Part 31

13.2K 1K 48
                                    

"Lo gak ngerti Cla. Lo gak ngerti gimana jadi gue yang menjadi korban keluarga....broken home."

Deg!

Clara merasakan hatinya berdetak tidak karuan. Ia memang tidak tau rasanya menjadi korban anak yang...broken home?

"Di luaran sana banyak banget yang ngira seorang anak broken home itu hidpunya bahagia, karena katanya bisa bebas dari aturan orang tua. Mereka kira kalau anak broken home itu bisa berbuat sesukanya, mereka kira kalau anak broken home itu gak selemah yang mereka kira. Tapi semua itu salah, bahkan sangat salah." Kata Lidya.

Clara hanya diam. Setia mendengarkan perkataan Lidya, karena nyatanya ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Anak broken home itu sebenarnya adalah seorang anak yang sangat menyedihkan, bahkan lebih dari apapun itu. Dan anak broken home adalah anak yang paling lemah. Karena apa? Karena di saat dia masih membutuhkan kehadiran orang tuanya, dia malah harus bertahan seorang diri. Dia gak bisa jadi anak lainnya yang lengkap mendapat kasih sayang dari orang tua. Dia cuma bisa mendapat kasih sayang dari diri sendiri.

Dia rapuh, tapi masih berusaha tegar. Padahal hatinya sudah sangat tidak sanggup menerima semua kenyataan pahit yang mengatakan jika dirinya adalah seorang anak yang paling memyedihka. Dia udah gak berdaya lagi, seakan-akan dunia bahagianya di rampas secara paksa. Dan itu sakitnya sangat luar biasa." Lanjut Lidya.

Seketika air mata Lidya terjatuh. Jujur saja, menjelaskan cerita hidupnya tidak semudah yang di bayangkan. Karena sama saja menambah luka pada hatinya.

"Lo bilang kalau gue gak lemah Cla, tapi salah. Gue sangat lemah." Lirih Lidya.

Lidya menundukkan kepalanya, membiarkan air matanya semakin membasahi kedua pipinya.

"Gue sangat lemah Cla. Di usia remaja ini yang seharusnya di isi dengan kebahagiaan malah harus di isi dengan kesedihan. Lo gak tau betapa hancurnya hidup gue. Lo gak tau betapa rapuhnya diri gue. Dan lo gak akan pernah merasakannya. Merasakan penderitaan yang selama ini gue tanggung sendiri.

Ingin banget rasanya ngeluh capek menghadapi dunia yang sangat kejam, meenerima permainan semesta yang bercanda akan tadkir gue. Tapi gak bisa Cla, gue gak bisa ngeluhin itu semua. Karena keluhan gue gak akan pernah di denger siapapun, hidup gue gak akan berubah sesering apapun gue mengeluh. Ngga akan Cla, hiks..."

"Lid,"

Clara menggapai tangan Lidya untuk di genggam. Ia merasa sakit hati sendiri melihat Lidya menangis sampai terisak seperti itu. Tapi Clara juga tidak tau apa yang harus ia perbuat untuk menenangkan Lidya.

"Gue, gue cuma bisa nangis. Dan nangis pun saat kegelapan, kesunyian dan kesepian menghampiri gue. Karena kalau sampai gue nangis saat kegelapan, kesunyian, dan kesepian itu gak ada pastinya gue akan di anggap lemah. Gue akan di anggap sebagai anak yang gak bersyukur. Mereka semua akan menganggap gue lemah Cla. Hiks...hiks...hiks..."

Lidya menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Ia sudah tidak sanggup untuk menahan tangisannya. Ia memang terlalu lemah. Akui saja itu.

Di sisi lain Clara ikut meneteskan air matanya. Ia ikut sedih melihat Lidya yang menangis seperti itu.

Lidya menghapus air matanya menyadari jika sekarang ia sedang berada di tempat umum. Lidya harus tegar.

Cerita Lidya [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang