Miaw....
Kucing kesayangan Skara seolah memanggil laki-laki itu yang terlihat tengah melamun di balkon. Lantas, Skara membalikkan tubuhnya lalu menarik kucing tersebut ke dalam pelukannya. Skara mencium bulu berwarna putih dari kucing itu. "Kamu lapar ya?" tanya Skara, gemas.
Skara berjalan ke arah ruangan yang disediakan untuk tempat kucingnya beristirahat. Skara mengambil makanan di atas lemari khusus untuk tempat penyimpanan makanan dan barang-barang kucingnya. Sejurus kemudian, Skara menaruh makanan kucing itu ke wadah.
Kucing tersebut langsung menyantapnya dengan cepat. Miaw..., miaw.... Seolah, kucing itu mengucapkan kata terima kasih kepada Skara.
"Makan yang banyak, Ais." ucap Skara pada kucingnya yang dia beri nama Daisy, lalu mengusap-usap bulunya dengan penuh rasa sayang.
"Anggap saya orang tua kamu ya, Ais. Biar kamu gak ngerasain hampa kayak saya."
Di tengah-tengah keseruan Skara bermain dengan kucingnya, Dimas tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Skara. Laki-laki itu berteriak memanggil sang kakak.
"Bang Ska!" Dimas memeluk Skara dengan heboh dari arah belakang.
Skara terperanjat kaget hingga kucing yang ia gendong terjatuh ke lantai. Wajah Skara yang semula tenang, kini menjadi tegang di tambah kepanikannya terhadap Daisy. "AIS!" Skara merendahkan lututnya kemudian membopong tubuh mungil Daisy.
"Kurang ajar lo, Dim! Kalau Daisy kenapa-kenapa lo mau tanggungjawab, hah?" cecar Skara dengan nada membentak. Suaranya begitu keras dan menggelegar hingga mampu menembus ke arah luar ruangan karena pintu kamarnya terbuka lebar.
"Maaf Bang, Dimas gak sengaja."
"Pergi lo!" tangan kanan Skara mendorong tubuh Dimas hingga adiknya itu tersungkur ke lantai.
Tepat saat itu juga, Sarah yang berniat untuk ke kamar Dimas, kini malah masuk ke kamar Skara karena mendengar keributan dari arah depan. Sarah langsung berlari ke arah Dimas ketika melihat anaknya itu duduk di lantai. "Dimas." Sarah begitu panik.
Setelah membantu Dimas berdiri, Sarah memperlihatkan tatapan tajam yang menghunus ke arah Skara. Sarah benar-benar terlihat murka. "Beraninya kamu dorong Dimas, Ska!"
"Dimas yang cari gara-gara sama saya duluan."
"Dimas gak sengaja, Bang. Maaf...." Dimas menundukkan kepalanya dalam. Dia benar-benar menyesali perbuatannya.
"Kucing ini berarti buat saya. Siapapun yang membuatnya merasa sakit atau terluka, saya akan turun tangan." ujar Skara dengan nada tegas. Dia tidak lebay, tetapi Skara benar-benar menyayangi kucingnya dengan tulus. Karena kucing itu, nasibnya sama persis dengan dirinya.
"Itu cuma seekor kucing menjijikan, Skara. Dan yang kamu dorong itu adik kamu sendiri!" murka Sarah tak habis pikir.
"Saya tidak peduli!" sela Skara cepat. "Mending kalian berdua keluar dari kamar saya. Daripada melanjutkan berdebat yang tidak penting."
"Kurang ajar kamu, Ska!" Sarah melayangkan tamparan sekeras mungkin ke arah pipi Skara.
******
Di meja makan yang cukup panjang, Skara terduduk diantara beberapa kursi yang masih kosong. Di sana, ada keluarganya yang tengah menyantap makanan bersama. Tidak ada percakapan, hanya ada bunyi dentingan piring dengan sendok yang menyelimuti suasana makan malam mereka. Hal ini sudah biasa bagi Skara. Rumahnya tidak sehangat ketika Skara berada di markas Alaskar Geng. Mereka duduk bersama, namun setiap hari terasa asing. Jika ada pembahasan pun, itu pembahasan tentang dirinya dengan Dimas yang selalu saja berbeda di mata Sarah dan Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...