Arka berjalan tergesa di sebuah lorong rumah sakit. Dia sedang mencari ruang rawat adik pantinya. Langkah kakinya mendadak terhenti ketika melihat seorang pria yang dia yakini adalah Herman. "Om Herman, kan? Siapa yang sakit?" tanyanya, bermonolog sendirian.
Tingkat penasaran Arka tiba-tiba muncul begitu saja. Lantas, dia memutuskan untuk menemui Herman dan bertanya siapa yang sedang sakit.
Saat jarak antara Arka semakin dekat dengan Herman, dia mendengar satu nama yang menjadi bahan perbincangan pria itu dengan seorang Dokter yang juga berhasil membuatnya terkejut. "Skara? Bukannya dia lagi sibuk di kantor Om Herman?"
Jiwa penasaran Arka semakin meronta, dia memilih urung untuk menemui Herman untuk bertanya langsung kepada pria itu. Tapi, dia memilih duduk di kursi tunggu yang posisinya dekat dengan Herman. Siapa tahu, dua mendapatkan informasi dari aksi mengupingnya.
"Apa Skara bisa sembuh, Dok?" tanya Herman pada Dokter yang menangani Skara.
"Tentu bisa, Pak kalau Skara melakukan perawatan dengan baik dan teratur," jawab Dokter itu.
"Memangnya perawatan seperti apa yang harus Skara jalani agar dia bisa cepat sembuh, Dok?" tanya Herman, lagi.
"Penyakit leukemia bisa disembuhkan melalui beberapa cara. Diantaranya, kemoterapi, transfusi darah dan transplantasi sel induk."
"Apapun itu, lakukan yang terbaik buat anak saya, ya, dok."
"Pasti, pak. Untuk info lebih lanjut mengenai hal ini, kita bisa bicarakan di ruangan saya."
Arka menyimak dengan baik percakapan mereka. Mencerna setiap kalimat yang masuk di telinganya. Dia tertegun, banyak kerutan pada keningnya. Dia benar-benar belum mengerti apa yang sedang Skara sembunyikan darinya dan teman-temannya.
"Leukemia? Jadi Kara bohongi kita semua? Dia..., dia sakit keras?" dalam hati Arka bertanya-tanya. Dia masih belum percaya dengan apa yang dirinya dengar. Untuk memastikan itu, Arka berniat masuk ke ruangan rawat Skara setelah dokter dan Herman pergi dari depan ruang itu.
"Baik, mari ikut saya, pak."
Setelah dokter mengatakan itu, Herman kemudian pergi mengekori dokter tersebut. Sementara Arka, dia masuk ke dalam ruangan Skara.
Arka berdiri mematung ketika dia benar-benar melihat Skara tak berdaya di brankar dengan segala bantuan alat vital di tubuhnya.
Mata Skara berkedut, seolah dia tahu ada seseorang yang datang dengan episode kecewanya sebagai sahabat. Perlahan, mata indahnya terbuka. Lalu, melirik ke arah samping di mana Arka masih berdiri menatapnya. "Ar..., Arka..., lo..., di..., sini...?" tanya Skara dengan nada yang sangat lemah.
"Kenapa lo sembunyuun penyakit lo dari kita semua, Kar?" tanya Arka.
"Gue..., gak..., mau kalau..., kalian sedih..., gue gak mau..., ganggu kebahagiaan kalian yang gak bisa..., kalian dapetin setiap waktu," jawab Skara, nadanya masih terpental-pental karena kondisinya yang belum sepenuhnya stabil.
"Tapi, lo sendiri yang bilang ke kita semua kalau kita harus saling terbuka. Alaskar bukan sekedar kumpulan anak-anak geng motor, tapi anak-anak yang mencari kasih sayang satu sama lain. Anak-anak yang membutuhkan keluarga yang bisa saling suport akan masalahnya masing-masing."
"Iya, Ar gue tau. Tapi, gue mohon soal penyakit gue, jangan bocorin ke siapapun, termasuk Shenna. Cukup lo aja yang tau, Ar." Skara meraih pergelangan tangan Arka lalu memasang wajah memohon.
Arka merasa iba melihat kondisi Skara. "Tapi, Kar, mereka semua berhak tau, biar kita bisa jalanin ini sama-sama meskipun hanya lewat suport dan doa yang dipanjatkan," pendapat Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...