4. Sayap Yang Patah

7.2K 477 13
                                    

Skara menaiki anak tangga untuk menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Dia membuka pintu kamarnya lalu melangkah menuju ke balkon. Skara mengacak rambutnya kasar, tangannya terlihat mengepal kuat. Dia mengurai kepalan tangannya lantas mencengkeram railing balkon dengan arah pandang yang tertuju ke bawah. Begitu tinggi posisi Skara sekarang dengan tanah.

"ARGGHH!!!" Skara berteriak sekencang-kencangnya untuk melepas segala rasa kecewa, hampa dan sedih yang  bergelayut di hatinya. Tidak dapat dipungkiri, pikiran Skara sedang kalut dan banyak masalah yang sedang berkecamuk di isi kepalanya.

Skara memejamkan kedua matanya seraya merentangkan kedua tangannya untuk menikmati setiap hembusan angin yang menerpa seluruh tubuhnya. Begitu tenang, namun tidak dengan perasaannya. Bukan lebay, tetapi dia merasa kecewa ketika kenyataan pahit tentang dirinya dirahasiakan oleh Fatmah—orang yang menjadi kepercayaan sekaligus alasan Skara untuk bertahan dan tetap pulang ke rumah.

"Kenapa gue gak konek? Sebego itu gue?" Memang sebelum pelantikan osis dilaksanakan, Skara sempat melakukan pemeriksaan kesehatannya yang akhir-akhir ini menurun, namun hasil yang diberikan kepada Skara menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

"Cih..., ternyata semuanya palsu!"

Beberapa menit kemudian, Skara kembali memasuki kamarnya. Dia melepaskan kaos putih yang dikenakannya dengan maksud untuk mengganti plester luka yang tertempel pada seluruh punggung dan bahunya. Kedua kakinya melangkah menuju cermin besar yang berada di dekat pintu. Skara memantulkan tubuhnya di cermin agar bisa melepas plester itu dengan sedikit mudah.

"Arrggh!" Skara mengerang kesakitan karena luka-luka ditubuhnya bekas cambukan kemarin masih basah.

Mendengar suara ketukan pintu dari arah luar kamarnya, Skara cepat-cepat meraih kaosnya lalu kembali mengenakannya. Dengan lunglai, Skara berjalan menuju ke arah pintu lalu membukanya. Dia mendapati Fatmah yang tengah berdiri dengan membawa penampan berisi roti tawar dan susu yang biasa setiap malam Fatmah bawakan untuknya.

"Roti tawar kupas sama selai strawberry kesukaan Den Skara seperti biasanya." ucap Fatmah dengan senyuman yang merekah.

"Ya. Terimakasih." Skara menerima penampan itu dengan raut wajah lesu, tidak seantusias biasanya. Laki-laki itu langsung membalikkan tubuhnya lalu melenggang dari hadapan Fatmah.

Fatmah mengernyitkan dahinya. Lalu, dia berjalan untuk mendekati Skara. "Aden lagi punya masalah sama Tuan atau Nyonya?" tanya Fatmah.

Skara sontak membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Fatmah. "Tidak." jawabnya dengan ketus.

"Bibi tahu kamu ada masalah, Nak."

Skara mengembuskan napasnya pasrah. Dia menaruh penampan di atas nakas. "Yang masalah itu hasil dan ucapan Dokter dua minggu lalu tentang kondisi kesehatan saya."

Fatmah terkejut mendengarnya. "A-Aden sudah tahu?" tanya Fatmah dengan nada terbata-bata.

Skara mengangguk sebagai jawaban.

"Maaf, Den... Bibi gak bermaksud untuk—"

"Yang salah saya karena terlalu bodoh tidak bisa memahami kondisi tubuh saya yang lemah ini."

"Den...."

"Sebaiknya Bibi keluar saja daripada akhirnya kita berdebat. Terimakasih sudah mengantar saya pergi ke rumah sakit, saya harap tidak ada yang tahu lagi selain kita berdua." serobot Skara tanpa mau mendengar penjelasan apapun dari Fatmah.

"Mereka semua sudah tahu, Den. Maaf...."

Mendengar hal itu, Skara langsung tersenyum kecut dengan tatapan kosong. "Berarti hanya saya disini yang dibohongi."

ALASKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang