Sudah 2 hari Lidya tidak bersekolah. Pulang dari Surabaya Lidya langsung jatuh sakit, maka dari itu Lidya tidak bersekolah untuk beberapa hari.
Selama di rumah Lidya tidak banyak melakukan aktivitas yang membuat dirinya lelah. Karena belakangan ini entah mengapa Lidya merasa selalu lelah, padahal Lidya hanya melakukan pekerjaan ringan.
Setiap kali pun Lidya selalu merasa pusing berat pada kepalanya. Pusing yang akhir-akhir ini Lidya rasakan sangat mengganggu konsentrasi Lidya.
Beberapa kali Lidya hampir jatuh pingsan jika dirinya tidak langsung beristirahat. Semuanya jadi sulit Lidya lakukan jika kondisi tubuhnya lemah seperti ini.
Sebenarnya Lidya sudah berencana untuk pergi ke rumah sakit dan menemui Dokter langganan keluarganya.
Lidya hanya ingin memeriksa diri dan memastikan penyakit apa yang belakangan ini selalu mengganggu dirinya sendiri.
Sudah 5 kali atau mungkin lebih Lidya mimisan. Dan saat mimisan itulah yang membuat kepala Lidya selalu pusing berat. Berakhir tubuh Lidya yang semakin lemah.
Lidya tidak suka seperti ini terus. Banyak hal yang harus ia lakukan. Salah satunya menemui Reyhan yang sudah pulang dari Bandung.
Mencoba untuk menghubungi Reyhan pun tidak bisa. Nyatanya nomor Lidya masih di blokir dan belum di buka.
Lidya mendesah lelah. Sedang sakit seperti ini masih saja banyak masalah yang menimpanya.
Apa yang harus di lakukan oleh dirinya agar masalah berhenti mendatanginya untuk sesaat saja? Haruskah Lidya tidak bernafas dulu agar hidupnya benar-benar terlepas dari masalah?
Lidya melirik jam dinding di kamarnya. Pukul segini sekolahnya pasti sudah bubar. Jadi Lidya bisa menelfon Sera dan Nessa untuk datang kesini.
Ketika Lidya hendak menggapai ponselnya di atas nakas tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan menampilkan kedua orang yang sedang Lidya fikirkan.
"Lidya!!!"
Sera dan Nessa langsung berhambur memeluk tubuh Lidya begitu erat, sampai-sampai Lidya sesak nafas.
"Lepas bego! Gue lagi sakit!" Sentak Lidya seraya mendorong tubuh Sera dan Nessa agar menjauh darinya.
Sera mencebik. "Kita tuh kangen tau." Kata Sera.
"Iya. Lagian lo lagi, kenapa baru ngabarin kita kalau lo sakit?"
Lidya terkekeh. "Kan gue baru pulang dari Surabaya, jadi baru sempet ngabarin lo berdua," jawab Lidya.
"Lo sakit apa? Kok mukanya pucet banget kaya gitu?" Tanya Sera seraya duduk di tepi kasur Lidya di ikuti oleh Nessa.
"Cuma kecapean aja kok," jawab Lidya sekenanya.
Memang benar bukan jika Lidya sakit karena kecapean? Jadi Lidya tidak sepenuhnya berbohong.
"Tunggu."
Tiba-tiba tangan Nessa menangkup kedua pipi Lidya membuat sang empunya seketika meringis. Karena pipinya masih belum sembuh dari luka lebam akibat tamparan waktu itu.
"Ini pipi lo kenapa? Dua-duanya kok warna ungu kaya gini? Lo di tampar siapa Lid? Gue yakin ini bekas tamparan! Kasih tau gue lo di tampar siapa?" Semprot Nessa heboh.
Lidya diam. Alasan apa yang harus Lidya berikan untuk mengelak dari pertanyaan Nessa? Pasalnya Nessa sudah tau betul jika lebam pada pipinya di sebabkan oleh tamparan.
Tapi jika Lidya menjawab jika dirinya memang di tampar, pasti nanti Nessa akan bertanya lebih lanjut. Belum lagi Sera yang akan ikut bertanya. Semakin rumit saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Lidya [Revisi]
Teen FictionRevisi WARNING⚠⚠⚠ CERITA DAPAT MEMBUAT ANDA EMOSI⚠SEPERTI BERKATA KASAR DAN MENGUMPAT⚠JADI TOLONG SIAPKAN DIRI SEBELUM MEMBACA⚠⚠⚠ _________________________________________ Anak broken home? Tidak masalah. Selalu jadi yang kedua? Tidak masalah. Di kh...