"Pelan-pelan, sakit somplak!" celetuk Shenna sembari menepis tangan Skara dari wajahnya. Laki-laki itu sedang membersihkan luka Shenna, tetapi pergerakannya sangat kasar, tidak telaten dan hati-hati.
"Lebay! Katanya anak karate, sakit gitu biasa." timpal Skara.
"Tapi gue kan perempuan, Askaratan! Lagian lo ngobatin luka gue kayak orang lagi nonjok," gerutu Shenna, bibirnya mengerucut sebal.
"Diem atau mau gue patahin lidah lo?" ancam Skara terlihat serius.
Shenna memutar bola matanya malas, menjulurkan lidahnya dengan tangan yang seolah-olah ingin mematahkan leher. "Sebelum lo patahin lidah gue, leher lo duluan yang bakal gue patahin!"
"Gue bilang diem, Na! Atau gue bakal sumpal mulut lo!" cecar Skara.
Nyenyenye.... Mulut Shenna berkomat-kamit meledek laki-laki di hadapannya.
Kesabaran Skara yang memang setipis tisu itupun hampir saja meremat bibir Shenna menggunakan tangannya, untung saja dia berusaha sabar dengan mengukir senyuman palsu. Ini semua dia lakukan semata-mata hanya karena ingin diajari beladiri oleh gadis itu. Sebenarnya bisa saja dia menyewa seorang ahli karate untuk mengajarinya beladiri, tetapi dia lebih bisa menangkap ilmu dari orang yang sudah dikenal karena tentu dalam mempelajarinya, dia tidak akan canggung.
"Iya udah Tuan Putri, Skara yang ganteng ini mau ngobatin Tuan Putri dengan SANGAT HATI-HATI," ucap Skara, mimik wajahnya begitu terpaksa dengan senyum yang dibuat-buat.
Skara pun mulai membersihkan luka itu menggunakan kapas. Setelah selesai, Skara meniup lukanya sambil mengusapnya pelan, selanjutnya dia tempelkan plester pada lukanya. "Udah selesai. Gak sakit, kan?" tanya Skara sambil mengangkat pandangannya untuk menatap Shenna. Rupanya, sedari tadi, gadis itu memperhatikan wajah Skara, hingga saat Skara mengangkat pandangannya, kedua bola mata mereka masing-masing saling bertemu, menatap dalam hingga beberapa detik.
Skara berdeham singkat, memalingkan pandangannya ke arah jalanan yang sudah cukup dipadati lalu lalang kendaraan untuk menetralkan degup jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang. Gugup, itulah yang saat ini Skara rasakan. "Kita berangkat sekarang sebelum terlambat," ujar Skara seraya berdiri dan berjalan menuju ke arah motornya diikuti dengan Shenna.
"Pegangan, Na. Gue mau ngebut, udah jam segini soalnya."
"Ogah! Pasti lo cuma mau modus," ketus Shenna menolak mentah-mentah.
Skara mengembuskan napas berat, tangannya meraih kedua tangan Shenna yang berada di paha lalu melingkarkannya ke perutnya. Setelah itu, Skara menjalankan motornya tanpa berkata apapun kepada Shenna.
****
Angkasa berjalan dengan langkah lebar dan terlihat tergesa-gesa melewati ruangan demi ruangan hingga mencapai satu titik tujuannya—kelas Xl IPA 1. Begitu sampai di depan deretan bangku kelas tersebut, Angkasa memberhentikan langkahnya. Dia membungkukkan tubuhnya dengan satu tangan yang memegang dadanya yang ngos-ngosan karena jarak antara kelas X dan XI cukup jauh.
Skara, Ares, Sagara sontak berdiri melihat kedatangan Angkasa dengan raut wajah yang sulit diartikan. Ketiga remaja itu menghampiri Angkasa.
"Are you okay, Sa?" tanya Sagara.
"Ambil minum gue, Res!" pinta Skara yang langsung dituruti oleh Ares.
Lantas, Ares memberikan air mineral itu kepada Angkasa.
Angkasa langsung menerimanya, meneguknya hingga habis karena air mineral itu hanya tersisa setengah botol saja. Setelah berhasil menetralkan pernapasannya yang tersenggal-senggal, Angkasa menatap ketiga sahabatnya dengan raut wajah penuh keseriusan ditambah mimik panik yang terlihat jelas. "Arka berantem sama anak kelas sepuluh," ucap Angkasa. Dia terdiam sejenak untuk mengatur napasnya kembali. "Gala lagi berusaha melerai mereka," sambung Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...