51. Solusi

36 10 0
                                    

"Makanan tuh dimakan, bukan diliatin." Terry duduk di depan Aira, ia menaruh semangkuk mie yang dibawanya. Cowok itu mulai memakannya. Namun, alisnya terangkat, sebab adiknya hanya diam sambil melihat kepulan asap mie. "Ra, makan."

"H-hah? Iya, iya. Aku makan." Aira mulai memakan mie. Menikmati setiap kunyahan antara mie dan kuah yang diberi sedikit cabai. Meskipun begitu, di kepalanya tetap penuh dengan perkataan Haris.

"Kalo ada apa-apa, cerita sama aku. Jangan sungkan, aku pasti dengerin kamu. Bahkan, kalo kamu mau, aku bisa kasih kamu saran."

Cewek itu diam. Matanya menyipit menatap Terry.

"Apa?" tanya Terry.

"Aku mau cerita."

Terry mengangguk. "Abang dengerin."

"Gini ya, Bang. Kan posisi Abang lagi punya pac—"

"Jangan ngeledek! Abang jomblo!" katanya sambil melotot.

"Kan misal! Mi-sal!"

"Ya kamu tadi nggak bilang!"

"Oke! Aku yang salah!" mata Aira memutar. "Aku lanjutin. Nah, terus. Ada yang confess sama Abang. Mau bilang ke pacar Abang nggak? Kalo ada yang confess ke Abang."

Terry menaruh sendok di mangkuk. Cowok itu menatap Aira. "Tergantung. Kalo kepikiran terus, Abang pasti bakalan bilang. Abang itu, tipe yang terbuka sama pasangan. Mungkin, ada baiknya dibicarain. Toh, dia yang suka sama kita, kan? Bukan kita yang suka sama dia?"

Aira meneguk ludahnya. Kembali menikmati kuah mie.

"Siapa yang suka kamu?"

Aira tersedak, ia memukul dadanya. "Jangan ngagetin dong!"

Terry tertawa. "Bicarain aja sama Haris. Nggak papa, kok. Siapa tau orang yang suka sama kamu tuh deket banget sama kamu. Terus, Haris punya solusinya."

'Bener juga.'

"Ada yang suka sama kamu?"

Sedikit ragu, Aira mengangguk.

"Siapa?"

"Alin."

Terry pun tersedak kuah mie, bahkan setelah minum pun, cowok itu masih tersedak sampai wajahnya memerah.

Haris tersenyum, cowok itu mengacak poninya sambil menunggu antrean di penjual minuman taman depan komplek. Ia kembali melangkah saat orang di depannya maju. Haris memainkan kukunya, ia lumayan gabut berdiri selama lima menit.

Senyumnya terbit saat ia menyadari bahwa setelah orang di depannya, adalah gilirannya.

"Ya, pesan apa?"

Haris mengangkat kepalanya, membuat si penjual cewek berusia 25 tahun itu berkedip takjub.

"Ice kopi sama jus mangga."

"O-oke."

Haris mengangguk, ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru taman. Mencoba membunuh waktu ketika menunggu pesannya selesai. Cowok itu tersentak saat penjual di depannya memanggilnya. Ia mengangguk lalu mengucapkan terima kasih yang dibalas oleh senyum malu-malu si penjual.

Haris berjalan sekitar sepuluh meter. Ia tersenyum kala melihat punggung orang yang menunggunya di balik bangku taman.

Cowok itu mendekat masih dengan senyumannya. Ia mengulurkan minuman yang dipegangnya. "Diminum."

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang