Part 17 || Cincin?

962 90 2
                                    

Sepi, hampa, dan makin jauh. Itu yang Rakana rasakan. Kehangatan sementara, tetapi membekukan segala. Rakana juga tidak menyalahkan siapun. Dirinya yang menjauh, bukan mereka yang pergi.

Sekalipun Rakana tak pernah menjalin hubungan lagi dengan keluarganya. Ia juga malas menjalin sesuatu yang pada dasarnya hanya membuat Rakana tertampar kenyataan.

Dengan santai, seolah hanya dirinya sendiri yang ada di rumah. Rakana melewati meja makan begitu saja, menghiraukan keluarganya yang menatapnya dengan berbagai tatapan berbagai rupa.

Kembali ke rumah, adalah satu keajaiban untuk Rakana. Ia sekarang lebih senang bermalam di panti sehabis balapan tengah malam. Ataupun sekedar minum di bar sampai matahari kembali menunjukan sinarnya. Rakana hancur, sehancur-hancurnya. Hatinya tiada lagi bisa diajak percaya.

Meninggalkan rumah, seolah rumahlam sebagai tempat singgah, bukannya menetap dalam waktu panjang. Datang pergi lalu tidak kembali dalam waktu lama. Rakana tidak pernah betah berada di tempat yang sudah Rakana anggap neraka. Rumahnya luka dan datangnya kecewa.

Rakana juga tidak pernah berubah. Ia selalu menunjukan apa yang semestinya ditunjukan. Prestasi kalau di sekolah, brandal kalau di luar, dan dingin tak tersemtuh kalau di rumah. Mereka tak ada yang boleh tau rapuhnya Rakana, lukanya yang selalu basah tanpa menunggu yang lama kering.

Helaan napas berat terdengar, Rakana hanya fokus mengemudi, merasakan jiwanya kian kosong. Di saat sendiri seperti inilah Rakana baru merasa, semua yang dekat hanyalah sekedar dekat, tak pernah ada dan mengisi jiwa Rakana yang butuh diisi sesuatu.

Sering kali hatinya menjerit pilu, ia ingin menangis tetapi selalu tertahan. Karena makin rapuh Rakana adalah kesenangan orang-orang. Biarlah orang-orang ingin menghacurkannya sedemikian rupa, hidupnya juga tidak pernah akan berakhir karena hal itu. Selalu saja ada yang membantunya, padahal ia sudah berdoa, semoga ini tarikan napas yang terakhir.

Dua puluh menit lebih perjalanan Rakana habiskan hanya untuk merenung. Ia keluar dari mobil segera, menunjukkan segala pesonanya, yang terlihat sempurna. Ia berpijak menyusuri parkiran, lorong sekolah, sampai akhirnya sampai di kelas.

Tidak seperti biasanya, untuk pertama kalinya ia melihat Arsli menyambutnya, ia duduk di bangku Rakana, tersenyum manis sampai Rakana juga membalasnya dengan senyum.

Rakana mendekat, ia menaruh tasnya dan berdiri di depan Arsli. "Tumben? Biasanya juga sama Arya." Satu kebiasaan tak pernah Rakana benci. Karena mereka punya alasan. Ataukah memang Rakana terlalu bodoh karena percaya dengan mereka?

"Kamu lupa, hari ini hari apa?" pancing Arsli, akan tetapi dengan raut tenangnya Rakana menjawab, " hari enam bulan hubungan kita."

Arsli tentu senang karena kekasihnya ingat. Ia langsung berdiri dan memeluk Rakana erat. "Yeay, rayain yuk," ajak Arsli bergelut manja. Memandang wajah Rakana dengan sedikit mendonggak.

"Di mana?"

"Di restoran, semuanya udah aku siapin. Jadi kita tinggal makan aja."

Rakana mengangguk. "Ngikut kamu, kan kamu yang kebetulan punya waktu."

Arsli terkekeh pelan. Tanpa malu ia malah mendekatkan bibirnya dengan bibir Rakana. Arsli yang nekat mengecup bibir Rakana lalu berlari ke luar kelas. Tentu itu semua tak terhindar dari pengamatan semua siswa yang ada di kelas.

Rakana berusaha menyembunyikan rasa malunya, sampai Rakana sudah duduk, semua siswa kompak berkata 'cie' sampai Rakana malu bukan kepalang rasanya. Gadis yang menjabat sebagai ketua osis itu memang kadang nekatnya di luar kendali.

***
Rakana senang, ia bisa mengajak makan Arsli untuk pertama kalinya. Entah sudah berapa lama terakhir mereka bisa begini. Mungkin hanya pada masa saat mereka baru pertama kali saling mengukapkan rasa.

Tanpa sadar, Arsli yang terus merasa diperhatikan Rakana mengakat pandangannya. Ia tersenyum malu dan menunduk lagi. "Ada apa?"

"Kamu cantik," puji Rakana mengaduk-ngaduk makanannya. Membuat Arsli yang sudah salah tingkah dari awal makin merasa tak karuan dipuji oleh Rakana.

Diam, mereka diam. Rasa di hati saling bergejolak, tapi mereka memilih mengisinya dengan hening, untuk meredakan detak jantung mereka yang telah tak karuan.

Arsli memang ditugaskan untuk menjadi pacar Rakana, lalu meninggalkannya di saat Rakana mulai mencintainya dan merasa nyaman. Tetapi kali ini cintanya malah tersangkut pada Rakana. Gejolak itu benar-benar perpindan pada Rakana.

Tidak bisa berbuat apa untuk kali ini. Rasa itu masi sulit ditebak. Ia akan bertahan, sampai suatu saat nanti pilihan mendesaknya untuk meninggalkan salah satu.

Keduanya khusuk makan, sampai Rakana ingat ada hadiah untuk Arsli. Awalnya akan dia berikan di sekolah, tapi mengingat akan lebih romantis hari ini, Rakana mengeluarkannya hari ini.

Sebuah kotak merah, yang dilapisi dengan tabur gemerlap. Rakana menyodorkannya pada Arsli. Tentu Arsli keheranan, sampai Rakana memberi kode untuk membukanya.

Arsli terkejut, ia menemukan sepasanh cincin di dalam sana. Sangat bagus, dan Arsli menyukainya. "Kamu mau kita ke jenjang serius?" tanya Arsli memandang penuh tanya, akan tetapi Rakana malah tertawa.

"Yang serius aja, kita masi sekolah."

"Terus ini?" tanya Arlis menunjuk pada cincin yang Rakana beri. Ia bertanya penuh akan kebinggungan.

"Ini buat kamu dan masa depan kamu. Kalau nikah, pakai cincin ini sama pasangan kamu, ya."

"Loh kok, bukannya aku nikah sama kamu?" pertanyaan polos Arsli mampu membuat hati Rakana bergemuruh. Tidak mungkin untuk hal itu, tetapi Rakana juga tidak mau membuat Arsli sedih. Ia megegam tangan Arsli, lalu menuntunnya untuk menutup kotak itu kembali. "Jangan terlalu dipikirin. Yang penting simpen aja dulu ini."

Arsli percaya, ia hanya mengangguk dan tanpa bertanya lagi, walaupun sebenarnya ia masi binggung dan banyak tanya di dalam hati.


Huyuy gimana sama part ini? apa yang kalian rasain, komen dong. Jangan diem bae, wkwk.

Kalau mau up cepet, author pengen liat antusias kalian, kalau nggak ada, author upnya bakal lama banget ni. Mau liat berapa orang yang sayang sama cerita Rakana.

Ravines and Wounds (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang