Skara berada di rumahnya. Dia tengah berbaring di dalam kamar dengan infus di tangannya. Dia tengah sakit, namun dia berbohong kepada Shenna bahwa dia masih berada di kantor papahnya. Skara tidak mau kalau Shenna tahu tentang penyakitnya.
Sebenarnya, Skara sudah merasakan sakit sejak beberapa hari belakangan. Tapi, dia menyembunyikannya. Dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dan semalam, dia mendapat tugas untuk mempelajari dua puluh lima dokumen penting perusahaan, per dokumen itu berisi sepuluh halaman, bahkan ada yang lebih. Dia menghabiskan dokumen itu sampai jam dua pagi. Sesekali dia merasakan sakitnya menjalar ke seluruh tubuh, bahkan semalam dia sempat terjatuh pingsan namun tidak ada yang tahu soal itu.
Setelah tersadar dari pingsanya, Skara terus melanjutkan membaca dokumennya sampai dia benar-benar paham dan hafal sesuai kemauan Herman. Dia tidak mau membuat Herman marah padanya jika dia tidak melakukan keinginannya.
Kini, napas Skara mendadak sesak, dia terbatuk-batuk dan mengeluarkan cairan merah dari mulutnya. Seluruh tubuhnya terasa remuk. Tapi dia memaksa harus kuat.
"Skara, kamu sudah enakan badannya, nak?" tanya Fatmah. Begitu ia memasuki kamar Skara, ia langsung panik karena melihat darah berlumuran di lantai dan kondisi Skara yang terus memburuk.
Saat Fatmah hendak membersihkan muntahan darah itu, namun, Skara mencegahnya.
"Jangan, Bi. Biar saya yang bersihkan nanti."
"Tapi, Den...."
"Bi, saya lagi butuh bibi," ucap Skara. Dia menyuruh Fatmah untuk duduk di sebelah ranjangnya. Lalu, Skara memindahkan kepalanya dari bantal ke pangkuan Fatmah.
"Apa yang den Skara rasain? Sakit banget, ya, Den?" tanya Fatmah. Matanya berlapis kaca. Hatinya merasa sakit ketika melihat Skara tak berdaya seperti ini.
Skara menggelengkan kepalanya. "Gak ada yang sakit, Bi. Cuma Skara merasa udah gak kuat...."
"Den Skara jangan bilang seperti itu, kamu pasti kuat, Den." Fatmah membelai rambut Skara dengan penuh kasih sayang.
"Kalau nanti saya udah gak ada, bibi jangan pernah bilang ke Shenna, ya Bi? Cukup bilang kalau Skara melanjutkan sekolah di luar negeri."
"Jangan bilang seperti itu den, kamu pasti kuat, kamu pasti sembuh."
Skara terbatuk-batuk lagi. Tubuhnya benar-benar lemas. "Shenna itu wanita berharga setelah mamah saya dan Bibi. Saya sangat sayang sama Shenna. Saya gak mau, dia terluka atau menangis. Kalau itu terjadi, mungkin saya benar-benar ngerasa gagal jadi laki-laki yang baik buat Shenna."
"Makannya, saya gak mau Shenna tahu tentang penyakit saya dan kepergian saya nanti."
"Den Skara pasti sembuh den, demi orang tua den Skara, demi Dimas, demi Bibi dan demi wanita yang den Skara cintai."
Skara sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi, dia kesulitan bernapas dan detik berikutnya, dia tidak tersadarkan diri.
"Den Skara! Bangun den...." Fatmah langsung memanggil orang tua Skara lalu Skara langsung dilarikan ke rumah sakit.
*****
"Kenapa di dunia ini harus ada matematika? Bikin hidup ribet aja!" gerutu Sagara. Dia melemparkan buku tulis miliknya ke sembarang arah. Lalu memilih menyandarkan tubuhnya di sofa untuk merilekskan otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...