5 menit, Rakana akhirnya sudah selesai untuk menyalin tugas yang diberikan oleh guru. Tangan Rakana memang sudah terlatih, sering ia gunakan untuk mengejarkan soa-soal yang ada di buku kalau sedang gabut atau tidak bisa tidur.
Jam yang menunjukan pukul setengah sepuluh, waktunya untuk istirahat. Rakana membiarkan bukunya tergeletak begitu saja di atas meja, menghampiri seorang gadis yang nampak masi sibuk menulis. Matanya memandang ke arah papan tulis, tangannya tetap bekerja untuk menulis apapun yang ditangkap oleh matanya. Tidak selalu begitu, sesekali pandangannya bergulir pada buku tulis, untuk memeriksa apakah tulisannya sudah rapi. Rakana yang melihat itu hanya mampu menghela napas. Gadis itu sedikit tertinggal mata pelajaran, jadi ia juga menulis tugas sambil memahami. Memang sibuk terkadang sang pacar, sulit sekali membagi waktu organisasi dengan kegiatan ajar-mengajar di sekolah.
"Udah selesai?"
"Belum," balas Arsli Sraya Arkan, atau gadis cantik yang memiliki paras tegas itu bisa dipanggil Arsli. Dirinya lebih dikenal sebagai siswi cewek pertama yang bisa menempati jabatan ketua osis di SMA Raja Wali Scool. Ditambah lagi kalau anak-anak cowok sana lebih tidak terkalahkan dibanding wanita, tetapi Arsli mampu mematahkan berita yang beredar.
"Hem ... okey," balas Rakana tanpa mengusik lagi. Dirinya duduk di sebelah Arsli sambil memperhatikan gadis itu menulis. Kalau diperhatikan makin dekat, maka makin sayang Rakana pada gadis itu.
"Ngapain merhatiin aku?" tanya Arsli yang sadar diperhatikan, walau sekalipun dirinya tidak pernah menoleh. Rakana hanya mengedikkan bahunya dengan senyum kecil mengias pipinya. Rakana kembali fokus pada ponselnya, sambil menunggu Arsli selesai mengerjakan soal.
"Kamu mau ngajak aku makan siang?" Arsli tetap mengajak Rakana mengobrol, walaupun konsentrasinya kini sudah terbagi dua. Memahami materi dan menulis soal.
"Itu tau, tapi kamu fokus aja dulu sama apa yang lagi kamu lakuin."
Bukannya menurut, Arsli malah duduk menghadap Rakana. Gadis itu terlihat memasang wajah bersalah, dengan megegam tangan Rakana. Rakana yang mendapat perhatian itu balas memandang wajah cantik Arsli.
"Ada apa?" binggung Rakana.
"Maaf, aku nggak bisa," lirih Arsli sedikit menunduk. Tetapi Rakana tidaklah tipe pacar yang selalu memaksa. Kalau pacarnya tidak mau, Rakana pasti akan langsung menurut.
"Iya udah nggak apa-apa. Gimana kalo kita ganti jadi makan malam, entar malem kita pergi ke kafe kesukaan kamu deh." Rakana mengeluarkan ide yang sudah lama Rakana akan lakukan bersama Arsli. Hitung-hitung sebagai hari kecan pertamanya.
"Rak ...." panggil Arsli yang memasang wajah sedih lagi, kali ini dirinya lebih cemberut dibanding tadi. "Maaf, aku juga nggak bisa."
Rakana menghela napas, ia langsung memandang ke depan, melepas semua rasa kecewanya tanpa terlihat.
Tapi Arsli yang paham Rakana kecewa, kembali langsung megegam tangannya yang ada di atas meja."Padahal baru kali ini loh aku minta. Jujur aja ya, setelah kita pacaran, kamu jarang banget punya waktu berdua. Jangankan waktu berdua, balas chat sama telepon aku aja nggak pernah," keluh Rakana. Sudah agak sedikit malas sebenarnya Rakana menghadapi masa pacaran mereka. Mereka pacaran tapi seperti hanya status saja.
"Ra ... aku tau kamu marah, aku tau kamu kecewa, tapi sama kaya dulu-dulu, kamu ngertiin aku ya," pinta Arsli. Dirinya juga sedih, tidak bisa mengemban tugasnya sebagai pacar Rakana, yang harusnya selalu ada untuk Rakana.
"Udahlah, ujung-ujungnya sama kan?" Rakana berdiri, menatap Arsli yang juga menatapnya. "Jaga kesehatan, aku sayang kamu." Setelah mengatakan itu Rakana langsung pergi ke keluar kelas. Entah mau kemana cowok itu, mungkin ke kantin.
***
Sesampainya di kantin, Rakana memutuskan untuk makan bersama teman-teman satu geng-nya saja. Rakana memang tidak akrab dengan mereka, tetapi ia tau, teman-temannya itu selalu berusaha akrab dengan Rakana.Rakana yang sedang menikmati nasi gorengnya berhenti saat mendengar Guntur bertanya tentang 'kenapa Rakana tidak pernah terlihat bersama sang pacar? Padahal mereka sudah lama pacaran'.
"Dia sibuk," datar Rakana, tanpa menoleh siapa lawan bicaranya.
"Di osis?" ujar Bobby yang hanya dibalas anggukan oleh Rakana.
"Terus lo langsung percaya aja gitu?" tanya Raka, yang dibalas anggukan lagi oleh Rakana.
"Kalo gue jadi lo si, nggak," celetuk Danu dengan mimik wajah biasa saja, namun mampu menarik perhatian Rakana. "Cobak aja lo bayangin, atau liat, apa ada osis yang sibuknya tiap hari?"
Rakana diam, tetapi bukan berarti dalam hati ia tetap diam. Rasa curiganya hampir sama dengan apa yang dikatakan teman-temannya, cuma Rakana malas berkomentar atau koar-koar, kalaupun pada akhirnya akan sama saja begitu.
"Apalagi setau gue, Arsli deket banget sama Arya, bahkan waktu Arsli lebih banyak ke Arya dibanding sama lo. Tapi kayaknya sama lo nggak pernah deh." Raka kembali menimpali, membuat dir Rakana langsung perang batin saat ini. Mana mungkin Rakana bisa percaya begitu saja, apalagi sekarang dirinya harus meletakkan rasa curiga pada sahabatnya sendiri.
Rakana mampu bisa berkomentar banyak, ia langsung menghela napas dan meninggalkan tempat itu. Teman-temannya hanya maklum, lagi pula Rakana memang sering seperti itu, mereka juga sadar kalau Rakana tidak pernah bisa dekat dengan mereka. Hanya pada Arya dan Arsli Rakana bisa nyaman dan dekat. Tetapi jujur saja, kalau apa yang mereka curikan benar, kasihan Rakana.
***
Langkah Rakana memang terlihat biasa, tapi tidak dengan pikiran dan hatinya yang mendadak termakan ucapan dari teman-temannya itu. Bukannya mudah terpengaruh, tapi Rakana hanya merasa apa yang dikatakan sering Rakana curigakan.Ruang kelas yang harusnya luruh tanpa berbelok, kakinya malah membawa Rakana belok ke kiri, tepat dimana ruangan osis berada.
Rakana berhenti, melihat pintu ruangan osis terbuka lebar, dengan orang-orang yang sepertinya pergi entah kemana. Rakana ragu, harus masuk memeriksa keberadaan Arsli atau menegelamkan semua rasa curiganya. Rakana menghela napas, sudahlah Rakana tidak bodoh, memilih pacar yang rupanya pacar temannya juga. Di saat Rakana sudah balik badan, siap untuk pergi, terhenti. Mendengar tawa Arsli membuat Rakana penasaran untuk masuk.
Ada sedikit perang batin, tapi kakinya sudah menuntun untuk masuk. Di dalam ternyata hanya ada Arsli makan siang berdua dengan sahabatnya Arya. Sekarang apa lagi? Rakana hanya dapat mematung, memandang kedekatan dua orang itu. Padahal tadi Arsli menolak makan dengannya, tapi berakhir dengan makan bersama Arsya.
"Maaf, gue ganggu," datar Rakana, kembali melangkah pergi. Dirinya entah harus bersikap bagaimana, tapi tepat saat Rakana sudah diambang pintu, Arsli berhasil menggapai lengannya.
"Maaf ...."
Rakana sedikit menunduk, menatap Arsli yang hanya menunduk, memeluk lengan Rakana erat.
"Rak ... lo dengerin dulu, apa yang lo liat nggak seperti yang lo pikirin." Arya ikut keluar, mengejar Rakana untuk menjelaskan semuanya.
Rakana tidak merespon, membuat Arya dan Arsli makin ketakutan. Takut kalau sampai Rakana salah paham, yang berimbas pada hubungan masing-masing yang akan putus.
"Rak ...." lirih Arsli dengan wajah memelas serta merasa bersalah.
"G_
bersambung😁
Votenya jangan lupa, terus maaf kalo typonya banyak ya. Kalo suka, suruh temen2 kalian baca juga dong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravines and Wounds (Tamat)
Teen FictionDi sana jurang di sini luka. Ke sana jatuh, bertahan mati berlahan. Seolah tidak ada yang baik dalam pilihan hidup Rakana. Semuanya sesat, mengajak Rakana mati berlahan penuh dengan siksaan fisik dan mental. Rakana hanya remaja yang tidak pernah men...