Di depan pintu ruang UKS, diam-diam ada Galang yang sedari tadi mengamati Skara dan Shenna dengan tatapan sendu sekaligus iba. Galang sangat senang melihat keadaan Shenna baik-baik aja, tetapi di satu sisi, dia merasa kecewa karena tidak bisa membantu Shenna lebih dari apa yang dilakukan Skara. "Maaf, Na. Belum jadi yang terbaik buat lo," ucap Galang sambil tertunduk dalam. Tangannya yang berada di tembok, kini mulai tergenggam.
"Ngapain cowok itu gak masuk?" Alleta yang tidak sengaja berpas-pasan dengan Galang pun memberhentikan langkahnya. Dia hendak ke ruang BK yang posisinya memang bersebelahan dengan ruang UKS.
Alleta menghampiri Galang dengan langkah kaki pelan sampai tidak menimbulkan suara. Gadis itu mengikuti arah pandang Galang. Alleta mengangguk paham, lalu pelan-pelan menepuk pundak cowok itu. "Kadang, cemburu itu wajar, yang gak wajar cemburu tanpa sebab."
Galang langsung menoleh ke arah Alleta. "Ngapain lo? Ngintilin gue? Ngefans ya sama gue?"
"Ngapain ngefans sama lo? Kalau fiksi aja lebih berdamage." Alleta menjawab sembari mengangkat satu alisnya.
"Fiksi? Maksud lo gak nyata gitu? Orangnya udah mati?" pertanyaan Galang seolah menjadi boomerang baginya.
"Iya fiksi, gak nyata bukan berarti udah mati."
"Terus?" Galang menautkan alisnya bingung. Ia menggaruk kepalanya pelan.
"Cowok fiksi itu lebih berdamage. Cemburu itu bagi gue hal yang gak begitu menyakitkan. Karena, bagi gue yang paling menyakitkan adalah ketika kita mencintai seseorang yang jelas-jelas cuma ada di dunia novel, bukan real." Alleta tersenyum, tapi senyum itu lebih mengarah ke mencemooh dirinya sendiri.
"Berarti lo cinta sama tokoh yang ditulis seseorang?" tanya Galang sedikit paham.
"Iya, lo masih mending bisa menggapainya, sedangkan gue?" Alleta menarik napasnya dalam, ia mengerjapkan mata lalu melanjutkan, "Gue gak bisa gapai dia, gak bisa lihat dia, gue cuma bisa lihat nama dia dan alur kehidupannya lewat tulisan."
Alleta mengelus punggung Galang pelan, "Jadi, lo masih beruntung bisa ada buat dia, bisa tertawa bareng dia, manfaatin itu selagi ada kesempatan, jangan bisanya cuma cemburu."
Bibir Galang berkedut, menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. "Ternyata hidup lo miris juga. Ngeharapin orang yang jelas-jelas gak nyata."
"Makannya lo yang masih bisa gapai dia gak usah cemburu kaya anak kecil, mending perjuangin apa yang selagi bisa diperjuangin."
*****
Vita masih menunggu Skara di depan ruang Bk, dia juga khawatir akan kondisi laki-laki itu. Meski Vita sering diacuhkan oleh Skara, namun dirinya tetap saja memperjuangkan cintanya.
"Skara," panggil Vita sambil melambaikan tangan ketika melihat Skara keluar dari ruang UKS.
Skara hanya meliriknya, dia memilih acuh dan fokus menuntun Shenna berjalan.
Vita menghentakkan kakinya pelan sembari pandangannya mengikuti arah jalan Skara. Dia mencebikkan bibirnya kesal. "Kenapa sih selalu cewek tomboy itu yang ada di samping lo, sampai lo sendiri gak sadar disini ada gue," gerutu Vita.
"Gue gak bisa tinggal diem!" Vita langsung berlari kencang dan dengan sengaja dia menyenggol pundak Shenna sampai cewek yang tubuhnya masih lemah itu jatuh ke lantai.
Vita memberhentikan larinya, dia memutar tubuhnya sembari berkata, "Ups sorry, gue sengaja."
"Maksud lo apa?" tanya Shenna sembari mendongak menghadap Vita yang memandangnya rendah.
Lantas, Vita menghampiri Shenna lalu merendahkan lututnya, ia berjongkok sembari berbisik ke telinga gadis itu. "Maksud gue, lo jauhin Skara atau hidup lo bakal gue buat sengsara lebih dari yang tadi," bisik Vita. Ia sedikit menjambak rambut Shenna dengan senyum palsunya. Matanya melotot serasa hampir keluar bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...