40. Kembali

24 12 6
                                    

Aira memaki dirinya dalam hati. Kini, Aira mempunyai cita-cita baru dalam dirinya, yaitu menjadi orang yang bodo amat. Cewek itu tiba-tiba cemberut. Ia tidak bisa menjadi orang yang bodo amat, sebab kadar tidak enakkan Aira sudah stadium akhir.

Dugh!

"Aw, kenapa lo mukul bahu gue?"

Aira mengerjap, ia seperti ditarik kesadarannya. Cewek itu menatap punggung yang beberapa detik lalu bahunya ia pukul. "Ng-nggak sengaja!"

Haris mengangguk, ia fokus berkendara. Matanya melirik Aira melalui spion, cewek itu sedang memutar bola matanya sambil menggigit bibirnya. Haris tersenyum gemas, entah kapan terakhir kali, ia membonceng Aira seperti sekarang.

Untuk pertama kalinya, Aira ingin loncat dari FU milik Haris. Rasanya tidak nyaman, sungguh.

"Udah, nggak turun?"

"Hng, oke." Aira turun, ia langsung pergi begitu saja ke arah pagar. Cewek itu menoleh pada Haris yang mengikutinya. "Ngapa—"

"Kan mau ambil baju."

"O-oh, iya. Ayo." Aira membuka pagar hitam, cewek itu membukanya dan membiarkan Haris menutupnya, sedangkan motor Haris dibiarkan di jalan, tetapi tidak dengan helmnya yang cowok itu tenteng. "Duduk di sini aj—"

Ceklek.

"Lho, udah pulang. Kok nggak salam?" pintu terbuka dan menampilkan Mama yang mengerutkan alisnya. Mata mama beralih pada Haris. "Eh, Haris. Apa kabar? Terry pinjem flashdisk kamu lagi? Ya ampun kaya yang nggak punya flashdisk aja, nanti Tante bilangin—"

"Ma—"

"Sama Terry, sini-sini masuk dulu. Masa—Aira! Jangan nggak sopan, bawa ke dalem temen kamu! Lagi pula ada Mama di dalem. Aduh, Haris. Maaf ya, Aira emang nggak sopan. Sini, ke dalem." Mama membuka pintu lebih lebar, senyum manisnya masih tercetak jelas di bibirnya.

Haris tersenyum manis. "Nggak papa Tante. Di luar aj—"

"Nggak, di dalem. Ayo ke dalem."

Haris melirik Aira, ia melihat cewek itu masih saja cemberut. Mata Haris beralih menatap Mama Aira, cowok itu merasa tidak enak jadi ia mengangguk. "Iya, Tante."

Aira melotot dan Mama mengusap wajah putrinya. "Nggak sopan, sana masuk," kata Mama sambil menepuk lengan Aira.

Aira makin cemberut, ia mengekori Mama dan Haris yang memimpin di depan.

"Haris, duduk dulu. Mau minum apa?"

"Nggak usah, Tante. Aku cuma mau ambil baju olahraga—"

"Aira pinjem?"

Haris mengangguk sambil tersenyum. "Iya."

Mama melotot pada Aira. "Ngerepotin orang aja!"

Aira makin cemberut.

"Nggak papa, Tante."

"Tante bikinin dulu minum. Kamu tunggu di sini. Aira! Cepet ambil baju olahraga Haris, jangan buat temen kamu nunggu."

"Iya." Aira menoleh pada Haris. "Gue ambil dulu ya?"

"Iya, Ra."

Mama ke dapur dan Aira naik ke lantai dua, sedangkan Haris ditinggal di ruang tamu. Cowok itu menghela napas, ia mengedarkan pandangannya ke ruang tamu Aira. Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya Haris datang ke rumah cewek seorang diri. Biasanya ya, ia datang rame-rame dengan teman cowoknya alias kerja kelompok. Rasanya ... cukup deg-degan jika begini.

"Assalamu'alaikum."

Haris menoleh, ia mendengar suara salam dari pintu masuk. Cowok itu mengangkat alisnya. "Waalaikum—"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang