Suara menggelegar para pendukung pemain bakset dua kubu itu tampak menjadi semangat untuk mereka yang sedang bertanding. Dua orang yang diketahui sama-sama bintang di sekolahnya terus berusaha bekerja sama untuk mencetak kemenangan. Mungkin bukan yang pertama kali, tetap saja ini akan menjadi kebangaan karena kalau berhasil tim mereka akan kembali membawa piala juara satu ke sekolah.
Idwan dan Rakana, menjadi bintang tertanama dalan basket, membuat namanya tak henti disebut, memacu semangat dalam pertandingan yang masi akan berlangsung lima menit lagi. Kalau dua kali bola basket itu berhasil tim mereka masukkan maka otomatis mereka akan menang, tapi kalau sampai tim lawan berhasil satu kali lagi saja maka dapat dipastikan tim mereka akan kalah.
Memang tim lawan kali ini benar-benar hebat, mungkin saking seringnya mereka mendengar kemanangan tim Idwan, membuat para lawan lebih berlatih keras.
Keringan tampak terus mengucur, membuat rambut Idwan basah dan menetes beberapa kali. Rasa lelah dihiraukan, ia terus memggiring bola, melewati para lawannya dan ... akhirnya bola itu berhasil dimasukkan ke ring yang langsung disambut teriakan heboh dari bangku penonton.
Skors yang sama, membuat Idwan yakin kemenangan ada di tangan, sekarang harapannya ada pada Rakana yang sedang memegang bola. Walaupun ada rasa tidak suka pada Rakana, mereka tetap menjadi tim hebat saat bertanding. Sebenarnya kalau dilihat Rakana sedikit pucat siang ini, ia juga kelelahan tapi tetap memaksa ikut bertanding.
Terlihat Idwan terus membantu Rakana, saling oper beberapa kali, sampai pada saat Rakana ingin melompat memasukkan bola ke ring, keseimbangan Rakana hilang kendali, menyebabkan bola itu gagal masuk ke ring dan dengan cepat direbut oleh tim lawan. Tanpa ada perlawanan dari tim Idwan, karena terlalu cepatknya gerakan lawan, malah mereka yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Semua penonton tampak mengaga, baru kali ini Rakana bisa gagal memasukkan bola ke dalam ring, memberikan kemenangan pada tim lawan. Pertandingan berakhir dengan Idwan tampak begitu marah akan kebodohan Rakana yang gagal membawa mereka pada rekor juara, hanya sampai pada juara dua.
"Sudah, juara satu kan sering kalian dapatkan, tidak apa kan sekali-kali juara dua." Sang pelatih langsung menyemangati mereka. Namun, itu belum juga membuat rasa kesal Idwan berhenti pada Rakana. Penyebab kekalahan mereka hari ini.
Dengan kesal Idwan berjalan mendekati Rakana, yang tampak duduk sambil memijat kepalanya di kursi penonton. Idwan tak peduli bagaimana kondisi Rakana yang pucat pasi, ia menarik keras baju Rakana dan menatapnya tajam. Satu pukulan telah melayang di udara, hendak diarahkan kepada Rakana.
"Gara-gara lo kita kalah, padahal sedikit saja lagi kita bakal menang!" Idwan berbicara penuh emosi, membuat Rakana kesal dan mendorong Idwan ke belakang.
"Kita setim, tapi bisa-bisanya lo nyalahin gue!"
"Tapi cara main lo yang nggak biasanya bikin tim kita kalah!" Idwan kembali mengambil langkah maju. "Kalo lo emang udah nggak bisa main basket lagi, mendingan lo ke luar aja deh, kita nggak butuh tim penyakitan buat main."
Rakana menghela napas, entah kenapa kata-kata itu begitu menusuk hati. Benar, memang benar kalau Rakana penyakitan, tetapi bisakah orang-orang tidak menyuruhnya pergi dari hal yang Rakana suka? Dirinya hanya mendengar penolakan, kapan orang-orang melakukan hal sebaliknya?
"Makasi sarannya," ucap Rakana tabah, ia berjalan ke arah pelatih, tentu dengan wajahnya yant masi pucat pasi.
"Rakana, kamu kenapa?" tanya pelatih yang begitu kwatir melihat keadaan Rakana pucat pasi. "Ke UKS aja ya, nanti temen-temen kamu Bapak suruh antar."
Rakana menggeleng da tersenyum kecil. "Nggak usah, Pak. Saya cuma mua izin keluar dari tim, dan ini permainan terakhir saya."
"Ta-tapi Ra_"
"Saya cuma penyebab kekalahan, dan tanpa repot-repot kalian nggak perlu nyadarin itu. Kalau hari ini saya nggak bisa main basket seperti biasanya, apalagi hari esok."
"Tapi kenapa?"
"Ada bom waktu dalam tubuh saya, mungkin sekarang waktunya udah mendekati akhir, dan setiap waktu akan merenggut segalanya." Itu adalah penjelasan terakhir sampai Rakana pergi meninggalkan pertandingan. Membuat Idwan menyesal dalam tempatnya.
"Apa yang udah gue lakuin? Kenapa dia ngomong gitu? Apa gue salah selama ini?" pertanyaan itu membuat Idwan merasa begitu takut. Takut kalau dirinya telah membuat orang terluka. Takut kalau nyatanya apa kebahagiaan Rakana telah ia hancurkan dengan emosi serta rasa bencinya. Ia benci Rakanan karena suka Asya, dan Idwan tidak suka melihat orang yang disuka disakiti oleh siapapun.
***
Di dalam ruangan ganti Rakana sudah siap dengan pakaian sekolahnya kembali. Ia akan pulang karena memang sudah jamnya. Pertandingan yang dilakukkan di sekolahpun memang setelah jam mata pelajaran selesai.Rakana yang sudah menyampirkan tasnya di pundak terkejut, melihat kakaknya ada di depannya. Ia berusaha menghindar, tapi tertahan karena pertanyaan kakanya.
"Apa yang kamu mangsud dengan ucapan kamu di lapangan, Dek."
Badan Rakana bergetar, bukan karena pertanyaannya, tapi kata 'dek' yang biasanya selalu ibu dan dua kakaknya gunakan.
"Apa yang kamu sembunyiin dari Kak Asya dan kak Yafis?" nada suara Asya bergetar, gadis itu menangis karena merasa tak becus sebagai seorang kakak. "Kakak sakit, Dek, disetiap Kakak nggak tau apa-apa tentang kamu, di saat Kakak merasa menjadi Kakak yang paling nggak berguna."
"Rakana bukan urusan kalian, biarin Rakana hidup kaya gini tanpa kalian mencampurnya dengan drama lain. Bagi Rakana terbuka sama kalian, percaya sama kalian, hanya akan menciptakan luka. Sebuah goresan panjang yang akan selalu mendalam lukanya jika sudah tidak muat diperpanjang lagi."
"Rakana!"
"Rakana cuma punya ibu, tapi dia tega tinggalin Rakana. Dia ninggalin Rakana dalam hidup yang sama sekali bukan untuk Rakana. Kakak tau? Nggak ada yang mengharap hadirnya Rakana, jadi waktunya nanti Rakana juga akan memilih lenyap kalau ibu udah jemput."
"Rakana!"
"Apapun yang terjadi itu rahasia Tuhan Kak, dan semesta serta takdir hanya akan selalu berjalan, tanpa sadar menghacurkan orang yang memilili alur hidup yang buruk."
Rakana berhenti berucap, sampai dirinya berbalik dan alangkah terkejutnya melihat Asya sedang menunduk, memegangi dada kirinya dengan raut yang amat kesakitan.
Tak tau berbuat apa Rakana langsung mengendong kakaknya, membawanya masuk ke dalam mobil. Setau Rakana kalau sudah kambuh Asya akan langsung dibawa ke rumah sakit, jadi Rakana juga harusnya membawa Asya ke rumah sakit sekarang.
Hallo apa kabar setelah satu minggu menanti? Author up lagi ni buat kalian. Part tersedih yang sampe bikin authornya sendiri nangis, soalnya authornya nulisnya lepas, bener-bener kaya mencurahkan hati Rakana gitu, jadi jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini ke temen-temen kamu ya💝
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravines and Wounds (Tamat)
Teen FictionDi sana jurang di sini luka. Ke sana jatuh, bertahan mati berlahan. Seolah tidak ada yang baik dalam pilihan hidup Rakana. Semuanya sesat, mengajak Rakana mati berlahan penuh dengan siksaan fisik dan mental. Rakana hanya remaja yang tidak pernah men...