Pukul tujuh malam, Rakana datang ke tempat balapan dengan mobil hitam kesayangannyan. Ia sedikit ragu memang, apalagi dengan keadaan kaki yang masi sedikit pincang. Bukan hanya Rakana, teman-temannya juga. Tepat setelah Rakana turun, Bobby tampak yang paling cemas langsung menghampiri Rakana.
"Lo serius?" tanya Bobby was-was. Matanya terus memandang kaki Rakana yang berbalut sepatu putih itu.
"Gue nggak pernah ragu. Sekalipun mati hari ini, setidaknya gue udah usaha," ucap Rakana penuh keyakinan. Sejujurnya teman-teman Rakana semua tau tentang bagaimana keadan salah satu anak panti yang Rakana urus. Mereka sudah cobak membantu, tetapi Rakana menolak mentah-mentah.
"Rak ... kalo lo nggak bisa, biar gue aja." Arya memilih untuk menghampiri Rakana. Ia pura-pura mencoba meyakinkan, lagi pula ini adalah jebakan untuk Rakana sendiri, membalas apa yang telah ayah Rakana lakukan. Yogi Razela -- Ayah Rakana telah berani membuat ayahnya marah, dan sekarang balasannya adalah kepada sang anak.
Tepat sesuai dugaan, Rakana menolak. Ia terus bersikeras akan ikut lomba itu. Dengan kaki yang sedikit terseok-seok, Rakana mendekari motor yang telah disiapkan oleh Arya.
"Berapa taruhannya?" tanya Rakana kepada Arya. Cowok itu kebetulan berjalan di samping Arya.
"Seratus juta."
Rakana berhenti, memandang Arya yang tampak tenang mengeluarkan ucapannya. Tetapi Arya langsung paham, dan menepuk pundak Rakana.
"Lima puluh jutanya lagi dari gue. Lagian gue tau, lo butuh uang banyak buat obatin anak panti itu."
"Makasi," ucap Rakana tersenyum kecil. Baginya Arya memanglah penyelamatnya. Hanya Arya yang selalu mengerti dirinya.
Di sisi lain, Arya yang masi tetap berdiam diri, memperhatikan Rakana yang lanjut berjalan tersenyum sinis. "Gue tau apa anggapan lo tentang gue, tapi percaya atau nggak, gue bukan seperti yang kira," batin Arya.
Lima belas menit persiapan telah selesai, tepat setelah Rakana sudah menaikki motornya, seluruh penonton langsung berkumpul. Lawannya yang Rakana sebenarnya tidak kenalpun, sudah siap. Hingga seorang gadis mudah, dengan pakaiannya yang seksi, menghitung bersama-sama dengan penonton, sampai pada hitungan yang ketiga. Motor Rakana dan lawannya jauh melesat dengan kecepatan tinggi.
"Ajal lo belum deket, tapi gue lebih bersyukur kalo lo celaka parah." Arya terus memandang motor Rakana yang semakin jauh dan menghilang. Sambil dengan Arya yang terus menunggu hasil dari rencananya.
Tepat setelah Rakana cukup jauh dari start, Rakana tidak bisa mengendalikan motornya. Rem-nya tidak berfungsi. Apes bagi Rakana, karena baru pertama kalinya ia mengalami masalah ini. Jalanan ini memang bukan jalanan ramai, tapi bisa saja ada orang lewat. Rakana tidak ingin membuat orang celaka, jadi Rakana lebih memilih untuk menabrakkan motornya kepembatas jalan.
Sekarang nyawanya tidaklah terlalu begitu penting. namun, Agus? Dia harus selamat demi Agus. Tepat setelah hantaman yang begitu keras, badan Rakana terlempar begitu jauh. tetapi beruntung helm Rakana melindungi kepalanya, iya jadi minim terkena benturan.
Rakana telentang, ia masi sadar. Tidak, ia tidak boleh mati sekarang, ia harus berjuang. Rakana menoleh ke samping, menatap motornya yang sedikit hancur bagian depannya. Bukan hanya motornya, Rakana juga merasa badannya sedikit remuk. Bahkan, Rakana tidak bisa menggerakan seluruh raganya.
"Sial," batinnya. lalu sekarang? Rakana tidak bisa melakukkan apa-apa. Berlahan mata Rakana tertutup, langit-langit hitam dan pekat mungkin menjadi objek yang Rakana pandang terakhir, tetapi kembali terbuka, saat melihat teman-teman serta penonton lain menghampiri Rakana.
Bobby, orang yang melihat keadaan Rakana begitu miris, langsung melepas helm yang Rakana gunakan. Iya menarug kepala Rakana dipangkuannya. "L-lo nggak apa-apa kan? kepala lo ada yang kebentur nggak? Atau ada rasa sakit dititik terntetu?"
Rakana tidak menjawab, bukan karena malas, tetapi kini kepala Rakana yang sedang berulang. Pusingnya kambuh, padahal baru tadi siang ia begini. Rakana juga percaya, Bobby paham kalau dirinya tidak apa-apa hanya karena kecelakaan kecil. Terlihat dari raut Bobby jadi sedikit tenang. Dengan suara lantang cowok itu meminta salah satu orang yang ada di sana menyerahkan air minum khusus, yang telah disiapkan.
Arya yang ada di sisi Rakana langsung membantunya untuk duduk. Badannya mungkin sakit-sakit sekarang, walaupun tidak terluka, tetapi tetap saja pasti ada memar saat tubuh manusia membentur aspal.
Rakana yang sedang minum tiba-tiba berhenti, merasakan ponsel yang ada disaku jaketnya bergetar. Ia langsung mengambilnya, melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dan juga pesan. Tiba-tiba saat Rakana membaca salah satu pesan tersebut, dirinya merasa jantungnya berdetak lebih kencang, badannya sudah berkeringat dingin. Tidak boleh, tidak boleh ada orang terdekat Rakana mati karena penyakit yang merengut nyawa ibunya. Rakana akan berjuang, walaupun nyawa sebagai taruhannya.
***
Sepanjang koridor rumah sakit Rakana terus berlari dengan satu kakinya yang makin sakit, badannya juga terasa sangat remuk, tapi ada yang lebih Rakana kwatirkan dari pada dirinya sendiri.Langkah Rakana yang terlalu tergesa-gesa, beberapa kalia hanya menyakiti dirinya sendiri, hingga ia sampai di tempat tujuan. Ruang ICU tempat Agus dirawat. Tanpa mau mengistirahatkan diri, Rakana menghampiri bu Santi.
"Rakana dapet uangnya," ucap Rakana dengan napas sedikit ngos-ngosan. Tubuhnya sudah melampui batas. Tadi setelah Rakana mendapat pesan, ia memaksakan diri untuk mengulang balapan lagi, karena jatuhnya Rakana disengaja oleh orang yang mungkin ingin melihat Rakana celaka. Rakana yang berhasil melampaui batasannya menang dengan begitu mudah dari musuhnya sendiri.
"Beneran?" kaget Bu Santi yang cukup tidak percaya. Tetapi setelah melihat penampilan Rakana yang acakan-acakan. Bahkan tanpa merasa dingin, Rakana hanya memakai baju lengan pendek. Bukan tanpa alasan, jaket Rakana sebenarnya robek, Rakana takut Bu Santi akan kwatir kepadanya.
Tetapi Rakana salah dugaan, bu Santi begitu jeli memandang, hingga beberap lebam di lengan Rakana langsung ketahuan.
"Ini kenapa?" tanya Bu Sinta sedikit menekan lebam Rakana, alhasil Rakana lagsung meringis pelan. "Kamu jatuh dari motor?"
Tepat sasaran, karena memang bu Santi tau tentang Rakana yang suka mendapatkan uang dari hasil balapan. Apalagi kalo uangnya bisa dihasilkan dengan waktu yang singkat.
"Udah, Bu Sinta nggak usah kwatir. Jadi sekarang harus gimana?" tanya Rakana mengalihkan topik pembicaraan.
"Obati luka kamu dulu, kalo bisa periksa," tegas Bu Santi. Membuat Rakana langsung menghela napas dalam.
"Nggak usah, Ibu percaya aja. Semua yang Rakana lakuin bakal disirestuin sama tuhan, kan niat Rakana baik." Rakana mengulas senyum kecil. Rakana menunggu Bu Santi menyerah dan memberi tahukannya.
"Kamu harus ketemu sama dokter yang nanganin Agus."
.... Dan benar saja, Rakana berhasil. Dengan senyum lebarnya ia meyakinkan ibu Santi kalau dirinya baik-baik saja, lalu berlalu menuju ruangan dokter yang ibu Santi mangsud.
Masi ada yang baca nggak ya sampe part ini, kalo masi, author ucapin terima kasih banyak. Kalo suka banyakin komen, share terus kasi vote ya.
Bay2, semoga kalian suka😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravines and Wounds (Tamat)
Teen FictionDi sana jurang di sini luka. Ke sana jatuh, bertahan mati berlahan. Seolah tidak ada yang baik dalam pilihan hidup Rakana. Semuanya sesat, mengajak Rakana mati berlahan penuh dengan siksaan fisik dan mental. Rakana hanya remaja yang tidak pernah men...