12. Jungkir Balik

168 149 164
                                    

"Abaaang, nggak mau. Pengen pulang." Aira malah memeluk pinggang Terry dengan erat. Cewek itu juga menghentakkan kakinya pada pijakan motor.

Terry diam, cowok itu mematikan mesin motornya lalu melepas helm. Ia menepuk lengan Aira. "Lepasin, modus banget, pasti biar nggak disangka jomblo."

Aira merenggut, melepaskan pelukannya, dan masih duduk diboncengan. "Aku nggak mau turun."

"Turun."

"Nggak."

"Tur—"

"Abaaang." Aira merengek, ia terpaksa turun dengan ekspresi yang sangat memelas. "Nggak papa kok aku di rumah sendirian, plis ya? Ya? Yaaa?" Tangannya menangkup di depan dada, wajah Aira juga dibuat sesedih mungkin.

"Nggak, kata orang lagi banyak kasus maling siang hari. Abang nggak rela ya, kamu digondol maling. Udahlah, ngikut Alin futsal, pulangnya bareng tu anak kodok. Sana masuk."

Aira menggeleng, ia tidak suka ada di acara ramai seperti menonton futsal, bola, atau voli. Aira lebih suka di kelas saat ada pertandingan. Ini Terry malah mengirimnya ke sini? Apalagi ini sudah tengah acara! Kan Aira maluuu.

"Di rumah deh."

"Kata Mama, kamu jangan sendirian, besok Mama pulang dari Bogor, kalo kamu kegores dikit aja, Abang yang digorok, sana masuk. Abang mau nugas, atau mau dianterin?"

"Ya udah," suara Aira memelan. Ia menunduk dan menendang kerikil. "Sana."

Terry tersenyum, hapal dengan kepribadian Aira yang introvert, tapi sesekali kita harus keluar dari zona nyaman, terkadang hidup tidak selalu berjalan seperti apa yang kita ingin dan keluar dari zona nyaman kadang menjadi suatu jalannya.

Terry menepuk puncak kepala Aira lalu tersenyum, menyodorkan tangannya untuk disalami. "Hati-hati."

Aira menyalim tangan Terry. "Assalamu'alaikum, Abang juga."

"Waalaikumsalam. Iya, dah." Motor Terry melaju, menyisakan Aira yang memilih berbalik lalu berjalan di lapangan parkir sekolah Alin.

Aira pernah ke sini, jadi cewek itu berjalan tanpa tersesat ke arah lapangan indoor. Koridor cukup sepi karena hari ini Minggu. Namun, Aira yakin lapangan futsal akan ramai.

Nah, kan. Suara jeritan cewek-cewek sudah terdengar keluar, Aira melangkah menuju tribun atas, soalnya hanya itu yang kosong. Cewek itu malu karena banyak yang menatapnya.

Aira pura-pura cuek dan duduk di kursi kosong. Matanya menjelajah mencari-cari keberadaan Alin, ternyata cowok itu sedang menggiring bola namun direbut oleh Haris.

Hah?! Apa?! Haris?!

Mata Aira melotot. "Anjir, itu Haris? Seneng banget. Emang ya, nurutin kata Mama itu nggak pernah salah."

Suara getaran ponsel mengalihkan fokus Aira, ia merogoh ponselnya. Matanya melotot dan dalam hati ingin sekali menggorok Terry.

Abuwang
|Raaa
|Abang lupa ):
|Belum ngasih tau Alin
|Kalo kamu ke sana
|Hehe

"Mo meninggal." Nathan bersandar pada tembok, cowok itu mengipas-ngipasi dirinya menggunakan buku lepek yang ada di ruang ganti, entah buku siapa, pokoknya Nathan gerah!

"Alay lu. Segini mah upil."

"Upil gigi lo?! Lo cuma masuk sepuluh menit! Sisanya wifian! Gimana lo nggak segeran!"

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang