16. Peduli Tapi Gengsi

3.9K 313 168
                                    

Sekarang Skara dan Shenna telah dibawa ke rumah sakit terdekat dari jarak Smk Nusa Jaya. Mereka sama-sama belum tersadarkan diri. Shenna sempat pingsan sebelum dirinya dibawa ke rumah sakit karena melihat banyaknya lumuran darah Skara. Tentu, gadis itu sangat syok dengan kejadian tersebut. Apalagi, nyawa Skara terancam karena menyelamatkannya.

Mata Shenna yang tertutup rapat, perlahan terbuka. Satu tangannya terangkat memijat keningnya yang terasa pusing. Di tambah, bau obat-obatan yang begitu menyengat dan tidak pernah Shenna suka. Shenna menggeliat ketika berhasil menetralisir rasa peningnya.

"Askaratan." sebutnya panik. Dia menengok ke arah samping. Kebetulan gorden pasien sebelah sedikit terbuka, menampakkan wajah Skara yang masih terlelap dalam pingsannya.

Shenna segera turun dari brankar lalu menuju ke tempat Skara terbaring lemah. Dia langsung meraih jari-jemari Skara setelah duduk di kursi sebelah brankar. Shenna menenggelamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang tergenggam dengan tangan Skara. "Aska gue takut...."

Shenna mengangkat pandangannya, menatap Skara sendu. Terlihat matanya yang mulai berkaca-kaca. "Gue takut kehilangan lo, Ska." Detik itu juga, air matanya meluruh bersama dengan isak tangis yang mulai terdengar.

"Bangun, Ska. Gue gak mau lo kenapa-kenapa."

Ruangan itu cukup bising oleh suara pasien-pasien lainnya. Tetapi Skara belum juga membuka matanya.

Sedangkan Shenna, tenggelam dalam tangisnya. Tangannya terus menggenggam erat jemari Skara. Berharap, jemari itu akan bergerak sebagai isyarat bahwa laki-laki itu telah tersadarkan diri.

"Kenapa lo nyaman banget tidurnya? Kenapa lo gak mau bangun?" Shenna berusaha menyeka air matanya sambil menarik napas dalam-dalam.

"Lo manis kalau lagi gak sadar gini, lo lucu. Tapi... Gue lebih suka lo sadar meskipun lo ngeselin." tak henti-hentinya bibir itu bermonolog meskipun tidak ada sahutan dari orang yang diajak berbicara. Shenna belum pernah merasakan sakit seperti ini setelah rasa sakitnya dulu kehilangan sang Ayah dan Kakaknya.

"Na? Lo nangis?" tanya Skara dengan bibir yang bergetar. Dia baru saja terbangun dari pingsannya.

Mendengar suara yang dinantikan, Shenna langsung mengangkat kepalanya lalu menatap Skara dengan senyum yang merekah, matanya terlihat berbinar-binar meskipun masih dilapisi sedikit kaca. "Askaratan!" pekik Shenna, girang. Sejurus kemudian, dia memeluk tubuh Skara dengan erat. Begitu erat, sampai sang pemilik tubuh kesulitan bernapas. "Akhirnya lo sadar, Ska. Gue seneng banget."

Skara terperanjat kaget. Jantungnya mendadak berdetak kencang. Tak mau gadis itu mendengar degup jantungnya, cepat-cepat dia menjauhkan tubuh Shenna darinya. "Sakit, hm." kilah Skara.

"Maaf."

Skara tersenyum tipis sebagai jawaban. Lalu mengamati tubuh gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Lo gak apa-apa kan, Na? Tadi gue dorongnya kenceng banget ya? Maaf."

"Enggak, Aska. Makasih banyak lo udah bantuin gue." Shenna refleks menarik tangan Skara untuk di usapnya dengan lembut.

Suhu udara disekitar Skara mendadak panas ketika tangannya disentuh oleh Shenna. Hanya seperti itu, tapi Skara benar-benar merasa gugup bahkan salah tingkah sendiri. "Cinta emang aneh." celetuknya tanpa sadar.

"Ha? Lo ngomong apa tadi?" tanya Shenna sambil mendongak. Alisnya bergerak naik turun. Tatapannya seperti menelisik, penuh tanya.

"Ah? Em—jangan sentuh gue nanti tangan gue karatan!" jawab Skara gugup.

Shenna mencebikkan bibirnya. Menepis kasar tangan Skara yang sedang di genggamnya. "Dih, lo kira gue mau pegang tangan lo? Gue juga alergi."

"Yakin alergi? Suatu saat lo bakal kangen sama tangan gue, Na."

ALASKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang