Anak-anak Alaskar tengah santai di ruang tengah bascamp. Ada yang bermain game, ada juga yang mengobrol santai bahkan saling bercerita tentang keluh kesah mereka. Ya! Alaskar adalah rumah yang dibangun untuk anak-anak yang butuh tempat aman dan nyaman ketika menghadapi liku-liku kehidupan.
"Beli kado di toko bunga, pulangnya pergi ke sawah. Lo kenapa? Ada masalah?" tanya Sagara ditujukan kepada Skara yang tengah duduk bersandar di kursi seraya memijat keningnya.
Atensi Ares yang sedang asik mabar dengan Galaksi langsung beralih pada Skara. Meskipun fokusnya pada ponsel, ternyata sedari tadi dia juga memperhatikan gelagat Skara yang aneh hari ini. "Iya, gue perhatiin lo diem aja, Kar." timpal Ares.
"I'm okay," jawab Skara lesu.
"Yakin?" tanya Ares memastikan.
"Arka kemana?" tanya Skara, sengaja untuk mengalihkan pembicaraan.
Sagara terkekeh mendengarnya. "Kayak lo gak tau aja kebiasaan anak itu kalau hari minggu."
Angkasa dan Ares saling pandang lalu berceletuk, "Kencan sama ke lima pacar-pacarnya." kemudian, disambung dengan tawa keduanya.
Skara menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan Arka.
Tring!
Bunyi notifikasi ponsel Skara terdengar dengan getaran yang cukup keras. Terlihat nama kontak Nathan yang mengirimkan sebuah pesan kepadanya.
Nathan : Ke jalan Mandala sekarang! Bukan soal kasus kematian, tapi hal lain. Sendiri kalau lo lakik
Setelah membaca pesan itu, Skara menatap ponselnya dengan kesal. Entah apa yang dipikirkan Nathan sehingga dia menolak ajakan Skara untuk menyelidiki dalang di balik masalah kematian Langit dengan Karina. Nathan masih berpikir, Skara lah yang membunuh kedua orang itu padahal belum ada cukup bukti yang membenarkan pikirannya itu.
"Gue cabut dulu." Skara mengambil jaket hitam Alaskarnya, dengan cepat ia mengenakan jaket itu lalu melenggang pergi dari hadapan para anggota Alaskar.
Seisi markas menatapnya bingung. "Why?" tanya Sagara.
Angkasa dan Ares mengedikkan bahunya. "Ada urusan mungkin."
*****
Anggota Argasa bertepuk tangan dengan senyum penuh arti yang terpatri jelas di wajah mereka saat menyambut kedatangan Skara. "Akhirnya lo dateng sendirian tanpa tikus-tikus pengecut lo itu," ucap Nathan.
Skara turun dari motor, melepas helmnya lalu meletakkan benda itu diatas jok motornya. Raut wajah Skara terlihat sangat malas, bahkan dia sangat enggan untuk menatap para anggota Argasa termasuk Nathan yang menjabat sebagai ketua. "Stop it! Jangan pernah sebut mereka tikus lagi, Than!"
Nathan menyilangkan kedua tangannya. Ekpreksi wajahnya terlihat begitu angkuh, arogan dan penuh kesombongan memandang Skara yang hanya datang seorang diri. "Terus kalau bukan tikus apa? Bukannya lo bangkainya mereka tikusnya?" ledek Nathan.
"Cih.... Gak usah basa-basi, tujuan lo ngajak gue ketemu apa?" tanya Skara.
"Gue gak terima kekalahan soal balapan kemarin," Sahut Nathan to the point.
Skara menarik sudut bibir kanannya ke atas. "Gue kira lo mau bahas hal yang penting kayak kasus bokap lo. Ternyata? Cuma soal kalah balapan?" Skara berdecih pelan, menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan apa yang barusan dia dengar dari mulut Nathan. "Lo kayak anak kecil, Than." imbuhnya.
Nathan memutar bola matanya malas. "Bukannya sesuatu yang kita inginkan harus kita dapatkan?" papar Nathan.
"Itu namanya obsesi. Kita emang harus kejar apa yang menjadi keinginan kita, kalau hasilnya gak sesuai, kita harus terima. Itu proses, bukan kegagalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...