "Tolong bantu aku..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison [COMPLETED]
RomanceDijodohkan dengan Wilfred Wiraatmadja, si manusia es yang dingin dan kaku, membuat Jeana merasa kehilangan harapan untuk mengalami kisah cinta yang indah seperti di novel-novel yang ia baca. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan host papan...