"Kampret, padahal gue piket dua hari yang lalu. Tapi malah sekarang, kayanya si Rachel beneran dendam kesumat sama gue." Chandra misuh-misuh sambil menyapu. "Kaki lo!" Ia memukul kaki Zidan yang kebetulan ada di bawah meja yang Chandra sapu.
"Anjir! Sensi banget!" Zidan menaikkan kakinya pada kursi, cowok itu melotot lalu kembali scroll timeline instagram.
Chandra diam, ia mulai menyapu kolong meja Zidan. "Anjir! Lu nggak pernah bersihin laci meja?!"
"Nggak, kan tugas lo."
"Astagfirullah, kamu itu berdosa banget."
Haris tertawa. Cowok itu juga piket hari ini, ia sedang santai sebab sudah menyelesaikan tugas mengangkat kursi satu kelas, sedangkan Chandra yang datang agak siangan kebagian menyapu. "Lu bolos piket mulu sih."
"Gini ya." Chandra menunjuk Haris menggunakan gagang sapu. "Cowok tuh nggak keren kalo harus piket."
Febrian berdehem. Ia yang ditumpangi Zidan terpaksa datang pagi. "Haris masih ganteng plus keren tuh, abis ngangkat kursi."
Chandra mendengus, ia kembali menyapu, kini cowok itu ada di bangku paling depan. "Nikah nanti pokoknya gue nggak mau ngerjain kerjaan rumah tangga."
"Sama, hari libur gue mau tidur doang." Febrian mengangguk setuju.
Haris hanya tertawa ngakak, ia yang duduk di meja guru bersandar nyaman ke belakang. "Nikah, nikah, ulangan aja masih remed."
"Sssttt, jangan buka aib." Zidan ngakak, ia masih asyik scroll instagram.
Febrian mengangguk-angguk. "Couple the best kita ke mana nih?"
"Nggak tau, lagi saling jemput palingan." Kini Chandra menyapu kolong meja guru, ia menepuk kaki Haris dengan gagang sapu. "Atuhlah minggir lu tuh!"
Haris cengengesan, ia berdiri bersandar pada dinding.
Chandra mendongak menatap Haris, ia masih setia menyapu kolong meja. "Anjing, gue kaya babu lu."
"SETUJU!"
"HEH!" Chandra berseru sambil menoleh ke belakang, cowok itu melihat Rendy yang tampak segar menuju papan tulis. "Lo kok dateng jam segini?! Gue jadi pake motor sendiri! Sayang bensin!"
"Gini nih, kalo yang pelitnya sampe urat." Kaki Zidan naik ke atas meja, tampak nyaman dengan punggungnya yang bersandar, dan tangan yang terlipat di depan dada.
Haris hanya ngakak sambil menepuk-nepuk meja guru, sedangkan Febrian mengacungkan jempolnya pada Rendy.
"Duh gue mah orang sibuk," kata Rendy sambil mengambil penghapus warna hitam untuk menghapus papan tulis putih, tangannya mulai menyapu tulisan secara perlahan. Sehingga angka-angka pelajaran matematika yang membuat kepala pening, hilang seketika. "Habis subuhan, gue nyapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, siapin sarap—"
"Hoax, nyatanya lo molor."
Febrian mengangguk setuju. "Abis subuhan, lo narik selimut, terus bobo imut."
Haris makin ngakak, kini cowok itu menyugar rambutnya.
Zidan menyahut, "Yeu, buat hoax mah gampang. Yang susah tuh ngeyakinin si dia."
"CIAAA!" Febrian dan Chandra heboh seketika.
"Lo jomblo, jancok!"
"Eh! Ren! Mo ke mana lo! Nyapu dulu, monyet!"
Rendy menoleh setelah menaruh tas di kursi. "Gue udah ngehapus papan tulis."
Haris memegang perutnya. "A-aduh, udah dong." Bahkan ada air mata di sudut matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antitesis (X) | Hwang Hyunjin
Teen Fiction"Gue kegantengan ya? Soalnya kalo ketemu lo selalu ilang fokus."-Haris Pranata Arkana. Haris Pranata Arkana, namanya. Cowok bermata sipit, berhidung mancung, berkulit putih, berselera humor rendah, punya banyak teman, dan memiliki mantan seorang se...