••••••
Lidya berdiri ketika melihat pintu ruang kepala sekolah terbuka dan menampilkan Reyhan dengan senyuman manisnya membalas tatapan Lidya. Lidya membalas senyuman Reyhan dengan tersenyum tipis.
Reyhan berjalan menghampiri Lidya yang terlihat canggung. Penyebabnya mudah di jawab, karena kejadian kemarin yang membuat Lidya terasa canggung dengan Reyhan.
"Udah istirahat?" Tanya Reyhan.
Lidya menggeleng pelan. "Nunggu kamu." Jawab Lidya.
"Lama gak?"
"Ngga. Bel masuk juga belum bunyi." Kata Lidya.
Reyhan mengangguk. Kemudian lelaki itu menggandeng tangan Lidya dan menariknya untuk pergi dari ruangan kepala sekolah.
"Kena skorsing atau dapet surat panggilan?" Tanya Lidya.
"Kena surat peringatan aja kok."
"Oh. Ke UKS bentar yuk?" Ajak Lidya.
"Mau apa?" Tanya Reyhan.
"Mau obatin luka kamulah." Jawab Lidya.
"Gak usah, aku cuma kena tonjokan sekali."
"Mau buat aku gak marah?"
"Yaudah iya."
Reyhan membelokkan kakinya ke arah ruangan UKS. Niatnya untuk membawa Lidya ke kantin di urungkan lebih dulu.
Sesampainya di UKS, Reyhan duduk di atas brankar. Sedangkan Lidya berjalan menuju lemari tempat menyimpan bermacam obat.
Setelah mendapatkan apa yang si butuhkan, Lidya berjalan ke arah brankar dan duduk di samping Reyhan.
Lidya menuangkan cairan putih pada kapas. Kemudian Lidya menatap sudut bibir Reyhan yang terdapat darah kering dan juga luka.
Pelan-pelan Lidya mulai mengobati luka di sudut bibir Reyhan dengan telaten. Sedangkan Reyhan hanya diam sambil memperhatikan wajah cantik Lidya dari dekat.
"Cantik." Gumam Reyhan yang dapat di dengar Lidya.
"Hah?" Lidya mengerjap polos.
"Kamu can--" perkataan Reyhan seketika terjeda. Mata Reyhan menatap tangan Lidya yang di perban. "Lid tangan kamu kenapa?" Tanya Reyhan langsung menarik tangan kanan Lidya yang sedang mengobati lukanya.
Lidya menarik tangannya lagi dengan pelan, lalu menggeleng singkat. "Gapapa." Jawab Lidya.
"Jangan bo—"
"Reyhan!"
Kedua manusia itu kompak menoleh ketika mendengar seruan seseorang. Clara datang dengan raut wajah khawatir berjalan menghampiri Reyhan. Reyhan yang melihat kehadiran Clara sontak terkejut. Seharusnya gadis itu beristirahat di kelasnya.
"Clara kamu kenapa kesini?" Tanya Reyhan turun dari brankar.
Reyhan menarik tangan Clara untuk duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Seketika Reyhan melupakan kehadiran Lidya.
"Aku khawatir sama kamu. Bang Daniel bilang tadi kamu di tonjok ya? Mana yang kena tonjok?" Tanya Clara heboh sambil memeriksa wajah Reyhan.
Reyhan menghentikan pergerakan Clara. Ia memegang tangan Clara dan menampilkan senyuman manisnya.
"Aku gapapa. Harusnya aku yang khawatir sama kamu. Kenapa kamu disini? Kamu kan lagi istirahat di kelas. Kepala kamu masih pusing kan?"
"Ngga kok Rey, aku baik-baik aja. Makasih udah mau ngebela aku mati-matian ya." Kata Clara menatap dalam mata Reyhan.
Lidya lagi-lagi hanya bisa tersenyum kecut. Lidya berjalan dan menyimpan obat bekas mengobati luka Reyhan.
Ketika membalikkan tubuh, ia mendapati Daniel yang berdiri tepat di hadapannya. Pemuda itu menyunggingkan senyum yang Lidya tau adalah senyum kebencian.
"Ngapain di sini?" Tanya Daniel dengan alis terangkat.
"Bukan urusan lo," jawab Lidya ketus.
Lidya dan Daniel adalah musuh bebuyutan. Karena Daniel yang selalu menganggapnya saingan.
Sejak dulu mereka tidak akur. Banyak orang tau jika Lidya dan Daniel adalah dua manusia yang selalu bersaing dalam hal akademik.
Itu mengapa Daniel begitu membenci kehadiran Lidya. Dan menjadikan kedekatan Reyhan juga Clara sebagai senjata untuk menghancurkan Lidya.
"Belum nyerah juga jadi perempuan bodoh?" Tanya Daniel sarkastik.
"Belum. Selagi mampu gue bakal terus maju," balas Lidya tegas.
Daniel berdecih. "Lo bakal kalah ujung-ujungnya. Punya apa lo?"
Lidya diam sebentar. "Gue punya nyali yang besar."
"Lo cuma perempuan lemah Lidya," tekan Daniel.
"Lo--"
"Lo manusia munafik." Daniel menatap Lidya prihatin. "Selalu berusaha keliatan manusia paling beruntung, padahal gue tau hidup lo teramat menyedihkan."
Kedua tangan Lidya mengepal. Ia menatap Daniel marah, tapi berusaha menahan diri.
"Lo gak tau apa-apa tentang gue."
"Emang." Daniel berjalan mendekat. "Tapi gue tau kalau lo perempuan yang haus kasih sayang dan perhatian."
Hati Lidya mencelos. Sakit bukan main mendengarnya. Selalu kalah jika berdebat dengan laki-laki yang memiliki banyak kalimat menyakitkan.
"Lo juga bakal kalah sama hubungan Reyhan dan adik gue," ucapnya sarkastik. "Jangan merasa paling penting di kehidupan Reyhan. Karena lo gak pernah berarti apa-apa."
Lidya menghela nafas. "Mulut lo jahat."
Lidya beranjak pergi. Percuma jika terus menghadapi Daniel, ia akan terus kalah dan berakhir lemah di hadapan laki-laki itu.
Reyhan yang masih mengobrol dengan Clara mendongak. Menautkan alis melihat kehadiran Daniel, tapi tidak ada kehadiran kekasihnya.
"Lidya mana?" Tanya Reyhan sembari turun dari ranjang. "Lo apain pacar gue?"
Daniel mengangkat bahu. "Gak gue apa-apain."
Reyhan mengumpat. Ia segera pergi meninggalkan Daniel dan Clara di UKS. Merutuki diri sendiri, karena membiarkan Lidya pergi begitu saja.
"Kak," Clara menatap Daniel lalu menghela nafas panjang.
"Buat dia sadar diri kalau hidupnya gak sepenting itu di hidup orang lain."
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Lidya [Revisi]
Teen FictionRevisi WARNING⚠⚠⚠ CERITA DAPAT MEMBUAT ANDA EMOSI⚠SEPERTI BERKATA KASAR DAN MENGUMPAT⚠JADI TOLONG SIAPKAN DIRI SEBELUM MEMBACA⚠⚠⚠ _________________________________________ Anak broken home? Tidak masalah. Selalu jadi yang kedua? Tidak masalah. Di kh...