54. Positif Thinking

30 10 4
                                    

"Buat gue dong Ris!" Zidan mengambil susu kotak milik Haris, padahal yang punya baru saja akan menusuknya. Namun, sudah telanjur diminum oleh Zidan.

"Cupu lo. Abis futsal orang-orang minumnya cola. Lah, lo, malah minum susu."

Haris menoleh pada Nathan. "Padahal ngedapetin susu itu perjuangan. Gue harus nahan pintu kulkas dari Yasa. Belum lagi Bang Esa yang narik-narik lengan gue, tapi malah diminum Zidan." Kepalanya kembali menoleh pada Zidan. Menatap susu kotak dengan memelas. Haris menghela napas. "Begini amat, hidup. Yang berjuang siapa, yang menikmati perjuangan siapa."

"Kenapa tuh?"

"Perkara susu kotak."

"Hah?" heran Rendy. "Susu doang. Lo bahkan udah ngehasilin duit. Beli dong, sama kardusnya."

"Ide bagus." Haris malah ngakak.

Chandra mendekat, ia menghela napas menatap Haris. "Gue yang ketawanya dalam takaran normal, jomblo terus. Dia yang ketawanya kelebihan, malah udah dapet pacar."

"Sabar, Chan. Rendy masih mau sama lo, iya, kan Ren?"

Rendy melotot pada Febrian, sedangkan Haris sudah tertawa sambil mendorong bahu Nathan.

"Woy! Main lagi kenapa?!"

Chandra melotot, ia panik lalu mendekati teman-temannya. "Udahan yuk anjir. Gila si Jean. Gue pengen molor pas istirahat, malah ditarik ke lapangan."

"Lemah, baru juga seperempat jam."

"Ren, dari tadi lo cuma ngomel di sisi lapangan."

Rendy berdecak menanggapi Nathan.

"Udahan yuk Je! Gue traktir minum dikantin deh!"

Dengan mata berbinar, Chandra menatap Haris. "Serius Ceh? Waaah, ini baru temen!"

Haris tertawa. "Iya, beneran. Ambil aja, tapi jangan lebih dari dua puluh ribu perorangan."

"Anjir, anjir, anjir. Gue udah minum susu lo. Masih mau ditraktir?"

Nathan menggeleng. "Nggak, jatah lo abis."

Padahal hanya seperti itu, tetapi Haris malah tertawa sambil mendorong bahu Chandra.

"Nggak papa, Chan. Demi minum gratis, lo harus rela bahu kebas."

Febrian dan Rendy tertawa.

Haris menyugar rambutnya. Ia tersenyum. "Ke kantin aja duluan. Gue mau ke kamar mandi," katanya sambil berbalik.

Haris menghiraukan teman-temannya dan memilih berjalan keluar lapangan. Ia belok kanan untuk menuju kamar mandi di dekat perpustakaan. Cowok itu harus menuntaskan panggilan alamnya, sebelum berangkat ke kantin untuk mentraktir teman-temannya.

Haris tersenyum tipis saat di depan pintu kamar mandi. Tidak berpikir lama, Haris langsung masuk. Lima menit kemudian ia keluar, tentu saja setelah cuci tangan. Senyum di bibir Haris makin merekah.

"Mau ke mana?"

Orang yang ditanya menipiskan bibirnya. Bola matanya memutar menghindari tatapan intens dengan senyum tipis itu. "Perpustakaan."

"Perpustakaan? Tapi itu pegang pintu kamar mandi."

'Aira bego,' makinya dalam hati. Langsung saja Aira melepaskan tangannya dari gagang pintu. Cewek itu mundur. Namun, Haris memegang lengannya. Selalu saja begini. "Apaan sih, jangan pegang-pegang."

Haris tertawa dan Aira malah ingin mencakarnya. Ini Haris—ah! Sudahlah!

"Kamu marah?"

"Nggak!"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang