08. See You, A

180 160 166
                                    

Aira merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku akibat duduk sehabis merangkum pelajaran sejarah yang bukunya setebal buku catatan dosa.

Cewek itu menyandar pada belakang kursi meja belajar, merenggangkan lehernya, dan mengembuskan napas lelah. "Anjir, cape banget."

Aira melirik ponselnya, sudah dari jam setengah lima sampai setengah tujuh ia duduk. Kebetulan Aira libur salat, jadi ya ... Enjoy.

Drrrttt ... Drrrttt ....

Aira mengangkat alisnya, ia mengambil ponselnya. "Siapa sih?"

Ternyata notifikasi whatsapp, ia langsung mengklik tanpa melihat siapa yang mengechat.

Hana
|Ra, pap rangkuman sejarah
|Hehe ya ya ya?
|Mumpung belom malam
|Gue males nulisnya kalo kemaleman

Aira lemas, cewek itu menaruh kepalanya di atas meja hingga terdengar bunyi yang cukup kencang. "Gue cape-cape nulis cuma buat dicontek, ya?"

Drrrttt ... Drrrttt....

Aira mengembuskan napasnya. Mengerjabkan mata dan mulai kembali mengambil ponsel.

Radit
|Cantik, liat rangkuman dong

Wanda
|Ra, hehe pap dong

Nasya
|Raaa sorry, pap dong:(

Aira mendumel dalam hati, cewek itu membuka buku dengan kasar dan mulai memfoto lembar per lembar. "Cape-cape! Capeee!"

Aira
Baru segitu Han|

Hana
|Thanks Raaa

"Tengs! Tangs! Tengs! Tangs! Serah lo!"

Aira turun ke bawah, memilih menonton televisi dengan pikiran yang melayang-layang. Cewek itu duduk bersila tatapannya terlihat menyedihkan. Meski hanya sebagian tugas yang Aira kirimkan.

"Giliran nyontek paling gercep! Giliran suruh kerja kelompok nyuruh gue! Sebeeel! Gue pindah aja ke sekolah Alin!"

"Kamu kenapa?"

Aira mendongak menatap Terry dengan bibir melengkung. Terry yang merasa ada hawa-hawa siaga satu, langsung melotot. "Adek Abang Terry kenapa siiih?"

Terry duduk di sofa bersebelahan dengan Aira. Cowok itu meraih kepala Aira untuk disandarkan di bahunya, ia mengelus kepala adiknya dengan sayang.

"Cerita dong, jangan biarin Abang kepo." Meskipun Terry seorang kakak laki-laki, namun cowok itu berusaha berperan dengan baik. Bahkan, sangat baik. "Kenapa? Kenapa?"

Tentu saja Terry tidak mendengar dumelan Aira, hanya kata pindah sekolah saja yang cowok itu dengar

"Abang dulu pinter?"

Mulut Terry membulat. "Woho! Ya jelas—"

"Ya jelas?"

"Pinteran kamulah. Semua orang juga tau, Ra. Kamu emang nggak masuk tiga besar selama di SMA, tapi kamu masuk lima besar melulu."

Aira cemberut. "Aku nggak pinter."

Terry malah terkekeh. "Di mata Abang, Mama, sama Papa, kamu tuh yang paling pinter."

Aira tertawa. Ia memeluk Terry dengan erat. "Makasih." Pelukannya terlepas lalu Aira menatap Terry dengan jenaka. "Abang soft begini, nggak ada yang nyantol gitu?"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang