33. Sekejap

55 21 162
                                    

"Ra?"

Aira mengerjap, ia menipiskan bibirnya. "Iya?"

"Sorry, gue—"

Aira tertawa. "Iya, santuy, masih pagi ini. Haha."

Si penelepon merasa tidak enak, terlihat gelisah akan menuju motornya di halaman. Matanya menyendu. "Ra, maaf, Nanda nggak ada supirnya, lo bisa berangkat sendiri? Sorry, gue bikin janji tapi—Nanda juga mau ngomongin kontrak—"

"Kalem, kalem, ini ada Lintang kok."

"Siapa?"

"Lintang. Gue nebeeeng! Jangan ditinggal!"

"Dasar beban keluarga!"

Aira melotot mendengar sahutan Alin. "Gue tutup, dah—"

"Ra—"

Klik.

"Uuu kasian yang kisah cintanya makin menyedihkan."

"Berisik! Atau gue tabok!"

Alin menatap datar Aira, cowok itu meletakan telapak tangan kirinya di kepala Aira. "Pendek, pendek, pendek, gue pukul ni kepala pasti lo bakalan masuk ke tanah, kaya paku."

"Asu sayang."

"Yes, Baby. Emang tadi siapa yang nelepon lo?"

"Haris."

"Mau apa?"

"Jemput gue."

"Oh ... sukro." Alin mengangguk, pandangannya lurus ke depan, tangannya memegang stang motor. Ia melirik Aira. Ingin menanyakan sesuatu. Namun, Alin tidak sampai hati. "Naik, sini, lo malah ngebug."

"Lin?"

"Hm?"

Aira menggeleng. "Berangkat aja. Nanti kesiangan."

"Gue hapus ya? Udah, kan?"

"Beluuum! Gue baru yang sebelah kanan!"

Salsa melotot. "Zidan! Lelet banget! Dari tadi ngapain aja?!"

"Berisik teros tuh sama Chandraaa!"

"Kaya yang elo nggak aja!" Chandra mencubit Nathan.

Haris berdehem. Ia menunjuk papan tulis sebelah kiri. "Itu yang abis pasukan apa lanjutannya?"

Salsa mengernyit, ia menunjuk apa yang dimaksud Haris. "Ini?"

"Iya, Bep. Apaan?" tanya Febrian.

"Kembali ke—gitu aja nggak keliatan!" Salsa menunjuk Febrian menggunakan penggaris khusus papan tulis. Padahal harusnya Haris juga disalahkan, tetapi entah kenapa malah Febrian saja yang terkena dampak.

"Masih banyak nggak?!" Nathan menulis penuh dengan keluhan, cowok itu tidak suka saat harus disuruh menulis dari papan tulis.

"Ngeluh terus! Harusnya gue di sini yang ngeluh! Lo pikir enak jadi sekertaris kelas?!"

Hening.

Haris menyikut Nathan yang duduk di sampingnya. "Lo sih, Nath."

Nathan hanya bergumam, tidak merasa bersalah sedikitpun. Jean berdecak, cowok itu maju ke bangku depan, sebab matanya yang agak minus, tidak bisa melihat dari jarak jauh. "Geser dong, Sal. Nggak keliatan."

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang