44. Bingung

22 10 2
                                    

Aira menopang dagunya, ia menatap minuman di depannya. Rasa coklat dan terlihat enak. Namun, Aira sedang tidak berselera untuk meneguknya. Cewek itu berdecak dan berhasil mengalihkan perhatian orang yang duduk di depannya.

"Ra?"

Aira diam.

"Ra? Hey?"

Aira mengerjap, suara jentikan jari menyadarkannya. "Ya? Kenapa?"

Haris menggeleng, ia menunjuk minuman Aira. "Diminum."

"O-oh, oke. Udah selesai?"

"Belum, masih banyak. Buat apa sih ngisi soal tiap minggu kalo diperiksa aja cuma dikumpulin sama ditandatanganin doang? Tau nggak?" cowok itu mengangkat kepalanya dan Aira hanya mengerjap. "Futsal sama main game lebih bermanfaat daripada ngerjain soal, kalo buat anak kaya aku."

Aira tertawa, cewek itu mengangguk. "Betul."

"Terus ya, udah gitu gurunya sok galak, taunya dia juga cuma formalitas aja nyuruh gini tuh."

"Yup, betul."

"Nanti di ulangan soalnya beda jauh sama yang diisi—"

"Betul sekali."

"Kamu dari tadi betul-betul melulu, padahal kalo ada apa-apa di kerjain. Cih."

Aira malah ngakak, tidak menyangka bahwa Haris ternyata adalah tipe orang yang sambat ketika diberikan tugas. "Ya aku kerjainlah. Kan butuh nilai."

"Sungguh anak yang rajin." Haris menaruh pulpennya, ia menyandarkan punggungnya pada kursi cafe. Cowok itu mengangkat alisnya. "Apa yang kamu pikirin?"

"Hah?" Aira mengerjap, ia menatap Haris sambil menyedot minumannya. Bibirnya terlepas dari sedotan, ia mengangkat kepalanya. "Apa?"

"Iya, kamu mikirin apa? Dari tadi ngelamun terus."

"Hng—" Bola mata Aira memutar. Cewek itu tidak sengaja menatap Haris, tetapi ia langsung tertawa garing. "Nggak ada apa-ap—"

"Ra—"

"Temen."

"Hah?"

"Iya, temen." Aira menghela napas, bibirnya melengkung ke bawah. "Dia nggak baca chat aku, dia juga nggak dateng ke rumah. Bikin aku overthinking. Biasanya dia selalu ke rumah, nggak tiap hari sih. Tapi ya, dalam seminggu selalu aja ke rumah."

"Udah lama gininya?"

"Belum, baru aja sekitar empat hari yang lalu." Aira mengembuskan napasnya, cewek itu cemberut. "Aku ada salah kali ya?"

Haris tertawa, matanya menyipit. "Kok kamu tanya aku?"

"Lah, iya." Matanya mengerjap. "Habis aku bingung, dia itu kenapa."

"Mungkin, dia ada masalah. Sebelumnya dia pernah—"

"Eh! Iya, katanya dia mau ketemu Bian."

"Nah, mungkin bisa jadi ada masalah."

Aira diam, rasanya ... tidak mungkin jika Alin dan Bian ada masalah. "Masa sih," gumamnya pelan. Namun, masih bisa didengar oleh Haris.

"Cowok temen kamu tuh?"

Aira mengangguk.

"Namanya."

"Lintang."

Haris tersedak, cowok itu batuk beberapa kali. Ia memandang Aira dengan alis berkerut. "Yang di SMA swasta pas aku tanding basket sama dia?"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang