Skara berdiri menatap langit malam yang gelap tanpa setitik sinar di sana. Sama seperti hatinya yang tengah kacau karena masalah menghantamnya bertubi-tubi. Fase pendewasaan memang tidak seindah masa kecil. Untuk tumbuh, terkadang perlu adanya luka terlebih dahulu. Ya..., Skara sedang merasakan fase itu.
"Sebenarnya gue gak benci lo, Dim..., gue cuma benci sama keadaan. Yah, mungkin bisa di bilang gue kakak yang egois, tapi sakit Dim jadi gue, sakit...." Skara berbalik badan, menyandarkan tubuhnya di railing balkon. Pandangan Skara lurus ke depan dengan tatapan kosong pada mata sayunya.
"Abang curang, huuuu...."
Skara dan Dimas kecil sedang bermain bola di taman belakang rumah. Mereka terlihat sangat asik ketika saling berebut bola. Tentunya tidak ada suasana tegang, hanya ada senyuman merekah diantara bibir keduanya.
"Ayo rebut bolanya, Dim."
Dimas hendak merebut bola Skara tetapi tidak sengaja kaki Skara menghalangi kaki Dimas hingga adiknya itu tersandung dan terjerembab ke tanah.
Dimas mengerang kesakitan. Dia menangis karena lututnya terluka.
"APA YANG KAMU LAKUKAN, SKA?" teriak Sarah sambil berjalan cepat menghampiri Skara dan Dimas.
"Mamah...." Skara kecil yang berjongkok untuk menenangkan Dimas, lantas berdiri ketika Sarah menjewer telinganya.
"Sakit, mah...." Skara merengek sambil berusaha menyingkirkan tangan Sarah dari telinganya yang mulai memerah.
"Kamu apakan Dimas sampai lututnya berdarah seperti itu?" tanya Sarah.
"Abang gak salah mah, Dimas yang celoboh," kata Dimas.
Sarah melepas tangannya dari telinga Skara kemudian atensinya beralih pada Dimas. Sarah cepat-cepat menggendong Dimas.
"Kalau kamu buat Dimas luka lagi, mamah bakal hukum kamu, Skara!" Sarah berjalan melewati Skara dengan tatapan bengis.
Lamunan Skara buyar ketika mendengar bunyi petasan. Lantas atensinya beralih pada langit gelap yang mulai bercahaya karena percikan kembang api yang begitu indah. Ia menyapu pandangannya ke bawah tepatnya ke arah kolam renang.
"Abang ajalin Dimas belenang, ayo!" ajak Dimas. Suaranya masih cadel karena dia masih berusia lima tahun. Beda dua tahun dari Skara.
"Nanti mamah sama papah marah."
"Enggak, abang. Ayo ajalin Dimas belenang." Rengek Dimas sembari menarik-tarik tangan Skara.
"Iya-iya Abang ajarin."
Skara dan Dimas masuk ke dalam kolam renang. Sesuai janji, Skara mulai mempraktikan bagaimana caranya berenang dengan baik dan benar.
Dimas langsung menangkap apa yang diajarkan oleh Skara dan dia langsung mempraktikannya. Tetapi, beberapa menit kemudian, tubuh Dimas mulai tidak seimbang di dalam air, selisih detik dia tenggelam ke dalam kolam renang yang lumayan tinggi itu.
"DIMAS!" Skara panik bukan main, dia langsung terjun untuk menyelamatkan adik satu-satunya. Kalau kedua orang tuanya tahu pasti dia akan....
"SKARA! DIMAS KENAPA?
Herman langsung terjun ke dalam kolam renang lalu menggendong tubuh Dimas untuk keluar dari dalam kolam renang itu. Herman sangat panik ketika melihat Dimas tidak tersadarkan diri. Dia langsung memompa dada anaknya.
Beberapa menit setelahnya, Dimas memuncratkan air dari mulutnya lalu perlahan membuka matanya.
"Dimas? Kamu gak apa-apa, kan?" tanya Herman yang langsung menarik Dimas dalam dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...