46. Salah Gue

28 10 0
                                    

"Ngapain kamu?"

"Mama diem."

Irina, orang yang disebut Mama itu, mengangkat alisnya. Ia mendekat dengan tas tangan hitam di tangannya. Menghampiri anaknya yang tengah mengintip melalui gorden ruang tengah. "Ngapain? Bukannya berangkat malah petak umpet."

"Ma," panggil Alin. Ia melepaskan gorden yang dipegangnya lalu menatap Irina. "Mama keluar aja duluan, aku nanti aja. Aku janji bakalan berangkat."

"Lima belas menit lagi masuk dan kamu masih mau petak umpet gini?!"

Alin meringis, ia melihat Mamanya melotot. "Janji Ma, suer. Mama duluan."

"Kamu ngehindarin apa sih?" Irina berusaha ikut mengintip. Namun, Alin lebih dulu menghalanginya. "Kamu kenapa?"

"Aku nggak kenapa-napa, Ma. Mama ...  nanti aja berangkatnya." Alin berdiri di depan Mama, menghalanginya untuk melihat keluar jendela.

"Aneh. Kamu aneh, Mama nggak mau punya anak aneh."

Alin melotot.

"Oh iya, waktu itu Aira ke sini. Dia nungguin kamu sampe habis isya, tapi kamu nggak pulang-pulang."

"Oh, ya?" padahal Alin sudah tahu, Aira kan menghubunginya. Namun, Alin tidak tahu jika Aira menunggunya selama itu. Alin kira, pas dirinya tidak membalas chat, Aira akan langsung pulang, tetapi ternyata tidak.

"Iya. Kamu malah kelayapan! Ke mana kamu tuh?!"

"Main di rumah Bian."

"Homoan aja terus sama Bian."

"Mama." Alin melotot kaget. "Ya nggak gitu juga," gumamnya.

Irina menghela napas, ia menatap anaknya sambil tersenyum. "Kamu ada masalah sama Aira?"

"Nggak ada." Alin berbalik menghadap jendela, ia menghela napas saat melihat Aira dijemput Haris. Sepertinya, cewek itu menyerah menunggunya. Maklum, sepuluh menit lagi bel masuk. "Ayo, Ma. Aku duluan deh yang berangkat. Assalamu'alaikum," kata Alin lalu mencium punggung tangan Mamanya.

Aira
Lin|
Lo nggak sekolah? |
Atau udah berangkat? |

Ceklis dua, warna abu-abu, dan Alin last seen.

Aira mengembuskan napasnya, ia pegal berdiri di depan gerbang rumah Alin. Cewek itu menyugar poninya, Aira berjongkok. Sudah lebih dari setengah jam Aira di sini.

Kenapa Aira tidak menghampiri Alin ke rumahnya? Jawabannya sederhana, Aira tidak mau Alin menghindar. Jika ditunggu di depan rumah, pasti ia akan langsung bertemu Alin.

"Ya Allah, pegel banget."

Aira melirik ponselnya, ragu untuk menelepon Alin. Sebab ia tahu, Alin tidak akan mengangkat teleponnya.

"Sebenernya Alin kenapa? Sepi juga hidup gue nggak ada Alin." Cewek itu cemberut.

Aira mendongak saat ada suara motor yang berhenti di depannya. Bibir Aira melengkung ketika Haris membuka helmnya. Memang, sepuluh menit yang lalu, Haris sempat meneleponnya, menanyakan posisinya di mana, masih menunggu Alin kah atau sudah berangkat.

Ternyata Haris sampai sangat cepat, padahal saat menelepon cowok itu bilang masih berada di rumah.

"Jongkok, kaya pengemis." Ia ngakak, lalu mengulurkan tangannya pada Aira yang langsung disambutnya. Senyum Haris melembut saat melihat Aira melengkungkan bibirnya. "Nggak keluar? Atau udah berangkat?"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang