Part 9 || Miris

1K 99 12
                                    

"Ta-tapi kenapa, Ayah?" Arya belum tau apa-apa bertanya lebih dulu, tentang apa tujuannya melakukan hal itu.

"Ayah minta, habisi Rakana!"

___________________

"Arya nggak akan bertindak kalo Ayah nggak jelasin apa-apa!" ancam Arya.

Freszo lanjut melangkah, mendekati meja makan lalu menuangkan air ke dalam gelas hingga penuh. Arya yang belum mendapat penjelasan apa-apa, kembali mendekati ayahnya -- Freszo.

"Ayah kalah tender lagi, dari Yogi."
Arya terdiam, sampai papanya kembali melanjutkan. "Dan Ayah udah ancam dia, 'kalo dia nggak nyerahin tender itu, nyawa salah satu anaknya bakal melayang, atau nggak celaka'."

"Terus, dengan mudahnya Ayah bakal main habisi Rakana, gitu?" tanya Arya meyakinkan, tapi kesetika wajah papanya berubah jadi ragu.

"Gini aja, Yah, kita celakain Rakana, gimana?"

Freszo langsung terdiam, dirinya sedikit menimbang hingga anggukan ragu Freszo berikan. "Kamu nawarin gitu, emang kamu udah punya ide buat celakain dia?"

"Ya belum dong," santai Arya, ia duduk di hadapan papanya sambil memakan buah apel yang nampak segar dan enak. Memang selalu ada buah-buahan di atas meja sebagai pencuci mulut, Arya sangat suka buah.

"Lalu?"

Drrtt ....

Obrolan mereka harus terhenti saat dering ponsel Arya terdengar. Ternyata sebuah panggilan masuk dari Rakana. Arya tersenyum sinis, lalu menatap papanya. "Takdir selalu baik dengan kita," ucap Arya sebelum pada akhirnya mengakat panggilan dari Rakana.

"Ada apa, Rak ...."

"Gue butuh bantuan lo sekarang."

"Bantuin gue cari lawan balapan besok. Taruhannya harus di atas dari lima puluh juta!"

Arya kembali melirik ayahnya, dan tersenyum penuh kemenangan. Dirinya dan ayahnya terlalu beruntung, baru saja hendak memikirkan cara untuk mencelakakan Rakana, kini Rakana sendiri yang memberi ide. Sungguh takdir Rakana yang buruk.

"Ar ...." panggil Rakana yang mengetahui sahabatnya langsung terdiam. Ia takut kalau sahabatnya sampai tidak bisa mencarikan lawan.

"Hem ... i-iya, nanti gue cariin."

"Makasi Ar, maaf gue ganggu waktu lo," tak enak Rakana, tapi Arya langsung berucap dengan kata-kata manisnya, hingga sambungan telepon dimatikan sepihak, oleh Rakana sendiri.

"Sekarang apa lagi?" tanya Arya menatap ayahnya.

"Takdir anak itu memang selalu mendorong dirinya untuk celaka," komentar Freszo, meminum air putih yang tadi ia tuangkan ke dalam gelas.

***

Pagi-pagi keluarga Razela melakukan sarapan bersama. Yogi yang melihat salah satu putrnya sudah turun dengan seragam lengkap, langsung menghampirinya. Rakana berhenti, mengetahui sang ayah sedang mau menghadang jalannya. Padahal Rakana tidak mau cari ribu pagi-pagi seperti ini.

"Ada apa?" dingin Rakana.

"Ayah pengen kamu gabung sarapan. Bisa kan?" tanya Yogi tersenyum kecil, berharap Rakana akan mengangguk.

"Rakana bu_

"Sekali aja, Rakana. Kamu mau kan nurutin permintaan Ayah?" potong Yogi cepat, merayu Rakana agar mau ikut sarapan. Tetapi sepertinya Rakana juga malas berdebat, ia melirik meja makan yang dipenuhi oleh kakak dan keluarganya yang lain. Dengan pasrah dirinya ikut membawa langkahnya mendekat ke arah meja makan, duduk dengan tenang di samping Asya.

Ravines and Wounds (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang