28. Demi Menjaga Senyumnya

2.3K 195 14
                                    

Matanya persis kayak Ayah.... Gumam Shenna dalam hatinya.

Detik berikutnya, Shenna dan laki-laki itu mengerjapkan mata, lalu menjauhkan tangan mereka masing-masing dari benda tersebut.

"Lo di sini juga?" tanya laki-laki itu.

Shenna hafal sekali wajahnya, postur tubuhnya serta namanya. Yang tak lain dia adalah Nathan.

Nathan mengangguk. "Iya. Lo ke sini sendirian?"

Shenna menggeleng pelan, lalu berjalan ke arah rak lain. "Enggak, gue sama bang Arka," balasnya.

Nathan mengekori Shenna kemanapun gadis itu melangkah. Kalau gadis itu memberhentikan langkahnya, dia pun ikut berhenti. "Pacar lo kemana? Dia nggak nganterin lo?" tanyanya, penasaran. Pasalnya, beberapa kali Nathan melihat Skara selalu bersama dengan Shenna. Mereka berdua terlihat lengket seperti perangko.

"Bukan urusan lo!" Shenna melengos. Dia memilih fokus mencari barang-barang pesanan ibunya tanpa mengindahkan keberadaan Nathan.

"Gue Nathan."

Tiba-tiba, Nathan menyodorkan tangannya di depan Shenna membuat gadis itu langsung mengernyit bingung. Setelah menaruh beberapa barang di keranjang, dia pun menoleh ke arah samping. "Lo ngajak gue kenalan?"

"Gak ada salahnya, kan? Beberapa kali kita ketemu, tapi belum pernah kenalan resmi."

"Sayangnya, gue gak mau kenalan sama lo," ucap Shenna, alih-alih menjabat balik tangan Nathan, tapi dia malah  berlalu pergi, pindah ke rak lainnya.

"Sikap lo persis kayak Almarhumah Ibu gue, kalau denger cerita dari Ayah, hehe," kata Nathan sambil mengikuti arah kaki Shenna melangkah.

Shenna memberhentikan langkahnya. "Ibu lo udah almarhum? Dibunuh juga?" tanyanya dengan mulut tak berdosanya.

Nathan tertawa kecil mendengar pertanyaan dari gadis itu. "Enggak. Ibu gue meninggal karena bencana alam."

"Turut berduka. By the way, nasib kita sama."

*****

"Gimana kemoterapinya?" tanya Arka yang duduk di sebelah brankar. Setelah mengantarkan Shenna pulang, dia memutuskan untuk menjenguk Skara di rumah sakit.

Skara merubah posisinya menjadi duduk, meskipun tubuhnya masih sangat lemas. "Ya gini-gini aja. Badan gue tambah lemes, gak enak rasanya."

"Meski gak enak, harus tetap lo jalanin biar cepet sembuh, biar bisa bahagiain Shenna sampai bisa nikahin dia."

Skara tertawa sumbang. "Ngomong lo kejauhan," balasanya santai, lalu melanjutkan ucapannya, "Gue aja kepikiran buat jauhin Shenna."

"Kalau lo jauhin Shenna tanpa sebab, Shenna pasti sedih karena yang gue lihat, dia sayang banget sama lo, Kar."

"Lebih sedih kalau rasa sayang Shenna ke gue semakin besar, terus tiba-tiba gue ninggalin dia selamanya," ucap Skara. Raut wajahnya terlihat hambar.

"Jangan ngomong seolah mendahului takdir. Semua penyakit pasti ada obatnya," seloroh Arka. Tangannya menepuk pundak Skara.

"Kalau gue boleh saranin, lo tembak aja Shenna. Jalanin sesuai alurnya sampai semesta menentukan takdir lo sama Shenna. Kebahagiaan lo ada di Shenna. Begitupun Shenna, kebahagiaannya ada di lo, Kar," tutur Arka. Dia mengulas senyum tipisnya.

"Lo bener, Ar. Gue bakalan berusaha lagi buat sembuh."

"Nah gitu dong, ini baru sahabat gue."

Hening beberapa saat setelah percakapan Skara dan Arka terhenti. Skara sibuk memakan buah, sedangkan Arka sibuk mengupaskan buah untuk Skara.

ALASKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang