Chapter 37

14.5K 491 49
                                    

©Claeria


"Saya, Wilfred Wiraatmadja, memilih engkau—"

"Nggak usah diulang terus-terusan juga kali!" protes Mika kepada Wilfred yang sedang berdiri di depan cermin dan menatap serius bayangannya di sana.

Hiro melirik sahabatnya itu sambil tertawa geli. Kalau ia tidak salah hitung, ini sudah kali kesepuluh Wilfred melatih janji pernikahannya di depan cermin di ruang hotel.

Di hari yang sakral ini, Wilfred sudah selesai bersiap. Ia sudah mengenakan setelan jas dan sepatunya, rambutnya sudah tertata rapi. Tadi, make up artist yang bertugas juga sudah memoles wajah pria itu tipis-tipis.

Saat bersiap-siap, Wilfred tampak datar dan tenang. Namun, ketika para staf sudah beranjak pergi dan hanya tersisa Wilfred dan ketiga sahabatnya itu di kamar, sang mempelai pria tidak henti-hentinya menunjukkan kegelisahannya. Ia bolak balik menenggak air mineral, pergi ke kamar mandi, dan berlatih di depan cermin.

"Nanti juga ada teksnya di gereja!" Mika melanjutkan protesnya.

Staf wedding organizer sudah berulangkali menjelaskan bahwa Wilfred hanya perlu membaca teks yang telah tersedia dari awal hingga akhir acara. Namun, entah mengapa, pria itu sejak tadi berulang kali merapalkan janji pernikahannya laksana sebuah mantra.

"Nggak apa-apa, Mik. Siapa tau nanti Wilfred salah sebut nama, makanya harus latihan dulu," timpal Jun yang sedang asyik bermain game di ponselnya sambil duduk selonjoran di sofa.

"Nggak usah khawatir, Wilfred nggak akan salah sebut nama. Yang paling berisiko salah sebut nama itu si buaya satu ini," Hiro menunjuk Mika dengan dagunya. "Bisa-bisa nama pengantin wanitanya tertukar sama nama pacar nomor kesekian."

"Sialan, siapa yang buaya?!" Mika melemparkan bantal sofa kepada Hiro yang langsung menghindar, membuat bantal itu menghantam kepala Wilfred.

"Eh, sorry, Will!" seru Mika kaget, pria itu langsung memelototi Hiro yang langsung balas mencibirnya.

Tersentak kaget, Wilfred langsung berhenti mendaraskan hapalannya. Ia lalu menarik napas panjang dan mengembuskannya.

"Kalian benar. Gue seharusnya nggak usah panik dan khawatir. Semua pasti berjalan lancar. Gue nggak akan lupa nama gue maupun nama Jeana. Gue nggak akan bengong di tengah acara. Cincinnya nggak akan ketinggalan— Cincinnya ada di mana ya?"

Melihat Wilfred yang langsung panik dan merogoh seluruh saku di jas dan celananya, Mika, Hiro, dan Jun langsung serempak menggelengkan kepala. Jelas-jelas pria satu ini sungguh panik dan khawatir. Ini pertama kalinya mereka melihat Wilfred seperti cacing kepanasan, tidak bisa diam.

"Cincinnya aman, ada di gue," jawab Hiro menenangkan sambil mengeluarkan kotak cincin berlapis beludru dari saku jasnya. "Tadi kan lo titip ke gue, katanya takut hilang."

Sambil mengelus dada dan mengembuskan napas lega, Wilfred mengangguk-angguk. Ia baru ingat kalau ia memilih Hiro untuk membantu membawakan cincin pernikahannya. Sebagai yang paling rapi dan telaten di antara mereka berempat, Hiro adalah orang yang paling bisa dipercaya untuk tugas satu itu.

"Will, udah lah. Lo sekarang duduk tenang aja, tarik napas, resapi momen-momen terakhir lo sebagai pria belum beristri. Begitu nikah, semua kebebasan lo akan hilang. Masa muda lo akan selesai," oceh Mika.

Wilfred mengernyitkan dahinya heran, "Kenapa begitu? Gue malah merasa excited karena akan memulai bagian baru di hidup gue bersama orang yang gue sayang. Dengan lo menikah, lo bisa merasakan kebahagiaan yang lain."

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang