"Den Skara kenapa, nak?" tanya Fatmah begitu panik saat baru saja ia membuka pintu. Dia terkejut melihat Skara Dibawa oleh teman-temannya, pasalnya dia tau kalau Skara sedang berada di rumah sakit.
"Gak tau, Bu, tiba-tiba pingsan," jawab Sagara.
"Tolong bantu den Skara ke kamarnya, ya."
Semuanya mengangguk, termasuk Galaksi yang menggendong Skara.
Setelah tiba di kamar Skara, Galaksi merebahkan tubuh laki-laki itu di kasur. Kemudian, pandangannya beralih ke arah Fatmah. "Sebenarnya Kara sakit apa, Bu?"
"Den Skara itu sakit le-"
Drtt....
Ponsel Fatmah berdering. Dia tidak lagi melanjutkan ucapannya, tapi meminta izin untuk keluar dari kamar guna mengangkat telepon dari sang majikan.
Beberapa menit kemudian, Fatmah kembali masuk ke dalam kamar Skara.
"Jangan bilang ke semua teman Skara kalau Skara sakit Leukemia, Bi. Skara tidak mau ada yang tahu soal ini."
"Suruh mereka pulang secepatnya biar Skara saya jemput balik ke rumah sakit. Dia butuh perawatan segera. Kondisinya sangat mengkhawatirkan, Bi."
Ucapan Herman di telepon tadi terngiang di kepalanya. Untung saja Fatmah belum sempat memberitahukan kepada inti Alaskar dan Shenna bahwa Skara terkena penyakit leukemia.
"Maaf mas, mba sebaiknya kalian pulang saja. Karena, den Skara butuh istirahat yang cukup. Mungkin den Skara hanya kecapekan saja," ujar Fatmah.
Sagara manggut-manggut. "Ya udah mending kita balik biar Skara istirahat."
Galaksi berdeham lalu menatap ke arah Shenna. "Shen, lo ikut pulang sama gue."
"Kita kawal lo berdua sampai ke rumah Shenna," ujar Angkasa.
Shenna menatap Skara dengan tatapan iba. Kakinya terasa berat untuk melangkah, meninggalkan laki-laki itu dalam kondisi belum tersadarkan diri.
"Santan Kara, gue pulang duluan, ya. Nanti kalau udah bangun, kabari gue." setelah mengusap rambut Skara, Shenna langsung ikut keluar bersama inti Alaskar dan juga Fatmah.
*****
Skara kembali dilarikan ke rumah sakit. Kini, kondisinya semakin parah. Dia benar-benar nekat untuk melarikan diri dari rumah sakit hanya demi memastikan Shenna tidak di apa-apakan oleh Nathan. Sebenarnya, bisa saja dia menyuruh inti Alaskar untuk membawa alih Shenna dadi Nathan. Namun, dia bersikeras untuk melakukannya sendiri. Apapun kondisinya, Santan Kara akan selalu ada buat Shamyang. Ucapnya waktu itu.
Langit cerah hari ini sudah berganti gelap. Tandanya, sudah malam hari. Banyak aktivitas yang melelahkan. Banyak keringat yang dikeluarkan. Ada tubuh yang lelah dan terbaring lemah. Skara, laki-laki itu masih belum tersadarkan diri. Mata indah miliknya masih setia menutup.
"Abang bangun, ya? Dimas butuh abang buat gambarin tugas-tugas Seni Budaya Dimas."
"Abang, lo tau gak? Gambaran lo waktu itu dapet nilai terbaik. Lo pantes jadi pelukis handal. Sayangnya, Papah gak izinin lo buat perjuangin semua mimpi itu," Dimas bermonolog sendirian. Dia duduk di sebelah brankar Skara sambil menatap lekat wajah kakaknya itu.
"Kalau di pikir-pikir gue sama lo gak mirip, ya? Lo juga gak mirip sama Papah dan Mamah. Apa lo anak pungut?"
"Hehe, becanda, Bang. Biasanya kalau gue ceplas-ceplos gini, lo bakalan bangun dari tidur lo dan langsung usir gue dari kamar."
Celotehan Dimas seolah terdengar di telinga Skara. Pelan-pelan mata Skara terbuka. Laki-laki itu langsung melirik ke arah sang adik.
"Gue dimana?" tanya Skara, tangannya terangkat memegang kepalanya yang masih terasa nyeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALASKAR
Teen FictionPROSES REVISI Askara Putra Reynand. Laki-laki dengan sifat dan sikap yang susah untuk ditebak. Hidup di jalanan sebagai ketua geng motor itu pilihannya. Karena, rumah tempat singgah itu omong kosong. Baginya, rumah adalah tempat dimana air mata bera...