02. Benjol Pemikat

288 201 405
                                    

"Abang, udah sampai sini." Aira menepuk-nepuk bahu Terry yang dilapisi jaket hitam.

Cowok yang mengenakan jaket hitam itu menurut, mematikan mesin motornya. "Kan gerbangnya masih jauh, ngapain turun deket sini? Mau cosplay jadi Mbak Kun?"

Aira turun dari motor besar Terry, langsung memelototkan matanya yang agak sipit. "Jangan ngomong gitu dong, Bang. Kan serem."

"Aira, adekku yang pinter. Bucin nomor satunya Haris. Ngapain turun di kebun bambu?"

"Abang! Jangan kenceng-kenceng ngomongnya!"

Terry pura-pura kaget, mengulus dadanya berekspresi murung. "Maaf, Abang lupa. Cinta kamu kan bertepuk sebelah tangan."

"Abang!"

Terry makin ngakak, tanpa sadarnya suara tawanya yang berat itu malah kemungkinan mengundang sosok Mbak Kun. "Iya. Iya. Ngapain kamu turun di sini?"

"Mau aja."

Terry menganga. "Jir, Abang aja kalo dianterin Papa maunya sampai kelas pake mobil."

"Dih, lebay."

"Bukan lebay. Biar kulit tetap terawat."

Aira memutar bola matanya. "Nggak nyambung, Abang. Sana. Katanya ada kelas pagi."

"Duh, hampir aja lupa." Terry menyodorkan tangannya untuk disalim Aira, cewek itu mengerti langsung mencium tangan Terry.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam. Kalo Abang nggak bisa jemput, suruh Alin aja, ato nggak naik angkot. Ada uangnya, kan?"

"Hm. Iya, ada."

"Ya udah, Abang berangkat."

Aira mengangguk, melambai pada Terry yang motor sudah melaju. Cewek itu menghela napas dan mulai melangkah menuju gerbang, entah apa maksudnya ada sedikit pohon bambu di dekat sekolahnya. Mungkin benar kata Terry, untuk tempat tinggal Mbak Kun.

Aira bergidik.

"Ra! Airaaa!"

Aira menoleh, ia tersenyum lebar. "Tamara!"

Tamara melambai. "Aduh, gue kangen banget sama lo."

"Baru juga satu hari."

Tamara tertawa, wajah cantiknya makin terlihat jelas saat mendekat pada Aira. "Lo mah kebiasaan, turun di sini."

"Enak aja."

"Dih, aneh lo."

Aira tertawa, mereka melangkahkan kakinya menuju gerbang. Tamara sesekali bercerita pada Aira tantang kegiatan apa yang dilakukan selama tidak hadir kemarin, ternyata cewek itu menjemput pamannya yang pulang dari Singapura.

Orang kaya mah, beda.

"Gebetan lo, tuh." Tamara menyikut Aira.

Aira menoleh dan tersenyum tipis. "Haha, iya."

"Sana sapa."

Aira tertawa. Rasanya miris merasakan cinta dalam diam. Jatuh cinta pada orang yang sempurna. Haris itu tampan, temannya banyak, populer, sering diandalkan sekolah, mantannya cantik-cantik.

Aira?

Aira hanya cewek biasa, cewek itu tidak pintar, tidak punya banyak teman, tidak dikenal guru, dan Aira belum pernah pacaran. Aira cewek kuper, Aira tidak cukup terkenal untuk kenal Haris.

Memang siapa yang mau sama Aira?

"Gila lo," kata Aira, "cari mati aja."

Aira kembali melangkah disusul Tamara yang memegang lengannya. "Mau gue kenalin?"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang