36. Menghindar

47 13 54
                                    

"Turun cepet!"

Aira melotot, ia turun sambil memegang bahu Alin. Cewek itu berdiri di sebelah Alin yang melepas helmnya.

Alin menoleh. "Buset, lo kaya alien. Lepas dulu helmnya."

"Mager."

Alin berdecak, ia meletakkan helm miliknya, lalu Alin melepaskan kaitan helm Aira dan menariknya secara pelan agar terlepas. "Untung, gue merasa bersalah, kalo nggak, gue gelindingin juga lo mumpung masih pake helm."

Aira diam.

Alin turun dari motornya, ia berdiri di sebelah Aira sambil membenarkan jaket miliknya. Cowok itu melirik Aira yang hanya diam saja, untuk kedua kalinya, Alin kembali berdecak. "Udah, ayo masuk." Alin melingkarkan lengannya di bahu Aira yang dibalut sweater rajut over size. "Timezone?"

"Wajib, lo wajib bikin gue bahagia."

"Halah, asu. Bukan siapa-siapa, kenapa harus bikin lo bahagia?"

Aira memandang Alin, cewek itu mendongak. Ia menonyor kepala si cowok. "Heh, inget, gue masih marah."

"Marah aja, tadi gue cuma formalitas. Tau ng—aw! Setan ya lo! Kenapa lo gigit lengan gue?!" meskipun begitu, Alin tetap saja tidak melepaskan rangkulannya.

Aira tertawa dan Alin tersenyum tipis. Setidaknya, wajah Aira tidak sekusut tadi. Saat sampai di eskalator, Alin berdiri di belakang Aira, ia melindungi cewek yang lebih pendek itu, dari desakan pengunjung. Alin menggiring Aira ke area timezone.

"Gue yang teraktir lo nih, Pir. Jadi lo harus nurut sama gue, oke?"

Aira melotot dan Alin mengusap wajah Aira menggunakan telapak tangannya. "Nggak serem! Nggak usah melotot."

Aira menepis lengan Alin. "Enak aja! Kan niatnya lo mau ngehibur gue!"

Alin mengangkat bahunya, ia berjalan ke arena basket. "Gue mau ngehibur diri gue sendiri."

"Nyesel gue ikut lo—Alin! Ini kalo nggak ketangkep! Udah kena muka gue!" kata Aira setelah menangkap bola basket yang dilempar oleh Alin.

Alin ngakak. "Sini, Pir. Tanding sama gue. Bayangin. Lo lagi tanding sama Haris, jadi lo bisa ngelampiasin emosi lo."

Aira berjalan sambil memegang bola basket, ia memantulkannya. Kepalanya terangkat sambil menatap Alin, lalu Aira melemparkan bolanya pada Alin. Cewek itu mengangkat bahunya bertepatan dengan Alin yang menangkap bolanya. "Nggak, gue nggak mau ngebayangin Haris. Lo ya lo, Lintang. Bukan Haris. Haris ya Haris, kalian beda. Dan inget, Lin. Gue  ... bener-bener mau lupain Haris."

"Gerah! Gara-gara lo sih!" Aira mendelik, ia mengangkat rambutnya dari tengkuk, lalu dikipasi menggunakan telapak tangan.

Alin tertawa, cowok itu membuka jaketnya, lalu duduk di samping Aira. Tangannya terulur untuk mengangkat rambut Aira yang dipegang secara ekor kuda. "Mampus."

"Gerah bang—"

"E—buset! Yang bener aja kali!" Alin menutup dada Aira menggunakan jaketnya.

"Alin bego! Siapa yang mau lepas baju?! Gue cuma mau ngibasin!"

"Ya kali! Di depan gue!"

"Ya lo nya geser dong!"

Alin melotot.

Aira melotot. Namun, keadaan matanya tetap saja sama.

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang