"Lo gak nyembunyiin sesuatu kan dari gue?"
Deg!
Baru saja selesai meminum obat dan vitamin, Lidya sudah di suguhi pertanyaan yang membuatnya jadi kaku sendiri.
Lidya menyimpan gelas dan membalikkan tubuhnya. Lidya balas menatap Rio yang masih menunggu jawaban darinya.
"Ngga, Lidya ngga nyembunyiin apa-apa dari Kakak. Selama ini kan Lidya selalu terbuka sama Kakak." Jawab Lidya.
Lidya berjalan menghampiri Rio yang tengah duduk di sisi ranjang kasur miliknya. Lidya sudah merasa lebih baik setelah meminum obat dan vitamin.
Lidya mendudukkan dirinya di samping Rio. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Rio.
"Kakak jangan khawatir, tadi Lidya cuma kecapean aja." Kata Lidya sambil tersenyum.
"Tapi Aldo bilang tadi muka lo pucet banget. Mana mimisannya lama lagi. Gak mungkin kan kalau lo cuma kecapean aja?" Balas Rio.
Lidya memalingkan wajahnya. Ia sedang berfikir untuk mencari cara menjawab pertanyaan Rio.
"Udah biasa kok Kak. Sebelumnya juga Lidya pernah kaya gini kok." Kata Lidya masih mencoba untuk meyakinkan Kakaknya.
"Udah biasa?" Beo Rio.
Jika sudah biasa seperti itu, ini tidak bisa di biarkan. Rio tidak bisa diam saja. Atau nanti adiknya akan kenapa-kenapa.
"Lebih baik sekarang kita periksa ke Dokter, biar gue tau juga apa yang buat lo kaya tadi." Kata Rio seraya menarik tangan Lidya untuk bangkit.
Seketika Lidya gelagapan. Rio tidak boleh sampai tau mengenai penyakit yang di idapnya.
"Lidya udah periksa ke Dokter Sahrul Kak, kata Dokter Sahrul juga Lidya gapapa kok." Kata Lidya menolak untuk di ajak ke Dokter.
"Kita ke Dokter lain."
"Tapi Kak--"
"Kenapa lo gak mau? Apa bener lo nyembunyiin sesuatu dari gue?" Tanya Rio curiga.
Lidya semakin gelagapan. Ia tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Lidya masih belum ingin untuk Rio tau semuanya.
"Kak,"
"Ayo Lidya!" Ajak Rio.
Dengan paksa Rio menarik tangan Lidya keluar dari kamarnya. Rio akan mengetahui sendiri apa yang terjadi pada adiknya.
Lidya menyerah. Terserah jika Rio akan mengetahuinya atau tidak. Lidya sudah berusaha untuk menyembunyikan semuanya, tapi Rio tetap saja memaksa.
Tiba-tiba langkah Lidya dan Rio berhenti ketika berada di ruang keluarga. Keduanya menatap seorang lelaki paruh baya yang berdiri tegak di dekat pintu.
"Kamu pergi tanpa izin Papa ternyata untuk menemui dia?" Tanya lelaki paruh baya itu yang ternyata adalah Surya.
"Terserah Rio mau ketemu sama siapa juga. Lagian Rio nemuin adik sendiri, anggota keluarga kita. Emang salah?" Balas Rio.
"Salah besar. Gadis yang kamu anggap adik itu sudah membawa pengaruh buruk untuk keluarga kita. Dia sudah berubah, dia bukan Lidya yang kita kenal lagi." Kata Surya.
"Pa, Lidya--"
"Biar Lidya yang jelasin ke Papa." Potong Lidya cepat.
Lidya melepaskan tangannya dari genggaman Rio. Lalu berjalan perlahan mendekati Surya memasang ekspresi datar.
"Pa maaf kalau Lidya buat Papa kecewa waktu itu. Tapi sekarang Lidya udah di nyatain gak bersalah. Semuanya udah terbukti kalau Lidya gak bersalah dalam hal ini Pa. Jadi Lidya mohon sama Papa untuk tarik perkataan Papa waktu itu tentang Lidya yang bukan anggota keluarga ini lagi. Lidya mohon Pa, Lidya udah gak salah sekarang." Jelas Lidya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Lidya [Revisi]
Teen FictionRevisi WARNING⚠⚠⚠ CERITA DAPAT MEMBUAT ANDA EMOSI⚠SEPERTI BERKATA KASAR DAN MENGUMPAT⚠JADI TOLONG SIAPKAN DIRI SEBELUM MEMBACA⚠⚠⚠ _________________________________________ Anak broken home? Tidak masalah. Selalu jadi yang kedua? Tidak masalah. Di kh...