21. Pulang Sore

133 108 204
                                    

Alin mengangkat alisnya, ia menatap Aira yang cengengesan. Alin takut Aira kerasukan, untuk itu, ia memilih menarik hidung Aira hingga cewek itu mengap-mengap.

"Lepas! Alin! Gue nggak bisa napas!" Aira menepuk-nepuk lengan Alin supaya melepaskan hidungnya. "Aliiin!"

"Biar mancung," katanya sambil melepaskan cubitannya.

Aira melotot. Cewek itu mengambil sawi yang ada di sebelahnya, ia menodongkannya pada Alin. "Gue pukul!"

"Ya lo, nyeremin. Senyum-senyum kek Juminten yang suka nongkrong di pos ronda."

Juminten? Orang gila?

"Enak aja!"

Alin ngakak, ia mengusap wajah Aira dan menarik lengan cewek itu. "Cepet, Pir. Pilih, mana sawi yang bagus."

Aira mendengus, meski begitu, ia tetap menurut dan membolak-balikan sawi. Alis Aira berkerut. "Kenapa nggak lo sendiri aja yang belanja? Malah ngajak-ngajak gue, gue lagi—"

"Nggak mau. Nggak mau sendiri. Nanti disangka duda. Mending ajak lo aja, punya temen tuh harus dimanfaatin."

"Dih." Aira memasukkan sawi ke dalam troli. Cewek itu mendorongnya. Namun, Aira melotot sambil menoleh ke belakang. "Alin! Kok jadi gue yang dorong trolinya?!"

Alin ngakak, ia berjalan ke samping Aira. Merangkul cewek itu sambil mendorong troli. Aira tidak menolaknya, Alin memang seperti ini.
"Pir? Lapar nggak?"

"Plis, kita baru beli sawi satu, dan lo udah ngajak makan?"

"Terserah gue dong."

Bibir Aira mengikuti gerakan Alin. Sambil meraih sayuran yang lain, ia menoleh, menatap Alin yang malah santai-santai saja. "Bacain kek! Apa aja yang perlu dibeli."

Alin mendengus, meraih ponselnya dan melihat chat dengan Mama. "Sawi, wortel, kol, kangkung, jamur, bay—e! Buset! Sayur semua. Nggak suka. Jangan dibeli deh."

Aira menoleh, ia merebut ponsel Alin dan membaca semuanya. "Harus, amanah ini tuh. Jangan jadi kebiasaan, nggak makan sayur. Kurus, letoy, bego—"

"Lagi deskripsiin diri sendiri ya?"

Aira mencubit Alin. Namun, mata cewek itu berbinar. "Alin! Gue waktu itu ditraktir sama Haris di McD. AAA GILA NGGAK?!"

"Iya, lo gila." Alin mengambil kol, memasukkannya pada troli. Ia mendorong trolinya secara perlahan menuju wortel. "Lo pasti malu-maluin."

"Iya." Aira cemberut. "Aduh, mana gue mendadak budeg pas dibonceng. Ketularan lo sih! Suka budeg kalo ngebonceng gue!"

"Eh! Padahal gue diem ya! Setan lo!"

Aira melotot. Ia menutup mulut Alin. "Mulut!"

Alin menepis lengan Aira. "Aira! Tangan lo bau sawi!"

Aira cengegesan.

"Gue mau ambil gula sama temen-temennya. Lo di sini dulu! Jangan keluyuran!"

Aira meniru Alin melalui gerakan mulutnya, cewek itu mulai mengambil wortel, kangkung, dan bayam.

"Lho? Sendiri?"

Aira mengangkat kepalanya, ada Haris dengan troli berisi banyak sekali sayuran beserta daging, tidak lupa ada—

"Milna?"

Haris melotot, cowok itu menutupi milna menggunakan kanggung. "Nggak ada!"

Hal itu sukses membuat Aira tertawa. "Dih, lo suk—"

"Nggak! Gue nggak suka!"

"Aduh, lo ternyata suka milna. Yasa juga suka?"

"Dih, apaan Yasa-Yasa." Haris meninggalkan trolinya, bergerak menuju kumpulan wortel. "Nggak ada Yasa, jangan dibicarain, nanti bersin-bersin."

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang