"Aska.... Gue pegel." rengek Shenna. Gadis itu masih setia dengan posisi tubuhnya. Duduk seperti layaknya wanita feminine dan dengan senyum yang mengembang sempurna sampai menampakkan deretan giginya. Satu jam yang lalu, Skara yang meminta Shenna berpose seperti itu. Bisa saja Shenna tidak melakukannya, tetapi dia mempunyai prinsip jika sudah berjanji, dia tidak akan mengingkari.
"Namanya hukuman, gak ada yang enak." Skara hanya mengatakan seperti itu tanpa mau menyudahi aksi melukisnya. Sesekali, Skara curi-curi pandang, menatap wajah Shenna dalam-dalam. Yah, Shenna memang sangat cantik meskipun terbilang tomboy. Skara akui itu.
"Tau gini mending gue bersihin kamar mandi aja, hm." Shenna menggerutu kesal.
"Iya kan gue bilang, hukuman ini lebih spesial, Shenna," ujar Skara.
"Spesial apaan, bikin encok iya!" sembur Shenna.
Skara meletakkan kuasnya ke tempat semula, lalu berdiri menghampiri Shenna. Sebenarnya, lukisannya sudah jadi sejak lima menit lalu, tetapi Skara sengaja membiarkan gadis itu tetap berpose. Katanya, "Bukannya sesuatu yang indah perlu diabadikan?"
"Maksud lo?"
"Mungkin ada ribuan lukisan yang pernah gue buat, tapi gak pernah ngalahin indahnya ciptaan Tuhan. Salah satunya, lo, Shenna Calista."
Shenna menelan ludahnya susah payah saat Skara mulai mendekat ke arahnya. Perkataan yang masuk ke telinga Shenna barusan langsung membuatnya kicep. Apalagi, jantungnya yang mulai berdebar tak karuan. Ditambah, atmosfer udara yang seketika menjadi panas dingin.
"Yang ada gigi gue kering kalau kayak gini terus, somplak!" Shenna sengaja berkata seperti itu, untuk menetralkan rasa gugupnya dan mengalihkan pembicaraan lain agar pipinya yang sudah mulai merona tidak tambah merah seperti kepiting rebus.
"Kalau kering tinggal sikat gigi."
"Astaga Aska! Bener-bener lurusan lo kayak jalan tol!" celetuk Shenna.
Skara hanya membalasnya dengan tawa kecil.
Shenna berdiri lalu maju beberapa langkah, mendekat ke arah kanvas lukis. Ekspresi wajah sebal Shenna perlahan memudar ketika melihat lukisan Skara. "Cantik banget, Ska." puji Shenna seolah terhipnotis akan keindahannya.
Skara berjalan menghampiri Shenna, lalu menatap wajah gadis itu. "Iya cantik. Sangat cantik," ucap Skara diakhiri dengan senyuman manis.
Perasaan Shenna langsung campur aduk. Pipinya memanas. Di dalam tubuhnya serasa ada microfon sampai-sampai suara detak jantungnya terdengar kencang.
******
Skara menorehkan cat air ke dalam sketsa gambarannya pada kanvas berukuran kecil. Bibirnya menyungging senyuman. Dia bahagia melakukannya. Apalagi, lukisan yang tengah ia kerjakan menyangkut waktu pertama kali Shenna bertemu dengannya—di jalan raya saat Skara tidak sengaja menyerempet gadis itu.
"Ternyata, cinta emang bisa buat kita gila. Iya, tergila-gila sama lo, Na." Skara terkikik geli mendengar kalimat ala-ala puisitis barusan. Tidak pernah seorang Skara mengatakan hal itu. Shenna sudah benar-benar mengaduk-aduk perasaannya.
"Seni itu tentang keindahan. Dan, Shenna Calista adalah keindahannya." tidak henti-hentinya Skara bermonolog sendiri. Bibirnya masih setia mengulum senyuman.
"Skara." panggil Herman dari luar kamar.
"Iya. Sebentar." Cepat-cepat, Skara membereskan peralatan lukisnya lalu menyembunyikannya di tempat yang tidak akan ada satu orang pun diizinkan masuk olehnya—ruangan khusus Daisy—kucingnya. Kalau tidak cepat disembunyikan lalu Herman melihatnya, pasti Skara akan mendapat murkaan papahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...